Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Membangun Purwakarta dari Desa

REZA SUNARYA
20/10/2016 01:25
Membangun Purwakarta dari Desa
(MI/REZA SUNARYA)

UJIAN itu datang, saat 23 warga yang semula tinggal di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, kebandang menjadi pengikut Gerakan Fajar Nusantara. Mereka juga ikut berhijrah ke Mempawah, Kalimantan Barat. Amuk massa membuat para pengikut Gafatar itu harus hengkang dari Mempawah, Januari lalu. Mereka dipulangkan ke daerah asal, termasuk 23 warga Purwakarta. Banyak pemimpin daerah yang memandang sebelah mata nasib eks pengikut Gafatar itu. Bahkan, tidak sedikit yang membiarkan mereka telantar, terkatung di lokasi penampungan.

Sikap berbeda ditunjukkan Dedi Mulyadi. Bupati Purwakarta itu memilih merangkul warga yang pernah menjadi anggota Gafatar. Padahal, mereka juga bukan pemegang KTP Purwakarta. Ke-23 keluarga itu berasal dari Subang, Karawang, dan Bekasi, tetapi mengontrak rumah di Purwakarta. Kepada setiap kepala keluarga, Dedi memberikan bantuan modal Rp15 juta. “Modal untuk bertani atau mengontrak rumah,” jelas Kang Dedi.

Sebelum dilepas ke desa masingmasing, warga eks pengikut Gafatar itu ditampung di balai latihan kerja selama dua minggu. Mereka mendapat pelatihan dan penyadaran. “Hari ini, Anda bisa pulang ke tempat asal. Ada modal Rp15 juta yang bisa dimanfaatkan untuk bertani dan mengontrak rumah,” tandasnya.

9 tangga cinta
Di Jawa Barat, Purwakarta bukan kabupaten bergelimang harta dan sumber daya. Selain itu, daerah ini tercatat memiliki wilayah paling kecil di tatar Sunda. Namun, ide, langkah, dan kebijakan Dedi Mulyadi yang prorakyat dan transparan telah membuat Purwakarta lebih berdaya dan dikenal. Tidak heran, gerak pemerintah kabupaten ini menjadi sumber referensi bagi pemerintah pusat dan sejumlah kepala daerah. Tidak aneh jika dalam beberapa tahun terakhir, Purwakarta dikunjungi pejabat dan aparatur sipil negara dari Jakarta dan daerah lain. Dalam menjalankan pemerintahannya, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengusung program 9 Tangga Cinta Purwakarta Istimewa. Muara program itu ialah membangun desa.

Tidak hanya sekadar mendirikan bangunan atau akses jalan dari dan ke desa semata. Program itu berskala besar, yakni membangun seluruh aspek kehidupan. Mulai infrastruktur, membentuk sumber daya masyarakat desa, hingga mengunggah kembali norma, hukum dan kearifan yang seharusnya berlaku di masyarakat desa. “Sejak dipilih rakyat pada periode pertama, saya sudah berjanji akan menjadikan desa sebagai fokus utama pembangunan. Saat itu, saya langsung membuka isolasi lima desa, dengan membangun jalan sepanjang 57 kilometer,” ujar bupati yang dipercaya memimpin dua periode itu.

Dalam pikiran Dedi, untuk mencapai kesetaraan desa dan kota, dapat diwujudkan salah satunya dengan membentuk sumber daya masyarakat desa yang berkualitas. Sistem pendidikan yang mumpuni pun digelar. Terkait dengan konsep pendidikan, Bupati mengedepankan karakter berbasis kearifan tradisional pedesaan yang sangat aplikatif. Di antaranya anak-anak diajak masuk sekolah sejak pukul 06.00 WIB. Mereka juga diajar dan diajak untuk beternak serta bertani sehingga membentuk pribadi yang produktif bukan konsumtif.

Dedi yang mendapat kepercayaan memimpin biduk Partai Golkar Jawa Barat itu juga mengeluarkan kebijakan pemberian susu dan telur dalam seminggu, serta daging setiap bulannya. Pendidikan berkarakter berbasis kearifan tradisional perdesaan ini menarik perhatian berbagai pihak, bahkan perhatian dunia. Sebagai payung hukumnya, Dedi pun menuangkan Peraturan Bupati Nomor 69 Tahun 2015 tentang Pendidikan Berkarakter.

Ini menjadi usaha Pemkab Purwakarta dalam mewujudkan generasi yang paripurna memiliki sikap cerdas, terampil, cinta tanah air dan daerahnya, mandiri, serta mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Sasaran lanjutannya ialah SDM yang berwawasan luas dan berbudi pekerti luhur.

Desa budaya
Mengaplikasikan seluruh nilai pendidikan dalam kehidupan sehari-hari Pada sisi hukum, hak, dan kewajiban warga, pria kelahiran April 1971 itu membentuk konsep Desa Budaya. Konsep itu mengatur pola kehidupan masyarakat desa. Desa budaya ialah revolusi mental ala Bupati Purwakarta untuk menata kehidupan desa agar lebih baik dan teratur. Kebijakannya sangat aplikatif, di antaranya menginstruksikan kepala desa untuk membuat peraturan desa secara otonom.

Desa budaya yang digagas pria yang kerap menggunakan pakaian khas Sunda itu mengatur perilaku masyarakat, di antaranya dari yang sehari-hari seperti larangan membuang sampah sembarangan. Sanksinya pencabutan subsidi pendidikan dan kesehatan dari pemkab jika mereka melanggar. Aturan pencabutan subsidi juga berlaku bagi mereka yang tidak ikut program Keluarga Berencana.

Pelajar juga disasar, di antaranya dengan larangan berpacaran hingga larangan menggunakan sepeda motor saat berangkat dan pulang sekolah. Tidak hanya mengurus dan melayani warganya, di internal birokrasi, Kang Dedi juga melakukan reformasi. Ada perubahan baik di struktur organisasi, aturan kepegawaian dan suasana kantor. “Seluruh pegawai harus meningatkan kualitas dan percepatan pelayanan kepada masyarakat,” tandas ayah dua anak itu. (N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya