Lahan Pertanian Terus Menurun

Cikwan Suwandi
23/2/2017 09:05
Lahan Pertanian Terus Menurun
(MI/BAGUS SURYO)

LAHAN pertanian di lumbung pangan terus berkurang. Seiring dengan itu, iklim yang tidak bersahabat memicu turunnya harga gabah yang dijual petani. Seperti di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, hingga saat ini masih dibingungkan dengan luas lahan pertanian yang ada.

Tim Panitia Khusus Raperda Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) DPRD Kabupaten Karawang menerima dua laporan tentang luas lahan pertanian di Karawang yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik dan citra satelit yang dikeluarkan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan).

Menurut Danu Hamidi, Ketua Pansus Raperda LP2B DPRD Karawang, data yang dikeluarkan BPS ialah 97 ribu hektare, sedangkan dari hasil pencintraan satelit Lapan pada 2014, luas lahan pertanian sekitar 102 ribu hektare.

“Kami khawatir ada perkiraan perubahan lahan karena alih fungsi lahan oleh pembangunan. Crosscheck data perlu dilakukan melalui petugas kecamatan dan penyamaan data melalui luas perizinan,” jelasnya.

Dikatakan Danu, lahan yang akan digunakan untuk LP2B berdasarkan data 2013-2014 seluas 89.800 hektare. “Langkah perlin-dungan lahan untuk memenuhi swasembada pangan. Misalnya target setiap tahun 1,3 juta ton per tahun. Dengan luas lahan 89 ribu hektare dan rata-rata panen 7 ton ialah 670 ribu hektare. Kemudian dikalikan dua kali panen,” ucapnya.

Hal sama juga terjadi di Kota Sukabumi. Dinas ketahanan pangan, pertanian, dan perikanan setempat terus menggenjot program diversifikasi pangan. Penyebabnya luas lahan pertanian terus berkurang. Salah satu upaya yang dilakukan dengan menggantikan nasi dan tepung dengan makanan lain yang setara.

“Kita ganti nasi dengan hanjeli (biji-bijian) dan lainnya,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan Kota Sukabumi, Kardina Karsoedi.

Saat ini lahan sawah di Kota Sukabumi tersisa sekitar 1.480 hektare. Produktivitasnya sebanyak 24 ribu ton dengan estimasi produksi per hektare sekitar 6,7 ton, dengan indeks masa tanam 2,4 kali.

Harga merosot
Masih terkait dengan ketahanan pangan, merosotnya harga gabah di sejumlah daerah karena kualitas panen yang buruk. Hal itu dampak dari curah hujan yang tinggi. Gabah hasil panen mengandung kadar air teramat tinggi.

“Di sisi lain, petani tidak memiliki teknologi pengeringan untuk mengolah gabah agar lebih cepat kering,” kata Kabid Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung, Harnani Imtikhandari.

Sama halnya di Karawang, para petani di Desa Cengkong, Kecamat­an Purwasari, menjerit karena gabah hasil panen hanya ditawar Rp2.000 per kilogram oleh sejumlah tengkulak. Harga tersebut jauh dari harga pembelian pemerintah Rp3.700 per kilogram.

“Rasanya mau nangis, panen kali ini enggak ada untungnya. Kami cuma ditawar tengkulak Rp2.000 hingga Rp3.000 per kilogram,” kata Ketua Kelompok Tani Sri Asih, Emin, 66, kepada Media Indonesia.

Sementara itu di Jawa Timur, hasil panen padi di kawasan pantura Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, merosot lebih dari 50%.

“Hasil panen turun, kami merugi,” keluh Matekan, petani setempat. (BB/YK/N-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya