Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
ANGGOTA Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dapil Bali Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna tidak mempersoalkan dirinya di-bully di media sosial (medsos) terkait tulisan di akun Facebook-nya yang dinilai rasis, sektarian, dan provokatif.
Tulisan Wedakarna itu menyikapi peluncuran pecahan uang kertas dan logam baru dari Bank Indonesia, Senin (19/12), yang kini tidak lagi menampilkan gambar I Gusti Ngurah Rai. Sebelumnya, gambar pahlawan asal Pulau Dewata itu terdapat pada pecahan uang Rp50 ribu.
"Nggak apa-apa, dalam artian ini negara demokrasi," ujar Wedakarna saat dimintai konfirmasi melalui sambungan telepon, Rabu (21/12).
Status Wedakarna yang mendapat respons negatif dari netizen itu tertulis seperti ini;
'Dapat kiriman gambar ini dari sahabat di Jakarta - Prihatin gambar pahlawan I Gusti Ngurah Rai dan Gambar Pura Ulun Danu 'hilang' dari kertas uang negara, justru di Pemerintahan Joko Widodo. Pak Presiden dan Gubernur BI, apa salah Bali? Apakah 72% kemenangan saat Pilpres 2014 dr rakyat Hindu Bali kurang cukup? Ini keprihatinan mendalam dari seorang putra Bali. Belum juga aspirasi rakyat Bali untuk Perpres 51/2014 yg menjadi dasar mereka mereklamasi laut Bali tidak kunjung dicabut oleh pusat. Menjaga ke-Indonesia-an lewat simbol itu penting. Semoga Tuhan memberkati Bali n Nusantara. MAAFKAN kami Pahlawan Ngurah Rai! Kami tidak berdaya menghadapi pusat. @jokowi#janganpercayapartai#sudahlah#72jadi27#nityawacana#gantigubernurBI#orangbaliharusberanibersikap.'
Wedakarna, yang mengaku sebagai keturunan Raja Majapahit Bali, itu justru senang karena ada orang dalam jumlah yang sangat banyak mengomentari statusnya.
Ia menegaskan, komentar terhadap statusnya itu bukan hanya kecaman tapi juga pujian. Menurut dia, belum ada tulisan pejabat Bali di medsos yang dengan cepat mendapat komentar netizen dalam jumlah sangat banyak seperti yang terjadi terhadap tulisannya.
"Bukan hanya kecaman, tapi pujian juga lho. Pendukung saya juga ada baca. Biar nggak salah. Saya senang sekali karena (status) Facebook saya sudah dibaca hampir 1 juta orang. Belum pernah ada status pejabat di Bali yang dalam waktu 24 jam dibaca oleh 1 juta orang. Ini prestasi buat saya, dan saya sangat senang sekali," tegasnya.
Wedakarna mengatakan, dalam negara demokrasi, hal lumrah jika ada yang mengecamnya. Ia menegaskan, tulisan status di Facebook-nya itu merupakan bentuk pembelaan terhadap pahlawan I Gusti Ngurah Rai.
"Artinya, dengan adanya status sederhana dari seorang senator yang membela pahlawan Ngurah Rai, artinya sekarang ada 1 juta orang di Indonesia yang tahu dan membicarakan tentang Ngurah Rai," ujarnya.
Ia menambahkan, dengan adanya status itu pengikutnya di medsos justru bertambah.
"Sekarang justru pengikut saya di media sosial bertambah banyak. Saya lihat positifnya," katanya.
Wedakarna juga dengan tegas membantah tulisan di akun Facebook-nya rasis, sektarian, dan provokatif. Tulisannya itu sama sekali tidak mengandung provokasi SARA. Apalagi, ia juga menulis di Facebook tentang sosok pahlawan asal Bali, Mr Gusti Ketut Pudja, yang fotonya ada pada uang logam pecahan Rp1.000.
"Buat saya, kalau dibaca baik-baik status saya itu tidak ada satu pun yang mengandung SARA, karena redaksional proposional kalimat-kalimat yang saya sampaikan memang itu sejarah. Contoh, misalkan Mr Gusti Ketut Pudja dalam status saya di Facebook, saya memang menyampaikan Mr Gusti Ketut Pudja yang ada di koin 1.000 (uang logam pecahan Rp1.000) itu beliau adalah penolak dari Piagam Jakarta, yang merupakan Piagam Syariat. Itu kan kenyataan yang harus disampaikan kepada publik dong. Makanya saya sampaikan, tidak ada yang SARA. Memang secara proposional, apa adanya saja. Intinya saya happy karena sekarang berbicara tentang Ngurah Rai," tegasnya.
Ia menjelaskan, substansi yang disampaikan dalam tulisannya itu ialah mempertanyakan keputusan pemerintah pusat yang mengganti gambar Ngurah Rai pada kertas uang negara. Hal ini, kata Wedakarna, sesuai dengan fungsinya sebagai anggota DPD sebagai pengawas UU.
"Karena masyarakat mempercayai saya selaku DPD untuk mengontrol pemerintah. Sesuai dengan amanat konstitusi adalah untuk mengontrol pemerintah," jelasnya.
Ia melanjutkan, ia hanya memberi masukkan kepada pemeritah pusat bahwa ada orang Bali yang keberatan dengan penggantian gambar pahlawan Ngurah Rai itu.
"Ada yang tidak keberatan (mengganti gambar pahlawan Ngurah Rai pada uang kertas), ada yang keberatan. Saya mewakili yang mungkin keberatan atau ingin mempertanyakan kenapa kok diganti," katanya.
Hanya saja, pada bagian lain penjelasannya, Wedakarna mengaku ia pada dasarnya tidak mempermasalahkan hilangnya gambar pahlawan Ngurah Rai pada kertas uang tersebut. Yang dipersoalkan Wedakarna ialah momentum yang tidak tepat mengganti gambar pahlawan Ngurah Rai itu.
"Menurut saya, masyarakat belum tahu dan pemerintah pusat juga mungkin tidak tahu kalau momentum penggantian foto kurang tepat. Karena pada 30 Januari 2017, kurang lebih satu bulan lebih dari sekarang kita akan memperingati 100 Tahun Pahlawan Gusti Ngurah Rai. Jadi kenapa penggantian foto itu justru kok momentumnya 1 abad ini kok momentumnya buat saya tidak tepat. Jadi sebagai wakil rakyat, boleh dong saya berbeda pendapat dengan pemerintah. Itu saja," tegasnya.
Ia mengakui, kepentingan Bali sebenarnya sudah diakomodasi dalam penggantian gambar uang tersebut. Sebab, kata dia, gambar Ngurah Rai sebenarnya masih ada pada pecahan uang kertas Rp50.000, yang hanya bisa dilihat dengan diterawang. Juga ada gambar pahlawan Mr Gusti Ketut Pudja pada pecahan uang logam Rp1.000, dan gambar Tari Legong.
"Sebenarnya foto Ngurah Rai dicantumkan diterawang dalam uang baru Rp50.000. Sebenarnya masih ada, walaupun secara kasat mata tidak kelihatan. Kemudian ada (gambar) Tari Legong, ada pahlawan Mr Gusti Ketut Pudja. Saya sih malah senang sekali. Cuman yang saya sayangkan dan mudah-mudahan agar tidak terjadi di kemudian hari, mungkin beberapa tahun ke depan, ketika pergantian uang, mungkin pergantian uang itu harus melihat momentum," katanya.
Wedakarna mengaku setuju jika gambar pahlawan pada uang negara dicantumkan secara bergilir.
"Saya setuju-setuju aja. Sebagai seorang nasionalis saya setuju. Nah, cuma buat saya, saya harus menyampaikan kepada rakyat saya yang mempertanyakan kepada pemerintah pusat, kepada Presiden, kepada Gubernur BI, boleh dong saya sampaikan. Nanti kalau saya tidak menyampaikan, saya malah dianggap tidak menjadi jembatan buat mereka," tandas Wedakarna. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved