Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
TRUK pembawa karung-karung berisi beras tiba di sebuah dermaga kecil di Desa Grugu, Kecamatan Kawunganten, Cilacap, Jawa Tengah (Jateng) pada Senin (14/10) lalu. Sejumlah orang membawa karung-karung beras ke dalam tiga perahu compreng yang siap mengantarkan ke Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut. Setiap perahu compreng mampu mengangkut hingga sekitar 2 ton. Perjalanan mengarungi Segara Anakan yang memisahkan daratan Cilacap dengan Kecamatan Kampung Laut berlangsung 1-2 jam tergantung kondisi cuaca. Jika saat air pasang disertai angin kencang, waktu yang dibutuhkan akan lebih lama.
“Kami harus memastikan, beras bantuan aman sampai ke Desa Ujung Alang. Oleh karena itu, pada musim gelombang pasang atau angin kencang, beras bantuan harus ditutupi dengan terpal. Hal itu dilakukan supaya beras tidak terkena air laut. Juga sebagai antisipasi jika hari hujan,” ungkap Turiman, pemilik perahu yang mengantarkan ke Desa Ujung Alang dari Dermaga Grugu, Kawunganten.
Perjalanan mengarungi Segara Anakan pun tak mudah. Gelombang pasang surut air laut hingga cuaca ekstrem harus mampu dilaluinya.
“Beberapa kali, saya mengalaminya. Maka tak ada jalan lain, kecuali minggir terlebih dahulu, daripada nanti perahunya oleng dan bisa tenggelam. Yang saya bawa adalah amanah untuk warga yang kurang mampu di Kampung Laut. Karenanya, saya harus memastikan beras aman sampai tempat tujuan,” katanya.
Beras harus tetap bagus kualitasnya. Apalagi, bagi warga Kampung Laut, makanan pokok utama itu adalah barang yang berharga. Pasalnya, warga Kampung Laut pernah merasakan krisis pangan. Kisah krisis pangan di Kampung Laut menjadi salah satu cerita yang diungkapkan oleh seorang rohaniawan kelahiran Irlandia, Romo Carolus yang telah menjadi rohaniawan di Cilacap.
“Tahun 1973, saya ditugaskan di Cilacap sebagai seorang pastor. Saya berkeliling dan menemukan warga yang kurus kering. Mereka mengatakan mengalami paceklik. Sehingga saya meminta bantuan ke luar negeri, salah satunya adalah Amerika Serikat. Saya mendapatkan bantuan pangan bernama bulgur. Saya memberikannya kepada mereka. Namun ada syaratnya, warga bergotong royong membangun desanya dengan membuat jalan di Kampung Laut,” ungkap Romo Carolus beberapa waktu lalu.
Bulgur merupakan biji gandum yang ditumbuk secara kasar dan dapat dimasak untuk makan. Namun, di Amerika Serikat, bulgur juga menjadi pakan kuda. Meski demikian, bulgur telah nyata menjadi salah satu penyelamat krisis pangan yang terjadi di Kampung Laut.
Kenyataan itu juga dibenarkan oleh Broto, salah seorang warga di Dusun Motean, Desa Ujung Alang. Ia masih ingat di tahun 1973, terjadi kemarau panjang, sehingga tanaman pangan seperti jagung dan singkong tidak tumbuh. “Akhirnya, ada Romo Carolus yang membawa bantuan bulgur. Bahannya dari gandum. Rasanya jelas enak nasi. Namun, karena tidak ada beras, bulgur pun dimakan. Makanan tersebut sebagai upah bagi warga yang mengerjakan pembangunan jalan di desa ini,” ujar Broto.
Memuliakan Beras
Dengan latar belakang cerita itu, warga Kampung Laut sangat memuliakan beras. Tak ayal, sampai sekarang mereka begitu antusias ketika ada bantuan beras datang.
“Jelas saja, kalau bantuan beras datang, saya sangat senang. Soalnya, saya tidak mempunyai sawah, sehingga beras sangat berarti bagi warga di sini. Jika tidak ada bantuan, maka ya bingung. Karena saya tidak punya sawah, sehingga jika ingin makan harus membeli beras. Dengan adanya bantuan pangan ini, maka setidaknya mengurangi beban sebagai warga kurang mampu. Kalau bantuan habis, kami baru membeli beras dengan harga Rp14 ribu hingga Rp15 ribu di sini," ungkap warga lainnya, Giman.
Kepala Seksi (Kasi) Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Kecamatan Kampung Laut, Saryoto, mengatakan bantuan beras begitu berarti bagi warga. Sebab, wilayah Kampung Laut bukanlah merupakan daerah sentra penghasil padi. “Berbeda dengan 23 kecamatan lain di Cilacap yang mempunyai areal sawah luas, Kampung Laut sangat berbeda. Dari empat desa, yang cukup luas di Panikel dan Ujung Gagak. Itu pun hanya sekali panen dalam setahun karena merupakan sawah tadah hujan. Sedangkan di Klaces dan Ujung Alang, areal sawah sangat minim,”ujar Saryoto.
Luas Kecamatan Kampung laut hanya 134,07 km2 atau 5,67% dari luasan Kabupaten Cilacap. Kampung Laut merupakan satu-satunya kecamatan yang tidak menghasilkan produksi beras berlimpah, sebab luasan sawahnya sangat minim. Dari 16.255 jumlah penduduk atau 5.234 kepala (KK) di Kampung Laut pada tahun 2023, dengan asumsi konsumsi 81,044 kilogram (kg) per kapita per tahun, maka kebutuhan beras mencapai 1,31 juta kg lebih atau sekitar 1.317 ton per tahunnya. Jumlah tersebut tidak mampu dicukupi dari hasil panen di Kampung Laut.
“Warga di Kampung Laut yang berprofesi sebagai petani tidak terlalu banyak. Karena sebagian besar merupakan nelayan,” ungkapnya.
Penduduk di Desa Ujung Alang, Slamet, mengatakan, ia memiliki areal pertanian, tetapi tidak luas dan hasilnya kurang memuaskan. “Saya hanya mempunyai sawah sekitar 200 ubin atau 2.800 meter persegi, hanya menghasilkan 10 kuintal atau 1 ton gabah. Hasil tersebut tidak akan mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Apalagi dalam setahun, kami hanya dapat menanam dan panen sekali. Ini karena sawah di Ujung Alang merupakan tadah hujan. Makanya, kami sangat berterima kasih karena bantuan beras,” ujarnya.
Tepat Sasaran
Kepala Dusun Lempongpucung, Desa Ujung Alang, Wahyono, mengakui warga di dusunnya sangat terbantu dengan adanya bantuan pangan. Meski perjalanannya cukup berat karena harus melewati Segara Anakan, penyaluran bantuan tidak mengalami keterlambatan. “Ini penting, supaya bantuannya langsung dapat dirasakan oleh warga. Dan yang pasti tepat sasaran,”katanya.
Menurut Wahyono, Bulog sebagai penyalur bantuan bertanggung jawab penuh sampai ke desa-desa wilayah di Kecamatan Kampung Laut. “Khususnya ke Dusun Lempongpucung, bantuan beras yang disalurkan oleh Bulog meringankan beban masyarakat,” kata dia.
Secara terpisah, Pemimpin Perum Bulog Cabang Banyumas Prawoko Setyo Aji mengakui distribusi paling susah bantuan pangan adalah ke desa-desa di Kecamatan Kampung Laut, Cilacap.
“Akses ke Desa Klaces dan Ujung Alang harus menggunakan perahu compreng untuk mengangkutnya. Salah satu kesulitannya adalah terbatasnya daya angkut perahu dan waktu pasang surut. Sekali waktu, ada perahu yang kandas karena laut posisi surut. Sehingga perahu harus ramai-ramai didorong sampai ke tengah, baru bisa bergerak lagi. Inilah salah satu tantangan yang harus dihadapi di wilayah kerja Bulog Banyumas,” jelasnya.
Tahun ini, ada 2.539 keluarga di empat desa yang mendapat bantuan beras atau hampir 50% dari jumlah keluarga di kecamatan setempat. Rinciannya adalah Desa Klaces sebanyak 209 keluarga, Panikel 1.011 penerima, Ujung Alang 617 keluarga serta Ujung Gagak 702 penerima.
Setiap penerima mendapat 10 kg beras. Total beras yang didistribusikan sebanyak 25.390 kg atau 25,39 ton per penyaluran. Pada 2024 ini, ada sebanyak sembilan kali penyaluran. Pada Oktober penyaluran bantuan pangan sudah dilakukan pada Senin (14/10) lalu dan distribusi akan dilakukan kembali pada Desember mendatang.
“Warga di Kampung Laut sangat terbantu, karena masyarakat di sana pada umumnya berprofesi sebagai nelayan. Sehingga beras harus membeli. Beruntung ada bantuan pangan sehingga benar-benar bisa mengurangi beban pengeluaran. Kalaupun ada petani di Kampung Laut, hasil panennya tidak sebanyak di wilayah daratan Cilacap,”ujarnya.
Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arwakhudin Widiarso menyatakan Bulog memiliki tugas untuk memastikan ketersediaan pangan. Kemudian juga keterjangkauan, artinya warga mampu mengakses pangan, baik dari sisi akses terhadap ekonomi maupun akses fisik. Serta stabilisasi harga pangan.
“Bulog terus berbenah dari hulu sampai hilir. Misalnya, dari sisi hulu, Bulog mulai membangun kemitraan melalui Mitra Tani. Mengemban visi sebagai pemimpin rantai pasok pangan terpercaya, Perum Bulog berupaya mengatasi masalah produksi pangan terutama beras melalui program huluisasi pasokan bernama Mitra Tani,”ujarnya.
Sedangkan untuk hilirisasi, Bulog menggandeng warga yang mendirikan rumah pangan kita (RPK). Kini di seluruh Indonesia jumlah RPK sudah mencapai 20 ribu. “Ini adalah hilirisasi yang dilakukan Bulog sebagai bagian dari pemasaran beras. Dari 20 ribuan RPK, hampir seluruhnya aktif. Bulog mengatur dan membatasi, karena permintaan dari RPK sangat tinggi,” katanya.
Bulog terus berbenah dan bertransformasi sebagai lembaga rantai pasok pangan untuk mengantarkan kebaikan. Salah satunya adalah mengantarkan bantuan tepat sasaran kepada mereka yang membutuhkan. (LD/J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved