Headline

DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Menjaga Burung Hantu, Menjaga Sawit

12/11/2016 01:00
Menjaga Burung Hantu, Menjaga Sawit
(ANTARA/AHMAD SUBAIDI)

SEJAK pertama kali menjadi pekebun kecil kelapa sawit, Dewan Iskandar, tidak pernah membuka lahan dengan cara membakar. Pria warga Desa Simpang Beringin, Pelalawan, Riau, yang mulai berkebun sejak 2007 itu menggunakan cara tebang pohon. Meski tidak membakar hutan, bukan berarti Iskandar termasuk pekebun yang lestari. Ia mengakui tidak mengerti cara berkebun yang ramah lingkungan. Kebunnya yang mencapai luas 4 hektare juga belum mendapat sertifi kat dari Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).

Tidak mengherankan juga jika Dewan tidak mengetahui cara membasmi hama, khususnya tikus, dengan cara ramah lingkungan. Padahal metode yang dibutuhkan cukup sederhana, tapi bisa berdampak besar bagi lingkungan. Metode pembasmian hama itulah yang sudah beberapa waktu digunakan PT Hindoli Cargill. Dalam diskusi tentang perumusan kebijakan untuk mendorong pekebun kecil kelapa sawit menuju keberlanjutan di Jakarta, Kamis (27/10), Chief Manager Smallholder, Joko Priadi, menuturkan bahwa pembasmian tikus dilakukan dengan menggunakan burung hantu.

Sebab itu, di lahan perusahaan tersebut dibangun beberapa rumah burung hantu atau disebut gupon. Rumah itu memiliki tinggi 3 hingga 5 meter. “Burung hantu itu memakan tikus tidak seperti ular, burung hantu tidak berhenti makan meski sudah kenyang. Sudah sejak 2008 kami menerapkan metode zero pestisida karena berpengaruh pada hasil buah yang lebih baik dan berpengaruh pada nilai ekonomi,” kata Joko.

Dalam luasan lahan 25-30 hektare hanya diperlukan dua burung hantu (jantan dan betina) dan satu gupon. Namun, jika populasi burung hantu meningkat, bisa dibuatkan gupon kembali. Keberadaan burung hantu, imbuh Joko, sebenarnya ada dimana saja. Namun, jika pekebun sulit menemukan, bisa mengambil burung hantu dari tempat yang memiliki populasi burung hantu cukup banyak. Burung hantu yang dipelihara di kebun haruslah terdiri atas dua gender agar reproduksi juga berjalan.

Joko menjelaskan pembasmian hama dengan menggunakan burung hantu dapat menekan biaya pestisida. Selain itu, lingkungan menjadi lebih aman bagi hewan ternak warga. “Tandan buah sawit pun bagus tidak pernah luka akibat digerogoti tikus. Pun dengan unggas di sekitar perkebunan milik warga tidak akan mati karena memakan makanan dari tanah yang bebas pestisida,” tukasnya. Sebab itu pula pihaknya mendorong para pekebun mitra untuk mengikuti cara pembasmian hama tersebut.

Tidak hanya itu, pemanfaatan burung hantu juga tampak lebih aman ketimbang menggunakan ular. Di beberapa daerah di Indonesia Timur, pekebun kelapa sawit melepaskan ular untuk membasmi tikus. Namun, cara itu berpotensi menimbulkan bahaya saat populasi ular tidak terkontrol.

Belum penting
Kini, sebanyak 8.797 kepala keluarga di Musi Banyuasin yang merupakan mitra PT Hindoli Cargill telah menerapkan caracara yang ramah lingkungan. Namun, masih banyak pekebun kecil kelapa sawit yang menganggap upaya berkelanjutan belum penting dilakukan. Kepala Tim Peneliti Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC UI) untuk Pekebun Kecil Kelapa Sawit dan Sawit Berkelanjutan, Sonny Mumbunan, mengatakan isu keberlanjutan untuk kondisi ramah lingkungan memang belum menjadi perhatian para pekebun kecil kelapa sawit yang memiliki luasan lahan sekitar 2-8 hektare.

Mereka justru lebih khawatir dengan kekeringan yang panjang, serta penurunan dan fluktuasi harga tanda buah segar (tbs). “Dari dua provinsi, Riau dan Sumatra Selatan, dengan jumlah 1.350 pekebun di 96 desa, hanya 31% yang bersedia untuk tidak membuka lahan baru dengan kompensasi mencapai Rp166 juta per hektare. Yang harus kita dorong, ya bagaimana caranya untuk meyakinkan secara ekonomi, upaya baik terhadap lingkungan bisa berpengaruh pada pendapatan mereka,” pungkas Sonny. (Wnd/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya