Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
SETELAH dijadikan destinasi wisata prioritas, kawasan Balai Taman Nasional Komodo (TNK) di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), terus menyedot minat wisatawan.
"Dua tahun belakangan ini angka kunjungan terus meningkat sejak dicanangkan sebagai 10 lokasi destinasi andalan pariwisata Indonesia oleh Presiden Joko Widodo," kata Kepala Dinas Pariwisata Manggarai Barat, NTT, Theodorus Suwardi di Labuan Bajo.
Menurut pria yang kerap disapa Theo itu, pada 2013 total kehadiran wisatawan sebanyak 44.579 pengunjung. Angka itu terus meningkat. Pada 2014 menjadi 55.476 pengunjung dan pada 2015 menjadi 61.267 pengunjung.
"Pada tahun ini hingga Oktober, jumlah wisatawan sudah mencapai 62.247 orang baik wisatawan asing, dalam negeri, maupun lokal," kata Theo.
Berdasarkan data Balai TNK, angka kunjungan pada 2015 mencapai 81.168 orang dan akhir September 2016 sudah mencapai 87.437 orang.
Praktisi pemandu wisata di Labuan Bajo Yohanes Romaldus menambahkan, secara angka, kehadiran turis ke TNK memang sangat positif. Hanya, dia meminta pemerintah untuk memperhatikan khusus keberadaan kapal pesiar di perairan sekitar TNK.
Menurut dia, ada potensi pendapatan daerah yang hilang akibat kapal pesiar yang menjadi hotel terapung itu. "Banyak hotel terapung membuat orang bermalam di atas kapal. Turun dari kapal langsung ke pesawat balik ke negara asal mereka. Akibatnya, para wisatawan itu tidak dikenai biaya penginapan. Padahal, mereka bisa lebih dari satu minggu di laut," kata dia.
Dia menambahkan perkembangan yang ada juga harus diiringi dengan sarana dan prasarana telekomunikasi, air bersih, dan sarana sanitasi "Jika bisa, dibangun waduk di Labuan Bajo sehingga hotel tidak sampai krisis air," kata dia.
Presiden Jokowi telah menetapkan 10 destinasi wisata yang menjadi prioritas, yakni Tanjung Kelayang (Provinsi Bangka Belitung), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Danau Toba (Sumatra Utara), Tanjung Lesung (Banten) dan Borobudur (Jawa Tengah), Pulau Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Pulau Morotai (Maluku Utara), Gunung Bromo/Tengger/Semeru (Jawa Timur), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), dan Mandalika (Nusa Tenggara Barat).
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Yusdi Lamatenggo juga mengakui sejumlah persoalan infrastruktur di destinasi pariwisata itu, seperti minimnya akses menuju lokasi, mahalnya biaya akomodasi, serta permasalahan aliran listrik.
Untuk permasalahan listrik, masih kerap dilakukan pemadaman bergilir. "Saat ini memang sedang masa perallihan yang awalnya kita menggunakan perusahaan listrik daerah sedang berganti ke PLN. Jadi pemadaman bergilir masih kerap terjadi di berbagai daerah," ungkap Yusdi.
Selain masalah listrik, Pemda Raja Ampat telah bekerja sama dengan beberapa kementerian dan lembaga seperti salah satunya Kementerian Perhubungan untuk secara langsung mendatangkan berbagai maskapai penerbangan ke Raja Ampat. Jika sudah dapat direalisasikan, tentu hal itu dapat menekan biaya akomodasi untuk bisa sampai ke Raja Ampat.
"Saat ini memang sedang dibahas pembicaraan itu dengan Kementerian Perhubungan. Tentu itu sudah mengikuti arahan Presiden Joko Widodo yang menargetkan kunjungan wisatawan sampai dengan 20 juta turis," pungkasnya.
Gubernur Sumatra Utara Tengku Erry Nuradi mengatakan pemerintah akan belajar dari banyak pihak termasuk dengan pemerintah Tiongkok yang memiliki objek wisata terkenal di dunia.
Karena itu, dia berharap Danau Toba yang merupakan danau vulkanis dengan panjang 100 km dan lebar mencapai 30 km bisa meniru Danau Barat (Xihu) di Hangzhou yang bersih. "Pemprov Sumut akan belajar cara manajemen dan pengelolaan danau di Hangzhou itu," kata dia.
Undang investor
Pemerintah terus berusaha memasarkan manisnya investasi di sektor pariwisata di Indonesia. Seperti diungkapkan Menteri Pariwisata Arief Yahya, pemerintah membutuhkan investasi US$5 juta untuk mengembangkan daerah destinasi wisata Indonesia.
Saat di Shanghai, Tiongkok, beberapa waktu lalu, Arief Yahya menjelaskan total investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan 10 destinasi ialah US$20 miliar. Dari jumlah tersebut, US$10 miliar berasal dari pemerintah, sedangkan sisanya diharapkan dari swasta.
"Rata-rata per tahun, kami dapat US$1 miliar. Itu artinya kita masih kekurangan sekitar US$5 miliar sampai 2019," kata dia.
Dia meyakini investasi di sektor pariwisata sangatlah menjanjikan, terlebih pemerintah Indonesia telah menetapkan pariwisata sebagai salah satu dari lima sektor yang diunggulkan.
"Saat ini sumber devisa Indonesia terdiri atas minyak dan gas, batu bara, minyak sawit, dan pariwisata. Namun, tiga sumber pertama kini mengalami pertumbuhan minus sehingga dapat dipastikan pariwisata akan menjadi penghasil devisa terbesar pada 2019," jelasnya.(Rio/Ant/N-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved