Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Gas Gratis dari Rumput Laut

MI/Siti Retno Wulandari
15/2/2015 00:00
Gas Gratis dari Rumput Laut
( ANTARA FOTO/Ekho Ardiyanto)
DI sebuah sudut di Desa Tanara, Kabupaten Serang, Banten, tampak kubah pendek berwarna biru. Ada pula bak dan kubah lain yang lebih panjang yang juga berwarna biru. Dari instalasi itu terdapat pula pipa kecil yang masuk ke rumah warga dan berakhir pada kompor. Instalasi tersebut memang mengalirkan gas yang dimanfaatkan untuk memasak. Namun yang menarik, tidak seperti teknologi umumnya yang hanya memanfaatkan kotoran sapi, bahan utama biogas ini justru rumput laut. Inilah teknologi yang dikembangkan oleh peneliti senior Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB, Mujizat Kawaroe. Selain di Serang, teknologi yang sama juga diterapkan di Desa Puntondo, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Kepada Media Indonesia, Selasa (10/2), Mujizat menuturkan bahwa idenya muncul dua tahun lalu. Saat berkunjung ke Pantai Wanci, Wakatobi, ia menemukan rumput laut yang teronggok sepanjang 5 kilometer dengan ketebalan mencapai 40 cm.

Merasa sayang karena tak termanfaatkan, Mujizat membawa pulang rumput laut seberat 5 kilogram itu dengan maksud memanfaatkannya sebagai biogas. Namun, kandungan sulfur pada rumput laut jenis Ulva sp tersebut sangatlah tinggi sehingga tidak cocok dijadikan biogas. Mujizat pun mencari jenis lain dari rumput laut yang potensial dan memiliki kandungan sulfur rendah. Gracilaria dan Eucheuma cotonii menjadi bahan penelitian selanjutnya dan sesuai untuk tujuannya. "Ini bukan limbah, melainkan rumput laut hasil penolakan pasar karena tidak sesuai standar. Jadi kami enggak berebut dengan yang dijadikan konsumsi manusia," tutur Mujizat. Dengan karakteristik rumput laut yang sesuai, Mujizat kemudian membuat proyek percontohan biogas di dua desa tersebut. Di sana, dibangun dua reaktor yang memiliki kapasitas 1,5 meter kubik dan 4 meter kubik atau setara dengan 1,5-4 ton rumput laut. Di Desa Tanara digunakan rumput laut Gracilaria, sementara di Desa Puntundo jenis Eucheuma contonii.

Sebelum diisi rumput laut, bioreaktor terlebih dahulu diberikan campuran kotoran sapi dan air. Persentase kedua bahan tersebut 1:1, dan reaktor hanya boleh diisi 2/3 bagiannya. Campuran tersebut didiamkan selama 30 hari hingga menghasilkan derajat asam-basa (pH) yang stabil di angka 7. Mujizat menjelaskan jika pH kurang dari 7, bakteri yang dapat memproduksi gas tidak akan bekerja. Setelah pH terukur stabil selama tiga hari, kotoran sapi dan air yang ada di dalam reaktor dikeluarkan sebanyak 10%. Campuran itu kemudian diganti dengan rendaman air dan rumput laut. Proses itu terus berulang hingga seluruh campuran kotoran sapi terganti dengan campuran rumput laut. Gas yang dihasilkan dari reaktor tersebut dapat digunakan untuk menyalakan kompor ataupun lampu. Temuan Mujizat ini pun memberi jawaban kelangkaan energi di daerah pesisir, terlebih yang tidak berlimpah dengan ternak sapi.

Untuk kompor dan lampu
Manfaat biogas rumput laut ini telah dirasakan oleh Muhammad Kasim. Sebelumnya, Kasim tidak terpikir bahwa rumput laut yang sudah terkena air hujan dan juga kotor dengan pasir dapat memiliki nilai ekonomi. Pasalnya rumput laut tersebut selama ini ditolak pasar. Dengan bimbingan Mujizat, Kasim pun mengoperasikan bioreaktor yang berada di dekat rumahnya. Pria berusia 39 tahun itu menuturkan bahwa pertama kali ia menggunakan 25 kg rumput laut yang kemudian dicampur dengan air. Ia lupa berapa lama rumput tersebut menghasilkan gas. Akan tetapi, dari kuantitas tersebut, Kasim bisa menggunakannya selama lebih dari satu bulan untuk dua kompor dan satu lampu. Sebenarnya, potensi gas yang dihasilkan oleh rumput laut masih bisa digunakan untuk menghidupkan lampu lainnya, tetapi instalasi penyalur gas yang ada terbatas.

"Saya kira-kira dalam pemakaian satu bulan biogas dari rumput laut bisa mengirit penggunaan elpiji hingga 50%. Ini sudah kali kedua saya mengisi tabung (reaktor). Sekitar sebulan lalu saya isi 20 kg rumput laut, gasnya masih ada sampai saat ini," tuturnya. Kasim dapat mengetahui dengan mudah kapan harus mengisi biogas karena adanya indikator pada reaktor. Ia mengakui biogas dari rumput laut ini menimbulkan bau menyengat. Namun, bau itu akan hilang begitu api menyala. Merasakan sendiri energi gratis dari rumput laut, laki-laki yang merupakan Ketua Kelompok Rumput Laut Bintang Bahari ini rajin mencari rumput laut yang dibuang petani. Rumput lain semacam ini banyak berserak di bibir pantai. Kasim berharap ke depannya teknologi biogas dengan rumput laut dapat semakin dikembangkan sehingga makin banyak orang mendapat gas gratis. Selain itu, rumput laut tidak lagi tersia-siakan.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya