SURAT keputusan bersama (SKB) tiga menteri tentang pencairan dana desa akhirnya kemarin diteken Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar. Dengan SKB yang masuk paket kebijakan September 1 itu, hambatan administrasi tentang pencairan dana desa diharapkan teratasi. Pasalnya, pencairan dana desa kini cukup dengan selembar kertas. "SKB tiga menteri sudah selesai ditandatangani. Tidak ada alasan lagi bagi kabupaten atau kota untuk tidak menyalurkan dana desa," ujar Menteri DPDTT Marwan Jafar. SKB tiga menteri itu, lanjutnya, juga menekankan kepada desa-desa agar segera menggunakan dana itu.
"Segera belanjakan dana desa dan jangan ragu-ragu. Kalau tidak dibelanjakan, itu yang masalah," tegasnya. Marwan pun memastikan ketentuan syarat harus memiliki rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJM desa) dan rencana kerja pembangunan desa (RKP desa) bisa dipermudah, bahkan ditiadakan. "Aturan mengenai RPJM desa dan RKP desa bisa menjadi tidak ada. Tinggal APB desa saja yang masih menjadi aturan dan itu tidak banyak. Cukup satu lembar saja sudah beres," tandasnya. Menko Perekonomian Darmin Nasution mengakui agak susah bila aparat desa harus membuat berbagai dokumen yang rumit layaknya pengelolaan keuangan pemerintah pusat.
"Mereka diberi simpel saja. Bagaimana mungkin mereka harus memiliki terlebih dulu RPJM desa dan RKP desa sebelum mencairkan anggaran?" ujar Darmin sebelum pengumuman paket kebijakan di Istana Presiden. Karena itu, dalam paket tersebut, ada aturan yang memudahkan kepala desa dalam membuat laporan program dan pertanggungjawabannya. Aturan itu akan memuat contoh atau template dokumen-dokumen yang dibutuhkan. "(Kepala desa) tinggal ubah sedikit, jadi, sehingga dana itu benar-benar bisa disalurkan. Kalau tidak (tersusun), enggak bisa tersalur (dana desanya)," imbuh Darmin.
Meski proses pencairannya dipermudah, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengingatkan pemanfaatan dana desa harus bisa menciptakan lapangan kerja baru bagi warga desa. Umpama, untuk membangun infrastruktur jalan, jembatan, atau irigasi di desa bersangkutan. "Yang lebih penting, harus dikerjakan secara padat karya, swadaya, dan tidak terlalu banyak menggunakan bahan maupun pekerja dari luar desa tersebut," papar Bambang.
Fasilitator dipermasalahkan Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Suhardi MY mengeluhkan fasilitator dan pendamping desa yang kurang berpengalaman dalam membantu pengelolaan dana desa. Menurutnya, fasilitator yang disiapkan pemerintah tak efektif. "Kami sangat mengharapkan fasilitator itu dari PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Madani) saja karena selama ini mereka yang mendampingi dan (kinerjanya) baik," kata dia di Jakarta, kemarin.
Keluarnya SKB tiga menteri dinilai belum menyelesaikan masalah. Pasalnya masih ada peraturan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, semisal desa yang bisa mengelola sumber daya alam, padahal pengelolaan SDA merupakan kewenangan provinsi sesuai dengan UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Penasihat Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Ryas Rasyid menegaskan pemerintah tidak perlu mengejar penyerapan dana desa sebesar-besarnya karena ingin membangun pencitraan. "Ini bukan hanya soal penyaluran, melainkan juga bagaimana penggunaannya, bagaimana pertanggungjawabannya?"