Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
TIDAK sedikit pihak yang memprediksi Indonesia hanya akan menjadi tim pelengkap dalam Piala AFF 2016. Dengan tergabung di Grup A, skuat 'Garuda' berada di bawah bayang-bayang raksasa sepak bola Asia Tenggara, seperti juara bertahan Thailand, juara empat kali Singapura, serta tuan rumah Filipina. Jika dilihat secara sekilas, Indonesia memang hanya menjadi 'kuda hitam' dalam ajang dua tahunan tersebut. Sepak bola Tanah Air stagnan dalam beberapa tahun terakhir karena perseteruan pemerintah dengan PSSI yang membuat FIFA membekukan Indonesia dalam kurun setahun.
Saat sepak bola 'Merah Putih' beku, tim lain terus berkembang pesat. Misalnya, Thailand nyaris merealisasikan mimpi mereka berlaga di Piala Dunia 2018. The War Elephants julukan Thailand lolos ke putaran ketiga kualifikasi zona Asia. Mereka bersaing dengan raksasa 'Benua Hijau' lain, seperti Jepang dan Australia, meski kini peluang mereka berat karena baru mengumpulkan satu poin dengan hanya lima laga tersisa. Timnas Filipina juga memperkuat diri dengan menggencarkan proses naturalisasi pemain.
Apalagi, mereka akan bermain di depan pendukung sendiri sehingga juga diunggulkan keluar dari grup neraka itu. Hanya Singapura yang dinilai memiliki kekuatan berimbang dengan Indonesia. Setidaknya itulah penilaian asisten pelatih timnas, Wolfgang Pikal. "Thailand favorit besar untuk juara AFF. Filipina bermain di kandang dan punya 40 pemain naturalisasi, jelas Filipina kuat. Singapura tidak sebagus tahun sebelumnya. Mereka sama dengan kita banyak pemain muda kombinasi pemain senior," jelas Pikal. Pelatih Alfred Riedl pun mengaku realistis saat pasukannya akan menghadapi Thailand di laga perdana AFF 2016, besok sore. "Asal tidak kalah," kata dia, sambil melirik pelatih Thailand, Kiatisuk Senamuang, yang duduk di sebelah kanannya dalam konferensi pers di Manila, Filipina, kemarin.
Aturan yang mengekang
Jika dilihat dari masa persiapan, tim racikan Alfred Riedl masih jauh dari kata ideal. Situasi sepak bola nasional yang belum sepenuhnya normal pascapencabutan sanksi FIFA, ditambah dengan hiruk pikuk pemilihan ketua umum baru, membuat konsentrasi PSSI terbagi. Timnas pun dipaksa membatu dengan keputusan PT Gelora Trisula Semesta (PT GTS) bersama klub-klub Indonesia Soccer Championship (ISC) yang hanya memberikan kuota dua pemain per klub untuk dipanggil ke skuat 'Merah-Putih'.
Hal itu pun dikeluhkan langsung oleh Riedl karena dirinya menilai tidak bisa membawa skuat terbaik meski dikejar target tinggi. "Ketika saya dipilih sebagai pelatih timnas Indonesia, saya menargetkan final. Namun, kami mengubah target karena situasinya berubah. Saya hanya bisa memanggil dua pemain setiap klub sesuai dengan peraturan GTS," keluh juru taktik asal Austria itu. "Ini jelas sangat menyedihkan bagi saya sebagai pelatih karena ternyata tidak semua klub dan tidak semua orang mendukung tim nasional. Asal kalian tahu, kami tidak bisa membentuk tim yang terkuat karena ada beberapa pemain yang tidak bisa kami ajak dengan adanya peraturan itu," tandasnya.
Sindiran Riedl sangat beralasan karena tim sebesar Thailand pun tampil dengan materi skuat terbaik. Salah satu klub raksasa 'Negeri Gajah Putih', Muangthong United, bahkan rela menyumbang sembilan pemain untuk membela timnas di ajang yang baru diakui FIFA pada perhelatan tahun ini tersebut. Di Indonesia, setidaknya terdapat dua klub ISC yang tidak memprioritaskan timnas, yakni Persipura dan Semen Padang.
Tim terakhir terlebih dahulu enggan melepas kiper mereka, Jandia Eka Putra, pada masa awal pemusatan latihan. Sementara itu, 'Mutiara Hitam' julukan Persipura menolak melepas Yohanes Ferinando Pahabol untuk menggantikan Irfan Bachdim yang mendadak cedera. Riedl akhirnya memilih memanggil penyerang PSM Makassar, Muchlis Hadi Ning Syaifulloh. Itu pun belum tentu diizinkan timnya.
Kondisi itu tentu mereduksi potensi Andik Vermansyah dkk di turnamen se-Asia Tenggara itu. Timnas seharusnya menjadi muara bergulirnya kompetisi, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Klub lebih memprioritaskan kelanjutan mereka di liga lokal ketimbang berkomitmen memajukan timnas ketika mereka mempertaruhkan nama bangsa di lapangan hijau.
Menantang badai
Seluruh hambatan tersebut bukan kemudian membuat kans Indonesia berbicara banyak di Piala AFF 2016 hanya 0%. Sejak kembali berkiprah di dunia internasional, timnas 'Garuda' menunjukkan daya juang untuk kembali bangkit. Dalam empat laga pemanasan jelang AFF 2016, Boaz Solossa dkk menang atas Malaysia 3-0 dan imbang 2-2 dengan Vietnam dalam laga uji coba di dalam negeri serta menuai hasil seri dengan Myanmar 0-0 dan kalah 2-3 dari Vietnam pada laga uji coba di luar negeri.
Kebijakan Riedl yang mengedepankan pemain muda dalam skuat pun patut dipuji. Pelatih yang membawa timnas ke final Piala AFF 2010 itu memarkir nama-nama langganan timnas, seperti Ahmad Bustomi dan Firman Utina, serta memanggil eks kapten timnas U-19, Evan Dimas, untuk berkolaborasi dengan pemain naturalisasi, Stefano Lilipaly. Di lini belakang, Riedl pun mempercayakan jantung pertahanan kepada duet anyar, Fachrudin Aryanto dan Yanto Basna.
Untuk memburu gol, pemain senior Boaz Solossa akan didampingi dua sayap, Andik Vermansah dan Rizky Rizaldi Pora. Komposisi itu disebut pengamat sepak bola sekaligus mantan pemain timnas Indonesia, Imran Nahumarury, cukup untuk membuat kejutan. "Pemain muda akan punya motivasi berlipat saat bertanding. Selain itu, komposisi pemain baru membuat kualitas tim belum banyak terdeteksi tim lawan," tuturnya. Harapan agar Indonesia berprestasi pun datang dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Kementerian yang dipimpin Imam Nahrawi itu menargetkan skuat asuhan Alfred Riedl minimal finis di empat besar jika ingin berkiprah di SEA Games 2017 mendatang. "Sepak bola dipertimbangkan (untuk SEA Games 2017) jika masuk empat besar. Kalau di babak penyisihan sudah tepar, kan, tidak lucu," ujar Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Gatot S Dewa Broto. Dalam dua edisi Piala AFF sebelumnya, Indonesia tidak mampu keluar dari kerasnya persaingan di babak grup. Torehan terbaik skuat 'Garuda' ialah menjadi finalis pada empat edisi, yakni 2000, 2002, 2004, dan 2010. (R-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved