Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
PENERIMAAN peserta didik baru, baik untuk SD, SMP, maupun SMA pada tahun ini menyisakan persoalan yang membuat hati ini miris. Bagaimana tidak?
Dunia pendidikan yang tujuannya mencetak gene-rasi bangsa yang berakhlak mulia justru dikotori dari awal dengan perilaku lancung para orangtua murid yang seharusnya jadi anutan anak-anak mereka. Perbuatan curang itu berupa manipulasi data untuk mendapatkan surat keterangan tidak mampu (SKTM) atau surat miskin agar anak mereka bisa diterima di sekolah yang diinginkan.
Untuk menyebut SKTM hasil mani-pulasi oleh para orangtua calon murid itu dalam pemberitaan, media masa memakai frasa SKTM palsu.
Menurut saya, penggunaan frasa SKTM palsu itu tidak tepat kalau melihat faktanya di lapangan.
Bila melihat kata-kata lain yang dilekatkan dengan kata palsu, seperti uang palsu, ijazah palsu, atau KTP palsu, makna palsu di situ terkait dengan institusi yang berwenang mengeluarkannya. Misalnya, yang berhak mencetak dan mengeluarkan uang ialah Bank Indonesia. Jika bukan oleh BI, uang itu disebut uang palsu.
Demikian juga dengan ijazah palsu atau KTP palsu. Cara memalsukannya misalnya dengan menggunakan teknologi yang memungkinkan hasil persis seperti aslinya yang dikeluarkan lembaga yang memang berwenang menerbitkannya.
Dalam penerimaan peserta didik baru 2018 ini, SKTM yang digunakan para orangtua calon murid ialah SKTM asli, dikeluarkan secara resmi oleh institusi yang berwenang, yakni pihak kelurahan dengan berdasarkan rekomendasi dari RT/RW. Jadi, SKTM itu asli, bukan palsu. Akan tetapi, cara mendapatkan surat itu yang tidak benar, yakni dengan cara curang, misalnya menyogok para pihak dari tingkat RT, RW, hingga kelurahan, atau memanipulasi data untuk dapat dikategorikan berhak memperoleh SKTM.
SKTM itu dikategorikan palsu kalau surat itu berupa hasil pemindaian dengan cap dan tanda tangan yang dipalsukan.
Sebenarnya, menurut saya, ada kata dalam bentuk akronim yang lebih pas untuk konteks tersebut. Kata tersebut ialah aspal, akronim dari asli tapi palsu. Dalam konteks SKTM di atas, suratnya asli (bukan hasil rekayasa teknologi) dan dikeluarkan lembaga yang berwenang, tapi cara mendapatkannya yang palsu, yakni dengan cara berbohong atau menyuap. Jadi, menurut saya, frasa SKTM aspal lebih berterima.
Kata aspal itu juga sudah diakomodasi KBBI. Penjelasan lema akronim aspal di KBBI ialah 'asli tetapi palsu (sebutan untuk segala hal atau benda palsu yang tampak persis seperti asli)'. Menurut saya, penjelasan lema aspal itu perlu ditambah, yakni 'sebutan untuk segala hal atau benda yang asli, yang terkait dengan surat-surat, seperti sertifikat, ijazah, dll, yang dikeluarkan lembaga berwenang, tapi diperoleh dengan cara yang curang seperti memanipulasi data atau menyuap'.
Jadi, bedanya jelas antara yang 'yang benar-benar palsu' dan 'yang asli tapi cara mendapatkannya yang penuh kepalsuan'.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved