Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
AKTIVITAS tambat labuh yang biasanya terjadi di pelabuhan berganti menjadi di belakang rumah nelayan yang memang letaknya dekat sekali dengan muka pantai. Sementara itu, pelabuhan hanya diisi beberapa kapal pengangkut hasil nelayan yang akan dijual ke luar kota. Begitulah pemandangan di salah satu sudut Kabupaten Morotai, Maluku Utara. Padahal, di sana sudah terbangun 13 pelabuhan berstatus pangkalan pendaratan ikan (PPI) yang melayani kapal berukuran sekurang-kurangnya 5 gross tonnage (GT) dan pelabuhan perikanan pantai (PPP) untuk kapal ukuran sekurang-kurangnya 10 GT.
Kebiasaan tambat labuh di belakang rumah itu dilakukan agar nelayan tak perlu berjalan jauh. Demi menghindari jarak tempuh itu pula, nelayan rela tidak menggunakan fasilitas kulkas pendingin berkapasitas masing-masing 50 ton. Kulkas itu terdapat di salah satu PPI dan satu PPP. Akibatnya, nelayan harus bisa menjual seluruh ikan tangkapan mereka dalam sekali waktu. Padahal, penjualan ‘sekali habis’ itu bisa tidak menguntungkan. Kesejahteraan nelayan pun makin sulit terkerek karena minim kemampuan untuk membuat produk sampingan dari hasil tangkapan.
Menyadari persoalan nelayan di pulau-pulau terkecil dan terdepan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencoba mengatasi dengan program Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di 20 pulau dan wilayah terdepan Indonesia, termasuk di Morotai. “Pemilihan lokasi (karena) melihat dari pulau terluar dan berbatasan dengan negara tetangga, kekayaan laut, juga masyarakatnya yang kurang sejahtera. Kemampuan harus ditingkatkan supaya bisa menjaga ketahanan pangan dan pendapatan nelayan,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Brahmantya Satyamurti saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (1/11).
Tanggung jawab pengelolaan lokasi SKPT itu diberikan kepada setiap direktur jenderal. Direktorat Jenderal PRL sendiri akan menangani pembangunan dan pengelolaan di Morotai, Talaud, dan Mentawai. “Akhir Desember, kami menargetkan pembangunan pelabuhan SKPT di daerah Daeo Mojiko dengan kapasitas ruang pendingin (cold storage) hingga 200 ton. Jarak dengan rumah nelayan pun hanya berkisar 200 meter,” tambah Brahmantya.
Untuk meningkatkan kemampuan nelayan, sejak tahun lalu KKP menempatkan 1 manajer lapangan dan 3 sampai 5 fasilitator yang berkunjung ke desa-desa nelayan untuk memberikan wawasan tentang sentra perikanan itu. KKP berharap pemerintah daerah juga ikut membantu melengkapi fasilitas pelabuhan agar menjadi sentra yang ramai dikunjungi.
Armada kapal
Pada beberapa SKPT, KKP juga memberikan bantuan armada kapal. Hal itu juga dilakukan untuk SKPT Morotai, yang tangkapan ikannya seukuran 30 kilogram. KKP memberikan kapal kecil hingga berukuran 30 GT untuk membantu nelayan yang sebagian besar baru menggunakan kapal 3 GT. “Petugas pengawas perikanan dan ekspor kita sudah punya. Saat ini kita meminta penambahan untuk penjaga wilayah konservasi. Di setiap SKPT, akan ditetapkan satu wilayah konservasi,
tempat keragaman banyak tumbuh.
Tak hanya itu, penjaga juga bertugas untuk memonitor penggunaan alat tidak ramah lingkungan dan destruktif,” ungkap Bram sembari menginformasikan tim SKPT dan petugas pengawasan sudah memiliki kantor di wilayah tersebut. Tidak sendiri, KKP menggandeng BUMN seperti Perum Perikanan Indonesia (Perindo) dan BRI untuk mengembangkan bidang pengolahan, pengemasan, maupun bantuan fi nansial bagi nelayan. Dengan fasilitas yang lengkap, KKP berharap hasil tangkapan nelayan bisa langsung diekspor ke sentra-sentra perikanan dunia seperti Jepang, Tiongkok, Taiwan, dan Hong Kong.
Sebelumnya, hasil tangkapan nelayan banyak yang dijual ke Filipina. Ikan yang menjadi unggulan ekspor itu akan disesuaikan dengan komoditas di daerah masing-masing. Morotai, misalnya, dengan tuna sirip kuning, sedangkan Talaud unggul dengan makarel dan pembiakan kerapu. Di sisi lain, program SKPT dikatakan Brahmantya tidak akan mengganggu pasokan ikan di dalam negeri. Di tempat terpisah, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim mengingatkan program SKPT agar tidak hanya memperhatikan ekspor, tetapi juga memberi nilai tambah pada perikanan dalam negeri.
“Jangan sekadar ekspor, tetapi terkait dengan nilai tambah kita enggak tahu. Masyarakat perikanan terbuka untuk berbagai inisiatif sepanjang memiliki nilai tambah. Seperti di Bau-Bau, ada upaya mengatur tata letak perumahan nelayan dan itu berhasil karena nelayan merasakan ada manfaatnya,” tukas Halim. Halim juga menyinggung beberapa larangan alat tangkap.
Pihaknya ingin laut tetap terjaga tetapi juga ada solusi yang tidak menyusahkan nelayan dan pelaku usaha perikanan nonnelayan. Nelayan kecil, misalnya, bisa dibantu penggantian alat tangkap dengan dana APBN atau APBD. Sementara itu, pelaku usaha perikanan nonnelayan bisa diberi akses kemudahan permodalan dari perbankan. (M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved