Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
TUNTAS sudah ingar-bingar Olimpiade di Rio de Janeiro, Brasil, 5-21 Agustus lalu, yang sukses mengembalikan tradisi emas Indonesia melalui cabang olahraga bulu tangkis. Kini, pesta olahraga di level nasional diselenggarakan di Jawa Barat bertajuk Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX/2016 Jawa Barat. Sebanyak 34 provinsi peserta PON akan memperebutkan gelar juara umum yang juga menjadi barometer olahraga nasional mulai 17 hingga 29 September di 16 kabupaten/kota penyelenggara PON. Sebanyak 44 cabang olahraga dan 756 nomor pertandingan dipentaskan dalam PON XIX/2016 Jabar dan melibatkan lebih dari 9.000 atlet. Sebagai ajang pertaruhan gengsi daerah, setiap provinsi menyiapkan dengan serius kontingen yang akan berlaga. DKI Jakarta, misalnya, juara umum PON XVIII/2012 Riau, menggelar pemusatan latihan daerah dengan dibantu puluhan pelatih asing. Sebanyak 16 cabang olahraga juga diberangkatkan Ibu Kota ke luar negeri untuk menggelar latihan terpusat.
Dengan titel perebutan gengsi daerah, perhelatan PON tak terlepas dari sejumlah hal kontroversial. Misalnya saja jual-beli atlet. Anggota Komisi X DPR yang juga mantan atlet tenis nasional Yayuk Basuki menyesalkan masih maraknya praktik jual-beli atlet dalam penyelenggaraan PON. Anggota parlemen dari Partai Amanat nasional itu pun meminta para pemangku kepentingan olahraga bisa mengatur secara tegas soal praktik mutasi atlet. "Jadi, harus ada aturan yang mengatur, misalnya atlet yang bisa dimutasi ke daerah lain minimal berapa tahun dan berapa banyak yang bisa dimutasi. Kalau melanggar sanksinya apa itu harus ada aturan yang jelas di KONI Pusat ataupun KONI daerah," kata mantan petenis yang masuk peringkat 20 besar dunia itu. "Jangan sampai atlet lebih memilih bermain di PON jika dibandingkan dengan saat dibutuhkan di SEA Games, Asian games, dan Olimpiade dengan alasan ada iming-iming dana yang menggiurkan," kata Yayuk. Untuk perhelatan edisi ke-19 ini, Ketua Bidang Pertandingan PB PON Yudha Munajat Saputra mengatakan pihaknya mencoret lebih dari 400 nama atlet saat entry by name kontingen PON. Atlet yang namanya dicoret menurut Yudha terkait dengan sejumlah hal. Beberapa di antaranya melebihi batas usia yang disyaratkan atau masih disengketakan antardaerah.
"Per 10 September lalu, komisi keabsahan sudah selesai menjalankan tugas. Hasilnya ada lebih dari 20 atlet yang diperbolehkan tampil di PON. Bila ada yang tidak puas dengan putusan komisi keabsahan, bisa mengajukan banding melalui dewan hakim yang masa tugasnya sampai 2 Oktober," kata dia. Persoalan yang menyangkut praktik jual-beli atlet bukannya tidak menjadi perhatian Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat sebagai Panitia Pengawas dan Pengarah PON. Sudah ada ancang-ancang untuk merevisi SK Nomor 56 Tahun 2010 yang dijadikan acuan dalam proses mutasi atlet. "Ini nanti akan kita coba berlakukan pada PON XX/2020 Papua. Dengan begitu, aturan akan lebih ketat lagi. Tentu juga dengan mendengar masukan dari daerah dan induk cabang olahraga," ujar Yudha.
Pembatasan umur
Di sisi lain, bagi pengurus induk cabang olahraga, perhelatan PON menjadi bagian dari proses pembinaan dan kaderisasi atlet. Karena itulah sejumlah cabang olahraga menerapkan pembatasan umur bagi atlet daerah yang akan berlaga di ajang PON. Salah satunya ialah cabang olahraga dayung. Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia (PB PODSI) Budiman Setiawan menuturkan pembatasan usia untuk atlet yang bertanding di PON XIX/2016 Jabar merupakan salah satu upaya pihaknya untuk mengangkat juga sisi pembinaan pada ajang tersebut. "Kami sadar sebagai salah satu cabang unggulan, kami harus melihat juga dari sisi itu meskipun tidak bisa dimungkiri daerah butuh atlet-atlet yang membela mereka untuk kebanggaan daerahnya. Kami lakukan pembatasan usia maksimal 28 tahun dari yang sebelumnya tidak kami batasi," kata Budiman. Pertimbangannya ialah seorang atlet dayung biasanya mencapai performa puncaknya pada usia 23 tahun.
Dengan demikian, sebagai atlet dewasa, minimal pedayung tersebut bisa merasakan dua kali PON yang diadakan empat tahun sekali tersebut. "Dia juga bisa mengukur dirinya di PON, bisakah untuk ajang yang lebih tinggi. Kalaupun juara-juara ajang internasional ikut lagi di PON, tidak menutup kemungkinan ada atlet muda dari daerah yang tiba-tiba mengalahkan juara-juara itu," ujar Budiman. Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) Gita Wirjawan mengakui pembatasan kelompok umur menjadi hal yang perlu didiskusikan ulang untuk PON ke depannya. PON harus menjadi wadah bagi para pemain muda yang mungkin belum punya banyak kesempatan di ajang internasional. Yang terjadi kini ialah pemain muda terpaksa tergusur oleh pemain-pemain yang sudah matang dan berkelas internasional. Pembatasan umur maksimal 25 tahun untuk cabang bulu tangkis masih memungkinkan hal tersebut. "Harus didiskusikan kembali apakah masih perlu bulu tangkis mempertandingkan semua kelompok umur di PON. Juga apakah masih perlu para juara ajang internasional seperti All England bahkan Olimpiade masih harus ikut PON?" jelas Gita. Menurut Gita, ikut sertanya juara ajang internasional di PON otomatis mengurangi kaveling buat pemain muda yang mungkin usianya masih 14-16 tahun. "Padahal, para pemain muda ini yang harusnya punya tempat di PON kalau kita berbicara kaderisasi. Selama ini PON sudah berfungsi sebagai ajang kaderisasi, tapi masih kurang," ungkap Gita. Tidak semua cabang memang mengaplikasikan aturan pembatasan umur di PON. Pengurus Besar Persatuan Angkat Berat, Binaraga, dan Angkat Besi Seluruh Indonesia, contohnya. Ketua Umum PB PABBSI Rosan Perkasa Roeslani mengungkapkan cabang yang dia pimpin sejak 2015 lalu tersebut tidak akan menjaring bibit-bibit baru melalui PON. PON hanya menjadi ajang uji coba para atlet pelatnas mereka agar dapat meningkatkan performa atlet sebelum bergabung kembali di pelatnas 1 Oktober mendatang.
"Di PON kita tidak mencari potensi atlet, tetapi justru sebagai ajang atlet nasional untuk menjaga kondisi mereka karena setelah PON masih ada event-event lainnya. Ada 13 atlet pelatnas kita yang turun di PON dan itu menjadi salah satu kriteria kita untuk memantau dan melihat prestasi mereka konsisten atau tidak," ujar Rosan kepada Media Indonesia.
Rekrutmen
Bagi cabang lainnya, PON menjadi ajang untuk merekrut atlet nasional yang akan dibina dalam pelatnas. Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PB PJSI) Mulyono mengatakan ajang PON sekaligus menjadi bagian awal dari upaya pihaknya untuk mencari pola pembinaan terbaik untuk mengembalikan prestasi judo di ajang internasional. "Kami terus mencari pola pembinaan terbaik. Ajang PON ini menjadi langkah pertama karena kami bisa melihat potensi judoka daerah yang masuk kriteria umtuk menjadi atlet nasional dan dibina PB PJSI," kata pria yang juga Kepala Staf TNI-AD itu. Pelaksana Tugas Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia Hinca Panjaitan mengatakan PON merupakan ajang untuk melahirkan pemain-pemain masa depan Indonesia yang akan membela tim nasional. "PON itu ajang kompetisi bergengsi dan berkualitas di level pemain muda sebagai cikal pemain-pemain berbakat menuju pemain nasional. Gengsinya juga tinggi karena sangat ketat prakualifikasi antardaerah dan sifatnya juga sangat kental dengan nama daerah," tandasnya. PON sebagai pesta olahraga empat tahunan itu selama ini menjadi kancah kompetisi pembinaan antardaerah. Alangkah ideal jika PON juga menjadi tempat menyemai potensi atlet untuk meraih prestasi di tingkat internasional. Itu tidak mudah karena banyak masalah terkait dengan atlet yang muncul di setiap penyelenggaraan. PON yang dilangsungkan di 'Tanah Legenda' tahun ini diharapkan memunculkan banyak atlet potensial bagi kepentingan nasional. Tidak hanya terhenti pada capaian di PON sebagai prestasi maksimal.
(Rul/Mag/Sat/R-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved