Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
SYAITS Asyam, mahasiswa angkatan 2015 Program Studi Teknik Industri Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta digadang ibunya, Sri Handayani, menjadi Menteri Riset dan Teknologi.
Namun apa lacur, asa itu tidak akan terwujud lantaran Asyam merupakan satu seorang dari tiga mahasiswa UII yang meninggal dunia seusai mengikuti Pendidikan Dasar The Great Camping (TGC) Mapala Unisi UII di lereng selatan Gunung Lawu, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah, pada 21 Januari 2017 lalu.
"Sebagai manusia kita hanya bedoa dan memohon kepada Allah, tentang diwujudkan atau tidak, itu terserah Allah. Tapi manusia harus tetap punya cita-cita dan optimis," ujar Sri Handayani saat ditemui di rumahnya, di Jetis, Caturharjo, Sleman, DIY, Rabu (25/1).
Ia tampak begitu tabah dan sabar atas kepergian anak semata wayangnya selama-lamanya. Ia terlanjur menganggap putra kesayangannya yang lahir di Sleman pada jam setengah 7, tanggal 7 bulan 7 pada 1997 lalu itu tetap menjadi seorang Menristek baginya.
"Dia (Asyam) sudah menjadi seorang menteri, karya ilmiahnya melebihi sebagai menteri. Sangat berguna untuk penyelamatan lingkungan," imbuhnya.
Asyam merupakan pelajar berprestasi saat duduk di bangku SMA Kesatuan Bangsa, Bantul, DIY. Beberapa medali pernah diperolehnya. Pada 2014, sang buah hati berhasil mendapatkan medali emas Bidang Kimia di Indonesian Science Project Olympiad (ISPO) 2014 di Jakarta. Kemudian medali emas bidang Kimia di International Science Project Olympiad (ISPRO) 2014 di Jakarta, dan juga medali emas dalam International Environment and Sutainability Olympiad (INESPO) 2014 di Belanda.
Sejak kecil, Asyam sudah terlihat sebagai anak yang aktif. Sri membuka sejumlah album keluarga, dia menunjukkan foto Asyam kecil saat mengukuti acara di sekolahnya. Di album, terlihat foto Asyam sedang main drumband, dan sejumlah foto Asyam memakai baju adat Jawa, dan memakai seragam Partoli Keamanan Sekolah (PKS).
"Ini album keluarga dan foto-foto Asyam waktu masih kecil," ujarnya.
Saking aktifnya, Sri memasukkan Asyam di sekolah yang banyak esktrakurikuliernya. Asyam masuk di SD Muhammadiyah Sleman, lulus lalu masuk di SMP 1 Sleman, dan tingkat atas, Asyam masuk di SMA Kesatuan Bangsa, Bantul.
"œDari pagi sampai sore (Asyam) penuh dengan kegiatan. Jadi energinya disalurkan kepada kegiatan dan hal-hal yang positif," imbuhnya.
Di SMA Kesatuan Bangsa inilah, Asyam mulai menapaki prestasi. Sejumlah medali emas Asyam dapatkan. Pak Menteri, begitulah Sri Hadnayani, menyapa Asyam. Karena disamping Asyam pandai dalam bidang kimia, Sri Handayani juga menggadang Asyam menjadi Menristek Indonesia pada nantinya.
"Saya memanggilnya Pak Menteri," kenang Sri Handayani.
Untuk mewujudkan keinginan ibunya, Asyam pun masuk ke UII mengambil Prodi Teknik Industri. Dan tak hanya itu, setelah lulus kuliah, Asyam bercita-cita melanjutkan kuliah ke Oxford University. Cita-cita Asyam itu semua ditulis di sebuah perencanaan karier berbentuk piramida, berjudul My Career Plan.
Rencana karier itu ditulis tangan dan menempel di tembok kamar Asyam. Sri mempersilakan untuk melihatnya sendiri. Paling atas ada tulisan Success, dan matahari yang bersinar cerah. Di bawahnya ada dua buah gambar awan, sisi kanan dan kiri. Keduanya terhubung dengan sebuah garis lurus melengkung dua warna, merah dan hitam. Gambar awan sebelah kiri bertulisan Zero dan sebelah kanan Hero.
Di bawahnya, Asyam menggambar sebuah piramida yang masing-masing berisi perencanaannya dalam menggapai asa. Paling bawah bertuliskan tentang proses belajar yang harus dilalui dari waktu ke waktu. Dan paling atas bertuliskan S2 di Oxford, menjadi orang sukses, menjadi teladan, dan membahagiakan orangtua. Bahkan Asyam sudah menargetkan lulus dari UII pada 2019.
Asyam termasuk sosok yang rajin beribadah dan sangat hormat kepada orangtua. Begitulah kenang Sudiyo, tetangga Asyam yang rumahnya, berjarak sekitar 30 meter dari rumah Asyam.
Sudiyo masih ingat, sewaktu menjelang Idul Fitri, tiba-tiba Asyam menghampirinya dan memberinya uang sebesar Rp25.000. Setelah itu, Asyam menyalami Sudiyo dan mencium tangannya.
"Asyam itu anak baik, sopan, dan kalau salaman dengan orang tua selalu cium tangan," katanya.
Ibu Asyam pun punya kenangan tersendiri dan yang terakhir kalinya. Sebelum meninggal, Asyam mencium tangan ibunya, dan meminta maaf semua kesalahan yang dia perbuat.
"Saya mengantarkan pas sakaratul maut anak saya. Dia sempat mencium tangan saya untuk minta maaf," ucap Sri lirih.
Bagi dia, Asyam adalah sosok menteri bari dirinya dan keluarganya. Dia berharap, karya penelitian anaknya dapat diimplementasikan dan memberikan manfaat kepada masyarakat. Seperti karya ilmiah anaknya tentang lingkungan, bagaimana cara mengatasi limbah di laut.
Asyam ialah sosok yang telah mengharumkan bangsa dengan sejumlah medali yang dia dapatkan di laga olimpiade internasional. Berkat itu, Asyam juga pernah diundang Presiden Joko Widodo pada 17 Agustus 2016 lalu, untuk menghadiri upacara di Istana, dan sempat bertemu Menteri Pendidikan.
Sri pun berharap Presiden Jokowi sudi mampir ke rumahnya di Jalan Magelang, dan menengok kamar Asyam, kamar sang Menristek masa depan.
"Saya ingin Pak Jokowi datang ke rumah saya. Pak Jokowi tolong ke sini," harapnya.
Kini Asyam telah tiada, dia mengembuskan nafas terkahir di RS Bethesda pada Sabtu (21/1), sekitar pukul 14.45 WIB. Selain Asyam, ada dua mahasiswa UII lainnya yang juga mengikuti Dikdas TGC Mapala Unisi UII, meninggal dunia. Mereka adalah Ilham Nurfadmi Listia Adi dan Muhammad Fadhli. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved