Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
MESKIPUN sudah puluhan tahun menghadapi problem yang sama, kesalahan yang sama tetap saja terulang. Kenaikan harga beras di lapangan tetap terjadi, padahal Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman telah mengatakan bahwa produksi beras pada Januari ini masih mencukupi. Bahkan, pada Februari 2018 nanti produksi beras akan mencapai puncak panen. Cuma masalahnya mengapa harga beras tetap melambung tinggi di tengah produksi dan stok beras yang berlebih? Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui luas tanam padi selama 2017 sebesar 16,4 juta hektare. Sementara itu, produksi padi pada Januari 2018, diprediksi mencapai 4,5 juta ton gabah kering giling (GKG), sedangkan ketersediaan beras mencapai 2,8 juta ton, sementara itu kebutuhan konsumsi beras hanya 2,5 ton, sehingga ketersediaan beras seharusnya surplus sebesar 329,3 ribu ton.
Kalau mengacu teori dan kalkulasi ekonomi, ketika terjadi surplus beras, sebenarnya tidak ada alasan kenapa harga beras di pasaran naik. Namun, kalkulasi di atas kertas tampaknya tidak selalu tepat. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, dilaporkan harga beras medium pada Juli 2017 berada di level Rp10.574 per kilogram dan kemudian meningkat menjadi Rp10.794 per kilogram pada November di tahun yang sama. Memasuki Januari 2018, harga beras terus merangkak naik menjadi Rp11.041 per kilogram. Sejak awal Januari 2018, kenaikan harga beras yang terjadi di berbagai daerah telah melewati batas harga eceran tertinggi (HET), yakni di atas Rp9.450 per kilogram untuk jenis medium dan di atas Rp12.800 per kilogram beras premium. Diperkirakan, harga akan terus naik hingga Februari.
Kenaikan harga beras yang terus melambung ini sebetulnya tidak menjadi masalah jika daya beli masyarakat mampu menjangkaunya, dan petani sebagai produsen utama gabah/beras memperoleh margin keuntungan yang layak dari kenaikan harga beras di lapangan.
Kesulitan yang dihadapi
Untuk mencegah agar kenaikan harga beras tidak terus melambung, selama ini pemerintah sebetulnya sudah mengadakan berbagai operasi pasar. Pada 2018 operasi pasar bahkan diperluas hingga mencapai 1.830 titik dengan harapan kenaikan liar harga beras dapat diredam. Badan Urusan Logistik (Bulog) kabarnya akan menggunakan cadangan beras pemerintah (CBP) untuk operasi pasar hingga harga kembali ke HET. Operasi pasar akan terus dilaksanakan sampai Mei 2018 untuk memastikan agar kenaikan harga beras tidak memberatkan masyarakat. Apakah dengan menggeber operasi pasar ini, kenaikan harga beras dapat diredam?
Di atas kertas, jika operasi pasar benar-benar berjalan seperti yang diharapkan, kemungkinan besar kenaikan harga beras di pasaran akan dapat diredam. Namun, kita tidak menutup mata bahwa pelaksanaan operasi di berbagai daerah ternyata masih rawan penyimpangan. Ada sinyalemen, beras yang dikucurkan ke pasar dalam operasi yang digelar pemerintah, sebagian ternyata malah dijadikan objek jual-beli dengan cara mengganti karung beras dari Bulog ke dalam karung beras baru yang dikomersialkan. Keuntungan menjual beras yang seharusnya untuk operasi pasar ini langsung ke pasaran tampaknya membuat ada pihak-pihak yang berusaha menggail di air keruh yang menyebabkan operasi pasar tidak berjalan seperti yang diharapkan.
Kesulitan untuk meredam kenaikan harga beras di pasaran sudah tentu berkaitan dengan banyak faktor. Selain kurang efektifnya operasi pasar yang digelar, kenaikan harga beras sebetulnya juga disebabkan karena terjadinya peningkatan harga gabah di sejumlah daerah. Dari hasil pemantauan diketahui paling-tidak di 84 kabupaten/kota, kisaran harga gabah kering panen mencapai telah Rp5.200-Rp6.000.
Harga gabah di tingkat petani, jika kemudian dikonversi ke kering giling, harganya akan naik sekitar 25% hingga mencapai Rp7.000. Di pasar, gabah yang kemudian diproses menjadi beras ini untuk jenis medium saja harganya telah mencapai Rp11.000 di berbagai Pasar Induk. Kenaikan harga beras yang tidak tercegah ini juga terjadi karena pasokan dari daerah penghasil padi di Pulau Jawa menurun, antara lain Karawang, Subang, dan Indramayu di Jawa Barat
Sejauh mana peran mafia beras memengaruhi kenaikan harga beras di pasaran memang masih menjadi bahan perdebatan? Namun demikian, indikasi ke arah sana bukan tidak mungkin terjadi. Sudah bertahun-tahun dan banyak kasus membuktikan bahwa distribusi beras yang dikendalikan, dan ulah spekulan yang memainkan peredaran beras di lapangan sering menyebabkan harga beras menjadi irasional. Artinya, harga beras di pasaran bukan dipengaruhi ada atau tidak ada stok beras, melainkan lebih ditentukan kemampuan kekuatan spekulan untuk mengatur distribusi dan pasang surut kenaikan harga beras di tingkat pedagang.
Panic buying
Agar kenaikan harga beras di pasaran segera dapat diredam, dan masyarakat tidak terus ditekan kenaikan kebutuhan hidup yang terus melambung, pemerintah dalam hal ini harus benar-benar memastikan agar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tidak malah menimbulkan panic buying.
Melakukan operasi pasar besar-besaran dan keputusan untuk melakukan impor beras harus diberlakukan hati-hati agar hasilnya tidak kontraproduktif. Perlu kita sadari bahwa kenaikan harga beras yang tak kunjung tertangani kemungkinan akan berpotensi memicu munculnya rentetan efek domino yang memengaruhi kenaikan harga kebutuhan pokok lain.
Kegagalan untuk segera meredam kenaikan harga beras, yang dikhawatirkan bukan hanya berpotensi memicu munculnya ulah spekulan dan panic buying yang makin menggila, melainkan tidak kalah berbahaya ialah munculnya rentetan efek samping yang memicu munculnya kenaikan harga berbagai barang kebutuhan pokok lain, seperti harga cabai, telur, dan lain-lain yang pelan-pelan juga ikut terkerek naik.
Saat ini pemerintah benar-benar perlu melakukan evaluasi yang komprehensif tentang faktor penyebab kenaikan harga beras. Tragedi kenaikan harga beras di awal 2018 disebut-sebut sebagai sejarah terburuk pengadaan bahan pokok nasional. Lebih dari sekadar jalan keluar yang pragmatis, seperti mengimpor beras dari luar, yang dibutuhkan sesungguhnya ialah perencanaan yang matang dan bagaimana membangun sistem distribusi beras yang berpihak kepada petani.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved