Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
TATA kelola haji Indonesia memasuki babak baru setelah pemerintah membentuk Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang kepengurusannya dilantik secara resmi oleh Presiden Joko Widodo pada Rabu, 26 Juli 2017. Pembentukan BPKH itu merupakan amanat dari Undang-Undang (UU) No 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Ibadah Haji. Dalam UU ini, ada penegasan untuk melakukan pemisahan kewenangan antara penyelenggara ibadah haji dan pengelola keuangan haji.
BPKH merupakan badan hukum publik bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada presiden. BPKH dibentuk khusus menjalankan fungsi pengelolaan keuangan haji. Dalam melakukan pengelolaan keuangan haji, BPKH terikat dengan prinsip syariah, kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel. Dana haji yang sudah terkumpul masuk rekening penampungan cukup besar.
Saat ini, sesuai dengan hasil audit per 2016, dana haji baik setoran awal, nilai manfaat dan dana abadi umat telah mencapai Rp95,2 triliun. Karena besarnya total dana haji tersebut, Presiden Joko Widodo memberikan instruksi agar dana haji tersebut diinvestasikan untuk pembangunan infrastruktur yang sudah pasti memberikan return keuntungan seperti investasi pembangunan tol dan pelabuhan.
Dari sisi aspek hukum Islam, status kepemilikan dan pengelolaan dana haji melalui investasi pernah mengemuka dan telah direspons forum ijtima ulama komisi fatwa se-Indonesia IV 2012. Keputusan forum ijtima itu menegaskan, pertama, kepemilikan dana haji ialah milik calon jemaah haji; kedua, dana haji tersebut boleh di-tasharruf-kan untuk hal-hal yang produktif, seperti penempatan di bank syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk; ketiga, hasil investasi tersebut merupakan milik calon jemaah haji yang masuk daftar tunggu (waiting list). Keempat, dana haji milik calon haji yang masuk daftar tunggu tidak boleh digunakan keperluan apa pun kecuali untuk membiayai keperluan yang bersangkutan.
Risiko investasi
BPKH mempunyai tanggung jawab dalam mengelola dana haji dengan menempatkannya pada portofolio investasi yang dapat memberikan keuntungan. Namun, dalam proses investasi, ada beberapa risiko yang melingkupi kegiatan investasi. Penempatan dana untuk tujuan investasi tidak hanya mengandung risiko memperoleh keuntungan (positive return), tetapi sangat dimungkinkan proses investasi akan mengalami risiko kerugian (negative return) atau paling tidak terkena dampak risiko balik modal, break event point, (no return).
Pengelolaan dana haji selama ini masih sebatas penempatan pada portofolio investasi yang relatif cukup aman, yakni dalam bentuk deposito di bank syariah dan penempatan pada surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk. Model kedua investasi di atas risiko investasinya cukup aman karena dalam jumlah tertentu rekening deposito memperoleh jaminan dari Lembaga Jaminan Simpanan (LPS).
Penempatan dana dalam bentuk SBSN memperoleh jaminan underlying asset dari negara. Namun, return yang diperoleh relatif kurang besar jika dibandingkan dengan penempatan dana pada investasi di sektor riil, semisal pembangunan infrastruktur, ataupun investasi di sektor moneter yang berisiko tinggi (high risk), seperti saham.
Dalam hal ini berlaku hukum investasi, bahwa tingkat risiko investasi akan berbanding lurus dengan harapan untuk memperoleh keuntungan, high risk high return and low risk low return. Semakin tinggi risiko investasinya maka harapan untuk memperoleh keuntungan juga semakin besar.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat risiko investasinya maka harapan untuk memperoleh keuntungan juga rendah. Selain itu, kaidah investasi lain yang perlu dipedomani untuk mengurangi konsentrasi risiko investasi ialah jangan menempatkan telur dalam satu keranjang. Pada kondisi tertentu, perlu adanya penyebaran risiko investasi pada instrumen-instrumen investasi yang dirasa cukup aman dan masih bisa memberikan keuntungan.
Problem tersendiri, na’udzubillah, jika nantinya investasi dana haji mengalami risiko kerugian (negative return). Pertanyaannya, siapa yang harus bertanggung jawab jika investasi haji mengalami kerugian? Hal itu yang perlu digarisbawahi pemerintah dan pemangku kepentingan karena berkaitan dengan status kepemilikan dana haji yang statusnya milik umat, milik jemaah haji, yang wajib dilindungi. Karena itu, BPKH dalam menjalankan tata kelola dana haji dituntut untuk selalu memegang prinsip kehati-hatian (prudent) dan masih dalam koridor jalan yang aman (safety).
Pilihannya sudah jelas, sesuai dengan arahan Presiden, dana haji harus dikelola pada portofolio investasi yang dapat memberikan keuntungan (positive return) dan aman. Presiden telah memberikan contoh portofolio investasi yang aman melalui pembangunan infrastruktur. Hal itu sejalan dengan fokus pemerintahan saat ini yang menitikberatkan capaian pada pembangunan di sektor infrastruktur, seperti pembangunan tol, pelabuhan, bandara, mass rapid transportation seperti light rail transit (LRT). Ide Presiden untuk menginvestasikan dana haji tidak luput dari perspektif yang berbeda dari pihak lain yang berseberangan. Anggapan pihak lain bahwa pemerintah ingin 'pinjam dana haji' perlu didudukkan secara baik. Pemilihan kosakata 'pinjam dana' dengan 'penempatan investasi' sejatinya mempunyai makna yang sedikit berbeda. Semangat makna yang terkandung dari kedua kosakata itu yang dapat membedakannya. Dalam konteks ini, semangat makna kosakata 'penempatan investasi' bernuansa lebih positif jika dibandingkan dengan makna kata 'pinjam dana'.
Selanjutnya, BPKH dituntut untuk piawai dalam mengelola dana haji dan tetap menjaga risiko investasi pada jalur yang masih memberikan keuntungan. Dari sisi man power yang ada di BPKH saat ini, timnya cukup meyakinkan. Beberapa nama yang masuk struktur badan pelaksana sudah tidak asing lagi dan mempunyai pengalaman kuat di industri perbankan syariah, seperti Beny Witjaksono, Acep Riana Jayaprawira, dan Ajar Susanto Broto. Terpilihnya Ajar Susanto Broto di badan pelaksana sangat tepat karena kompetensi yang dimilikinya dalam penguasaan manajemen risiko di beberapa bank syariah sudah teruji. Keahlian Ajar dalam manajemen risiko di bank syariah sangat diharapkan dapat menjadi kekuatan di BPKH dalam melakukan mitigasi risiko investasi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved