Molor Perda karena Anggota Malas

KEKESALAN Amri Cahyadi memuncak. Rabu (28/12/2016), dia bersungut karena rapat paripurna DPRD Bangka Belitung harus dibatalkan karena tidak kuorum.

Siang itu, DPRD seharusnya menggelar rapat paripurna pengambilan keputusan terhadap tiga rancangan peraturan da-
e­rah (raperda) inisiatif dan penyampaian hasil reses II 2016. Namun, dari 45 anggota, ternyata hanya 27 wakil rakyat yang datang. Karena kurang dari 30 orang, rapat tidak kuorum dan dibatalkan.

“Sebagian besar wakil rakyat enggan menghadiri sidang paripurna, tapi mereka rajin datang untuk mengikuti kunjungan kerja ke luar daerah,” papar Amri, yang juga Wakil Ketua DPRD Bangka Belitung.

Meski mereka dalam kondisi sakit, lanjut dia, kunjungan kerja ke luar daerah tidak pernah dilewatkan. Itu berbeda dengan saat mereka harus menghadiri rapat paripurna di gedung dewan, kebanyakan justru beralasan sakit dan tidak hadir.

Rapat paripurna raperda inisiatif membahas tiga masalah, yakni pengelolaan sumber daya laut dan perikanan, penyertaan modal, serta penyangga harga karet.

Ketua Badan Kehormatan DPRD Bangka Belitung Yusderahman berjanji akan menelusuri ketidakhadiran para anggota dewan itu. “Kami akan panggil dan minta keterangan dari mereka. Raperda ini penting bagi masyarakat dan seharusnya mereka tidak menyepelekannya.”

Menggodok raperda menjadi perda memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Di Sumatra Barat, upaya menerbitkan 19 perda selama 2016 juga gagal dilaksanakan.

Dewan baru bisa menuntaskan 13 raperda menjadi perda. “Ini sudah maksimal. Selama 2016, banyak kegiatan kedewanan lain yang mesti dilakukan anggota,” papar Ketua DPRD Sumatra Barat Hendra Irwan Rahim, akhir pekan lalu.

Ketua Badan Legislasi Daerah DPRD Sumbar Risnaldi menyatakan banyak hal yang menjadi perhatian anggota dewan. “Kami perlu melakukan tukar pendapat dengan dinas dan lembaga terkait, akademisi, juga perwakilan masyarakat.” (RF/YH/N-2)