Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
PEMERINTAH Kota Yogyakarta memperpanjang moratorium (penghentian sementara) pemberian izin pembangunan hotel baru di kota wisata tersebut. Perpanjangan moratorium izin berlaku selama satu tahun mulai 1 Januari hingga 31 Desember 2017. Moratorium itu tertuang dalam Peraturan Wali Kota (Perwal) Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2016 untuk menggantikan aturan sebelumnya, yakni Perwal Nomor 77 Tahun 2013 tentang Moratorium Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Hotel. Perwal tersebut menyatakan moratorium itu berlaku sejak 1 Januari 2014 hingga 31 Desember 2016.
Kepala Dinas Perizinan Kota Yogyakarta Heri Karyawan mengatakan selama 1 Januari-31 Desember 2014 tercatat 104 permohonan izin pembangunan hotel baru di Yogyakarta. “Dengan adanya moratorium ini, hingga kini permohonan IMB belum dapat dikabulkan,” ujarnya. Dalam menanggapi perpanjangan moratorium, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Istidjab Danunegoro, mengatakan batasan waktu yang ditetapkan belum sesuai dengan harapan. “Kami berharap batasan waktu moratorium bisa sampai tiga tahun atau hingga 2019, sama seperti di Kabupaten Sleman. Ini cuma satu tahun. Artinya kami masih harus berjuang tahun depan,” kata Istidjab.
Menurutnya, moratorium izin pembangunan hotel baru sangat dibutuhkan karena rata-rata okupansi hotel di Yogyakarta masih rendah, sekitar 56% untuk hotel berbintang dan 28% untuk hotel nonbintang. “Untuk menaikkan okupansi tidak mudah. Lama inap tamu juga masih rendah, kurang dari dua hari.”
Di Yogyakarta terdapat 86 hotel berbintang dengan 8.600 kamar dan 1.100 hotel nonbintang dengan 12.500 kamar. Perubahan tata guna lahan di Yogyakarta yang cukup marak menyebabkan persoalan sumber daya air ikut terganggu. Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyoroti pembangunan hotel, apartemen, dan berkurangnya kawasan konservasi menjadi pemicu berkurangnya kawasan imbuhan air. Menurut peneliti senior Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Ignasius Dwi Atmana Sutapa, penanganan kompleksitas permasalahan air itu perlu pendekatan ekohidrologi. “Sebuah sistem solusi untuk mengelola sumber daya air berkelanjutan,” ujarnya. (AU/N-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved