SEKITAR 50 sumber mata air terutama di kawasan pegunungan kapur Kabupaten Tuban, Jawa Timur, mulai mengering akibat kemarau panjang. Krisis air juga diperparah maraknya aktivitas penambangan galian C dan rusaknya kawasan hutan secara terbuka di wilayah setempat.
Ke-50 sumber mata air kecil hingga besar tersebut tersebar di 10 kecamatan di Kabupaten Tuban. Di antaranya, meliputi Kecamatan Semanding, Kenduruan, Parengan, Plumpang, Grabakan, Bancar, Merakurak, Kerek, Soko, Palang, dan Montong.
Data dari Cagar--lembaga pemerhati lingkungan di Tuban--menyebutkan puluhan sumber mata air mengalami penurunan debit secara signifikan. Di antaranya, Sendang (mata air) Jipeng dan Ngabuk di Kecamatan Kerek, Trunggo di Kecamatan Merakurak, Sendang Maibit, Ngerong, dan mata air Beron di Kecamatan Rengel.
Selain itu, Air Terjun Nglirip di Kecamatan Singgahan dan Sendang Klumpit serta Sendang Sukosari di Kecamatan Soko. Dari jumlah itu, sejumlah mata juga telah mengering.
Di antaranya, Sendang Sundulan, Sendang Kalianget, Joko Tarup, dan Pacar di Kecamatan Plumpang. Termasuk juga mata air hutan Kerawak di Montong.
Ruri, warga Desa Sumberagung, Kecamatan Plumpang, mengatakan sejak beberapa tahun terakhir dua mata air yang ada di kampungnya saat kemarau panjang tidak mengeluarkan air. "Padahal, dulunya sumber air besar," ungkapnya.
Direktur Cagar, Edy Toyibi, mengakui dari survei yang dilakukannya debit mata air sepanjang kawasan kars (pegunungan kapur) di pantura Tuban mengalami penurunnya debit cukup signifikan.
Menurut dia, hal itu terjadi akibat kerusakan hutan terutama di kawasan tangkapan air sepanjang pegunungan kars. Itu, kata dia, juga akibat pertambangan liar yang telah menyebar di 10 kecamatan tersebut.
Kemarau panjang juga menyebabkan lahan usaha budi daya ikan air tawar yang dikelola warga di kolam tanah dan keramba apung di tepian Sungai Batanghari, Jambi, mengering. Selain gagal panen, kekeringan memaksa sebagian besar petani menyetop penebaran benih ikan baru.
Harga air Di sisi lain, harga air bersih di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, kemarin, mulai melonjak menyusul kemarau yang berdampak terhadap menyusutnya debit sumber air.
Air tangki ukuran 5.000 liter yang biasa dijual antara Rp70 ribu dan Rp80 ribu, kini naik dua kali lipat menjadi Rp150 ribu. "Harga air disesuaikan dengan jarak antara sumber air dan pemesan. Jika jaraknya di atas 5 kilometer, harga air maksimal Rp150 ribu per tangki. Di bawah jarak itu harga air menjadi Rp70 ribu per tangki," kata Ari, sopir mobil tangki, Senin (7/9).
Ia menyebutkan penaikan harga air juga dipicu peningkatan permintaan air dari masyarakat. Itu disebabkan pasokan air dari perusahaan daerah air minum (PDAM) setempat dilakukan secara bergilir karena terjadi penurunan debit air di sumber-sumber air yang dikelola PDAM tersebut.
Sementara itu, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah II mengucurkan bantuan 50 tangki air bersih untuk warga yang mengalami kekeringan di Kabupaten Boyolali.
Gelombang pertama bantuan yang disalurkan melalui Palang Merah Indonesia (PMI) itu diberangkatkan secara simbolis oleh Kepala Kanwil DPJ Jateng II, Yoyok Satiotomo, dari Kota Surakarta, Jawa Tengah, kemarin (Senin, 7/9/2015).
Di Jawa Barat, BPBD Kabupaten Tasikmalaya juga terus berupaya melakukan pendistribusian air bersih bagi masyarakat yang mengalami krisis air. Pendistribusian tersebut baru dilakukan ke 19 kecamatan yang tersebar di 50 desa.(SL/PO/FR/AD/N-1)