Headline

Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.

PT Vale Tetap Perkasa di Tengah Badai Krisis Ekspor Nikel Sulsel Berkat 3 EBT

 Lina Herlina
13/8/2025 22:03
PT Vale Tetap Perkasa di Tengah Badai Krisis Ekspor Nikel Sulsel Berkat 3 EBT
Ilustrasi(MI/Lina Herlina )

INDUSTRI nikel Sulawesi Selatan tengah menghadapi tekanan berat akibat penurunan ekspor hingga 20,94%. Namun, di tengah kondisi yang menantang ini, PT Vale Indonesia Tbk justru menunjukkan ketahanan luar biasa dengan terus meningkatkan produksi selama tiga tahun berturut-turut.

Ketika Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Sulsel periode Januari-Mei 2025 anjlok menjadi US$636,65 juta, dan khusus ekspor nikel menyusut US$56,07 juta (13,97%), PT Vale Indonesia justru mencatatkan tren positif yang mengagumkan.

"PT Vale dalam tiga tahun terakhir justru produksinya meningkat dari tahun ke tahun. Walaupun tidak terlalu signifikan ya, tapi meningkat dari tahun ke tahun," ungkap Wakil Presiden Direktur dan Chief Operation and Infrastructure Officer PT Vale, Abu Ashar, beberapa waktu lalu di Sorowako, Luwu Timur.

Produksi nikel PT Vale tiga tahun terakhir dalam bentuk matte pada 2022 sebanyak, 60.090 ton, 2022 naik jadi 70.728 ton, dan 2024 naik lagi sebanyak 71.311 ton.

Lalu, yang membuat bagian perusahaan tambang anggota MIND ID ini berbeda dari kompetitor lainnya adalah kepemilikan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebagai energi baru terbarukan (EBT).

Perusahaan yang berbasis di Sorowako, Luwu Timur, Sulsel ini, punya tiga PLTA, yaitu PLTA Larona, dengan kapasitas 165 MW (Megawatt) beroperasi sejak tahun 1979.

PLTA Balambano berkapasitas 110 MW yang beroperasi sejak tahun 1999 dan PLTA Karebbe berkapasitas 90 MW, beroperasi sejak tahun 2011. Keunggulan ini menjadi fondasi kuat perusahaan untuk bertahan di tengah gejolak harga nikel global.

"PT Vale mempunyai PLTA yang merupakan energi baru terbarukan yang belum tentu perusahaan lain memiliki itu. Ini keunggulan pertama PT Vale bahwa kami punya smelter, kami punya energi baru terbarukan dari PLTA yang bisa kami optimalkan dengan baik," jelas Abu Ashar.

Berkat efisiensi energi dari PLTA tersebut, meskipun harga nikel melemah akibat oversupply global dan perlambatan ekonomi Tiongkok, PT Vale mampu melakukan efisiensi operasional yang memungkinkan perusahaan tetap untung.

Sementara banyak smelter di Sulsel terpaksa menghentikan operasi dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), PT Vale justru memberikan jaminan kepastian kerja bagi karyawannya.

"Walaupun harga nikel menurun, kami bisa lakukan efisiensi dengan baik untuk bisa tetap bertahan dan tidak ada rencana untuk PHK," tegas Abu Ashar.

Kebijakan ini kontras dengan kondisi industri nikel secara umum yang mengalami tekanan margin keuntungan dan terpaksa merumahkan sebagian tenaga kerja. PT Vale juga memiliki keunggulan dalam hal kepastian pasar. Seluruh produksi nikel perusahaan disalurkan ke dua mitra strategis di Jepang dengan kontrak jangka panjang yang terjamin.

"Produksi kami kan dikirim ke Jepang. Ada dua, 20%-nya ke Sumitomo, Jepang. 80%-nya ke Vale Japan Limited. Demand selalu ada jangka panjang," ungkap Abu Ashar.

Strategi ini memberikan kepastian permintaan yang tidak dimiliki oleh banyak produsen nikel lainnya yang bergantung pada fluktuasi pasar spot internasional.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Selatan, Rizki Ernadi Wimanda, mengakui bahwa gejolak ekonomi global masih berlanjut dan memberi dampak pada perlambatan ekonomi di banyak negara, termasuk Indonesia.

"Ekonomi global kini masih bergejolak. Dampaknya semua negara mengalami perlambatan, tidak terkecuali Sulsel," ujar Rizki dalam diskusi Sulsel Talk di Kantor BI Perwakilan Sulsel, Selasa (12/8).

Salah satu sumber tekanan terbesar datang dari sektor pertambangan, khususnya nikel. Komoditas ini selama ini menjadi salah satu penopang utama ekspor Sulsel. Namun, harga dan permintaan nikel di pasar internasional tengah melemah.

Rizki menjelaskan, penurunan harga nikel dipicu oleh tiga faktor utama, yakni kondisi oversupply di pasar global, perlambatan ekonomi Tiongkok sebagai konsumen terbesar nikel, serta pergeseran teknologi baterai dari berbahan nikel ke litium.

“Data International Nickel Study Group (INSG) menunjukkan kondisi oversupply sudah berlangsung sejak 2021 hingga 2025. Permintaan stainless steel di Tiongkok melemah akibat perlambatan ekonomi, sementara permintaan baterai berbasis nikel juga mengalami penurunan,” kata Rizki.

Namun, PT Vale telah membuktikan bahwa dengan strategi yang tepat, efisiensi operasional, dan kemitraan strategis jangka panjang, sebuah perusahaan dapat tetap tumbuh bahkan di tengah kondisi industri yang sulit. Meski

Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan PDRB Sulsel hanya berada di kisaran 4,8-5,6% pada 2025, keberhasilan PT Vale menunjukkan bahwa dengan manajemen yang tepat dan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, industri nikel masih memiliki peluang untuk tumbuh.

Keberhasilan PT Vale ini menjadi contoh bagaimana inovasi dalam efisiensi energi dan kemitraan strategis dapat menjadi kunci bertahan dan berkembang di tengah tantangan global yang tidak mudah diprediksi. (LN/E-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri yuliani
Berita Lainnya