Headline
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.
KOTA Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara, kembali diterjang banjir bandang pada Minggu, 16 Maret 2025 yang lalu. Hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut menyebabkan Sungai Batu Gaga meluap, membawa material batu dan lumpur menerjang permukiman warga. Kejadian ini menimbulkan kerusakan parah pada rumah-rumah penduduk serta mengganggu aktivitas ekonomi dan transportasi di kawasan tersebut.
Koordinator Bidang Advokasi Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) Rocky Pasaribu menyampaikan, berdasarkan laporan yang diterima dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), sebanyak 11 rumah mengalami kerusakan parah, sementara 138 Kepala Keluarga terdampak langsung oleh banjir. Bahkan, banjir kali ini juga menyebabkan fasilitas umum seperti rumah sakit dan beberapa hotel, termasuk Hotel Atsari, terendam lumpur. Jalan utama yang menghubungkan Parapat dengan Medan dan Balige juga lumpuh akibat longsor dan genangan air.
"Tiga hari setelah bencana, kondisi kota Parapat masih belum sepenuhnya pulih. Banyak rumah makan masih tutup karena terdampak lumpur, sementara warga terlihat bergotong royong membersihkan sisa-sisa material yang terbawa banjir," kata Rocky dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/3)
Perdebatan mengenai penyebab banjir di Parapat ramai diperbincangkan di media sosial dan media massa. Sebagian pihak menyatakan bahwa hujan deras menjadi faktor utama meluapnya Sungai Batu Gaga, yang kemudian membawa bebatuan dan lumpur ke pemukiman warga.
Namun, banyak pula yang berpendapat bahwa penyebab utama banjir adalah kerusakan hutan di kawasan hulu, terutama di sekitar Bangun Dolok. Hal ini ditegaskan oleh Ephorus HKBP, Pdt Tinambunan, dalam konferensi pers pada Senin (17/3) lalu bahwa banjir Parapat bukan ujian dari Tuhan atau suratan tangan, melainkan akibat ulah manusia yang merusak alam ciptaan Tuhan.
Senada dengan Ephorus Pdt Tinambunan, Rocky mengungkapkan berdasarkan hasil investigasi bersama yang mereka lakukan yakni KSPPM, AMAN, dan Auriga Nusantara bahwa dari analisis spasial dan penelitian di lapangan, ditemukan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir telah terjadi pembukaan hutan yang signifikan di lima kecamatan sekitar Parapat, yaitu Girsang Sipangan Bolon, Dolok Panribuan, Pematang Sidamanik, Hatoguan, dan Jorlang Hataran. Lima kecamatan tersebut merupakan landskap satu daerah aliran Sungai Bolon Simalungun.
Pada tahun 2000, luas hutan alam di wilayah tersebut mencapai 10.348 hektare. Namun, angka ini terus menyusut hingga tersisa hanya 3.614 hektar pada tahun 2023. Periode dengan kehilangan hutan terbesar terjadi pada tahun 2005-2010 yakni 2.779 hektare hutan hilang. Sementara itu, dalam periode 2010-2025, kembali terjadi pengurangan tutupan hutan sebesar 2.366 hektare.
"Jika diakumulasi, dari tahun 2000 hingga 2022, kawasan ini telah kehilangan hutan alam seluas 6.148 hektare. Perubahan ini sangat berpengaruh terhadap daya tampung air hujan dan stabilitas tanah, yang akhirnya berkontribusi terhadap bencana banjir dan longsor," jelasnya.
Pada periode yang sama lanjut dia terjadi peningkatan kebun kayu eukaliptus seluas 6.503 hektare. Analisis ini membuktikan bahwa perubahan tutupan hutan di wilayah lima kecamatan ini terjadi dan sebagian besarnya berubah menjadi eukaliptus.
"PT Toba Pulp Lestari (TPL) diketahui memiliki wilayah konsesi seluas 20.360 hektare di sektor Aek Nauli, Kabupaten Simalungun. Berdasarkan analisis perubahan tutupan hutan alam yang dilakukan oleh tim, terjadi deforestasi signifikan dalam kawasan konsesi ini selama periode 2000 hingga 2023," ungkapnya.
Pada tahun 2000, luas hutan alam di wilayah tersebut masih mencapai 10.348 hektare. Namun, angka ini terus menyusut hingga hanya tersisa 3.614 hektar pada tahun 2023. Total kehilangan tutupan hutan dalam kurun waktu tersebut mencapai 6.734 hektare.
Periode deforestasi terbesar terjadi antara tahun 2005-2010 dengan kehilangan hutan seluas 2.779 hektare, disusul periode 2010-2023 yang mengalami penyusutan lebih lanjut sebesar 2.336 hektare. Hal ini menunjukkan bahwa laju kehilangan hutan di sektor Aek Nauli sangat massif dan mengkhawatirkan.
Peristiwa yang terjadi di Parapat pada 16 Maret lalu menunjukkan adanya kelalaian Pemerintah Daerah dalam mengawasi tata ruang di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bolon-Simalungun. Pembukaan lahan di kawasan DAS serta daerah terjal telah berkontribusi terhadap terjadinya bencana yang berulang di Parapat.
Untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang tegas dia Pemerintah Daerah Simalungun harus mengambil langkah serius dalam mengevaluasi tata ruang, terutama di wilayah rawan bencana. Selain itu, keberadaan perusahaan TPL di kawasan DAS Bolon yang telah menyebabkan perubahan tutupan hutan alam juga menjadi perhatian utama.
"Diperlukan tindakan tegas untuk menghentikan pembukaan hutan alam serta upaya pemulihan terhadap kawasan hutan yang sudah kritis. Jika langkah-langkah ini tidak segera diambil, risiko bencana akan terus mengancam wilayah tersebut," kata Rocky. (AP/E-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved