Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Menggenapi Cita-Cita Kedaulatan Pangan

(E-1)
20/10/2016 01:35
Menggenapi Cita-Cita Kedaulatan Pangan
(MI/RAMDANI)

ADALAH keniscayaan untuk mewujudkan negara yang sejahtera melalui kedaulatan pangan. Kementerian Pertanian (Kementan) menjadi salah satu motor dalam Pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wapres Jusuf Kalla untuk menggenapi cita-cita tersebut. Bicara mengenai capaian kementeriannya, awal bulan ini, Menteri Pertanian Amran Sulaiman berbincang dengan wartawan Media Indonesia, Andhika Prasetyo.

Apa progres dari Kementan dalam dua tahun ini untuk mencapai kedaulatan pangan?
Yang pertama jelas memperbaiki regulasi yang dapat menghambat laju pembangunan pertanian, seperti Perpres No 172/2014 terkait dengan pengadaan benih dan pupuk. Tadinya harus melalui tender, sekarang bisa tunjuk langsung sehingga lebih cepat dan tepat. Selanjutnya, infrastruktur. Kami perbaiki jaringan irigasi tersier. Awalnya, program ini ditargetkan rampung 1 juta hektare (ha) per tahun, tapi belum dua tahun sudah selesai 3 juta ha. Begitu pun pengadaan alat mesin pertanian (alsintan). Pada 2015 kami bagikan 65 ribu unit, tahun ini 100 ribu unit. Kami juga melihat komoditas yang strategis, yang selama ini selalu impor. Kami pikirkan bagaimana caranya agar tidak lagi impor.

Seperti jagung?
Soal jagung, kami memiliki strategi baru. Kami integrasikan hutan jagung dan sawit jagung. Dulu, di tengah hutan milik PT Perhutani atau di kebun-kebun sawit hanya ada rumput. Sekarang, isinya jagung. Ini sudah berjalan dan sudah dioptimalkan 1 juta ha. Dulu impor (jagung) bisa 3,64 juta per tahun, sekarang hanya 800 ribu ton. Turun 60% lebih. Untuk produksi 2016, diprediksi 21,35 juta ton. Naik 18% dari tahun sebelumnya. Pemerintah bersama swasta juga sudah kerja sama. Perusahaan yang biasa impor jagung, kita beri lahan untuk mereka tanam sendiri. Ini sinergi
positif yang sangat cantik.

Kalau padi bagaimana?
Yang pertama, meningkatkan luas tanam. Sawah dulu hanya bisa ditanami sekali setahun, sekarang bisa 2-3 kali. Secara keseluruhan, ada surplus luas 961 ribu ha lahan tanam pada Oktober 2015 hingga September 2016 jika dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya. Tahun ini, dengan total luas tanam 7,6 juta ha, produksi padi hingga akhir tahun ditargetkan 75,13 juta ton. Hingga September, produksi padi kita sekitar 60 juta ton. Kami yakin target tahun ini tercapai. Peningkatan luas tanam terjadi karena kami memaksimalkan potensi air yang sangat besar di negeri ini. Kalau sebelumnya di sawah tidak ada air, bagaimana caranya biar ada air. Kami bangun irigasi 3,2 juta ha, bangun embung, sumur dangkal, dan maksimalkan pompa air. Soal daging, Presiden pasang target swasembada di 2019.

Persiapannya seperti apa?
Salah satu prioritas ialah upaya khusus sapi wajib bunting (Upsus Siwab) melalui program inseminasi buatan (IB). Kami beri semen ke sapi-sapi indukan sehingga populasi indukan terus tumbuh. Tahun lalu, dari 2 juta sapi yang diprogramkan, ada penambahan 1,4 juta ekor anakan. Tahun ini target 4 juta ekor betina produktif yang akan diberikan IB, mudahmudahan bisa ada 3 juta kelahiran baru. Ada juga program intensifi kasi kawin alam, kami siapkan infrastruktur 5 juta bibit pakan rumput dan legum, prasarana sumber air berupa embung, obat-obatan, dan vaksin. Ini untuk ternak yang dikembangkan di padang gembala (ranch).

Bagaimana pemerintah memandang urgensi mekanisasi pertanian?
Pemerintah membagi alsintan sebagai bentuk komitmen untuk meningkatkan mekanisasi pertanian. Contohnya Combine harvester, itu mesin yang menggabungkan fungsi pemotongan, perontokan, hingga pembersihan. Kegiatan memanen lebih praktis sehingga biaya produksi turun hingga 50%. Namun, pada dasarnya yang kami ingin tekankan bukan hanya alsintan. Mekanisasi itu bagian dari pertanian modern, dan pertanian modern dilandasi tiga pilar utama, yakni peningkatan efi siensi, peningkatan produktivitas, dan pengembangan luas tanam. Alsintan membantu peningkatan efi siensi dan produktivitas. Begitu pun hal-hal lain seperti penggunaan varietas unggul dan penerapan metode kalender tanam terpadu. Itu semua bagian dari pertanian modern.

Dampaknya, petani menyusut?
Kalau pertanian modern diterapkan, petani memang akan berkurang. Bayangkan, dulu satu keluarga yang isinya empat orang bertani semua. Namun, dengan mesin yang membuat pekerjaan lebih praktis, cukup dua saja yang bertani. Ini ialah transformasi sosial. Selagi dua orang pergi bertani, yang dua lainnya bisa mengerjakan hal lain yang tentu bisa menambah kekuatan fi nansial keluarga. (E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya