Headline

Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.

Fokus

Penipuan online makin marak menjerat masyarakat.  

Akses Cepat Data Kehati

(Wnd/M-3)
19/11/2016 04:00
Akses Cepat Data Kehati
(DOK. INA-BIF)

TAMAN Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur, sudah cukup populer sebagai tempat wisata. Di kalangan backpacker dalam negeri, taman nasional yang terletak di Desa Wonorejo itu bahkan termasuk tujuan favorit di Pulau Jawa. Keeksotisan alamnya bahkan membuatnya dijuluki Afrika Kecil. Meski sudah banyak dikunjungi dan dibahas lewat berbagai media, keanekaragaman hayati di wilayah seluas 25 ribu hektare itu nyatanya belum diteliti maksimal.

Selama ini pendataan memang sudah mengungkap sekitar 444 jenis tumbuhan asli, 26 jenis mamalia, dan 155 jenis burung. Namun, pendataan semacam itu sesungguhnya belum cukup untuk mengungkap keanekaragaman hayati (kehati) dari wilayah itu, termasuk dengan manfaat. Padahal, penelitian mendalam ini sangat diperlukan untuk kemajuan masyarakat luas.
Eksplorasi kehati yang mendalam dari berbagai wilayah di Indonesia inilah yang sedang dikejar Pusat Penelitian (Puslit) Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Data-data kehati tersebut kemudian akan disebarluaskan lewat sistem internet. "Dengan mengadopsi sistem informasi seperti milik Global Biodiversity Information Facility (GBIF), Indonesia melalui Pusat Penelitian Biologi LIPI membuat sistem serupa yang dinamakan Indonesia Biodiversity Information Facility (Ina-BIF) untuk menyebarluaskan wawasan kehati," jelas Kepala Puslit Biologi LIPI Witjaksono saat peluncuran Ina-BIF di Cibinong Science Center-Botany Garden, Jumat (4/11).

Witjaksono menjelaskan belum maksimalnya eksplorasi kehati tidak hanya terjadi di TN Baluran. Hal serupa bahkan juga terjadi di pegunungan Ciremai. "Untuk Pulau Jawa, baru sekitar 75% kehati tereksplorasi," ujar Witjaksono memberi gambaran soal tingkat eksplorasi kehati di dalam negeri. Maka tidak mengherankan jika lebih banyak lagi kehati yang belum diteliti di pulau-pulau lain, termasuk pulau terdepan.

Pemanfaatan dan konservasi
Portal Ina-BIF dapat diakses masyarakat lewat alamat http://inabif.lipi.go.id/. Pada tampilan halaman muka, masyarakat akan langsung disajikan mesin pencari yang terdiri atas beberapa kategori, yakni berdasarkan nama ilmiah, judul publikasi, ataupun hanya berdasarkan kata sederhana. Media Indonesia mencoba melakukan pencarian dengan menggunakan kata 'burung'. Hasilnya, setidaknya keluar dua judul buku dan 25 publikasi yang memuat kata tersebut. Sayangnya, belum ada sajian data dalam bentuk gambar.

Witjaksono menjelaskan metode pencarian memang diupayakan agar dapat digunakan masyarakat dengan mudah. Hal itu dilakukan agar data dan publikasi yang ada dapat digunakan untuk membantu berbagai kebutuhan masyarakat. Ia mencontohkan, jika ada masyarakat yang ingin memperbanyak tanaman pisang madu, orang tersebut diharapkan bisa terbantu dengan berbagai kebutuhannya lewat situs Ina-BIF, termasuk kebutuhan mencari tempat untuk membeli bibit pisang itu.

"Bukan hanya data kehati, melainkan juga diketahui hingga pemanfaatannya untuk apa, upaya konservasinya sudah sampai mana. Itu harus jelas dipaparkan dalam data yang nantinya bisa diakses siapa pun. Ini juga menjadi langkah untuk mencegah tergerusnya kekayaan kehati Indonesia," tambahnya. Namun, Witjaksono menjelaskan ada pula data-data yang sengaja belum dipublikasikan LIPI. Data itu merupakan data kehati yang bersifat endemis dan belum dikembangkan.

Kerahasiaan data ini dilakukan untuk menjaga agar tidak dimanfaatkan terlebih dahulu oleh pihak di luar Indonesia. Sistem Ina-BIF tak hanya memanfaatkan data valid yang sudah dimiliki beberapa kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sistem ini juga bisa menampung partisipasi masyarakat untuk memperkaya data kehati.

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Enny Sudarmonowati mengatakan masyarakat nantinya bisa mengirimkan foto tentang tanaman atau hewan yang mungkin baru pertama kali ditemukan. Tentu tak langsung diumumkan kepada publik. Temuan tersebut akan disaring terlebih dahulu dan didiskusikan dengan peneliti terkait. Jika memang itu jenis baru, akan menjadi bahan penelitian lebih lanjut. "Kita ini karena kehatinya sangat tinggi, yang tereksplorasi baru mencapai 25%. Peneliti juga mari bekerja sama untuk melampirkan hasil penelitiannya supaya bisa diakses publik. Kesulitannya itu masih banyak peneliti yang belum memberikan data penelitian," tukas Enny.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya