Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Spiritual Saving

Nasaruddin Umar Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
20/10/2017 10:15
Spiritual Saving
(Thinkstock)

KITA sering mendengarkan istilah saving (menabung). Ini enak diucapkan, tetapi sulit direalisasikan. Logika amal jariah bisa dijelaskan dengan menggunakan bahasa nonteologis. Amal jariah selama ini dipahami sebagai amal sosial yang pahalanya nanti akan dijumpai di akhirat setelah wafat. Boleh jadi kurang diminati generasi muda yang hidup di alam logika dan kehidupan yang sedemikian pragmatis. Amal jariah seolah menjadi kebutuhan ketiga setelah kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Jika kita mengartikulasikan amal jariah dengan menggunakan bahasa tabungan spiritual (spiritual saving) bisa lebih menarik dan lebih reasonable. Yang namanya tabungan bisa memiliki banyak fungsi sosial dan individual. Fungsi sosialnya pasti akan memberikan rasa percaya diri yang kuat karena kita merasa memiliki tabungan spiritual. Dalam bahasa agama juga menyatakan bahwa koleksi amal kebajikan berfungsi sebagai penolak bala atau penolak musibah.

Spiritual saving juga berbanding lurus dengan logika saving money. Jika isi tabungan sering dikuras, itu akan mengurangi rasa percaya diri. Jika terus diisi, kita pun akan penuh percaya diri. Makin sering kita melakukan amal kebajikan atau amal jariah, sebelum diraih pahalanya di akhirat sudah dirasakan manfaatnya di dunia. Memang hakikat amal jariah itu artinya berjalan terus pemanfaatannya, mulai sejak diniatkan, dilaksanakan, sampai nanti di akhirat terus memberikan manfaat kepada yang bersangkutan, tanpa sedikit pun keraguan.
Spiritual saving juga bagian dari prestasi qalbu (hati/kalbu) yang cerdas. Semakin banyak spiritual saving seseorang semakin matang pula spiritual orang itu. Sebaliknya semakin kurang spiritual saving seseorang justru dikhawatirkan yang membengkak ialah tabungan dosa (sin saving).

Dalam bahasa agama, spiritual saving bukan hanya seruan biasa untuk mendapatkan martabat utama di mata Tuhan, melainkan juga memberikan hikmah di dalam kal­bu. Misalnya bisa menambah kekhusyukan dalam beribadah, menambah keimanan kita kepada rukun iman, dan motivasi untuk berbuat kebajikan semakin kuat. Berbakti kepada pekerjaan pilihan sendiri. Potensi dan keberadaan jiwa yang tercerahkan akan mampu menyaksikan keajaiban yang oleh kalangan ‘arifin sering menyebutnya dengan mukasyafah, yaitu penyingkapan rahasia Ilahi. Koleksi spiritual saving bisa memengaruhi kapasitas batin seseorang. Ada orang memiliki kewibawaan batin yang kuat walaupun kehidupan sehari-harinya secara ekonomi biasa-biasa atau di bawah rata-rata.

Hal itu bisa terjadi karena jika spiritual saving seseorang semakin besar, berpeluang menggunakan mata Tuhan untuk melihat, telinga Tuhan untuk mendengar, dan sudah pasti tidak ada lagi rahasia atau sesuatu yang tersembunyi baginya. Bahkan bisa saja menggunakan mulut Tuhan untuk bicara dan tangan Tuhan untuk berbuat, seperti yang pernah disabdakan Nabi Muhammad SAW. Besar-kecil nominasi nilai spiritual saving ditentukan Tuhan. Boleh jadi menurut kita jumlahnya kecil atau kurang, tetapi di mata Tuhan nilainya amat besar karena dilakukan dengan penuh keikhlasan. Boleh jadi kita beranggapan banyak, tetapi di mata Tuhan nilainya kecil karena tidak dilakukan dengan penuh keikhlasan, apalagi jika disertai dengan riya’ (ria).

Sebanyak apa pun spiritual saving jika dilakukan dengan riya’, sengaja dipamerkan, pasti nilai saving-nya berkurang. Kita dipesankan ulama besar Ibn ‘Atha’illah: “Tanamlah seluruh amal kebajikanmu di bumi kesunyian (beramal tanpa diketahui orang) jika akan panen di akhirat. Segala amal kebajikan yang ditanam di bumi dengan ria, hanya akan panen di bumi, tidak lagi di akhirat, na’udzu billah min dzalik.”



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya