Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PEMILIHAN umum 2024 tinggal sekitar dua tahun lagi. Namun residu dari Pemilu sebelumnya masih nampak. Terbukti dengan masih maraknya penyebutan istilah kampret dan cebong.
Karena itu untuk mencegah terulangnya hal tersebut, pada pemilu mendatang diharapkan ada tiga poros. Ketua Umum Solidaritas Pemersatu Bangsa Indonesia ( SPBI) Dr Iswadi MPd mengungkapkan hal tersebut. Menurut dia, dengan tingginya angka presidential threshold (20% kursi atau 25% suara sah nasional), semau parpol kecuali PDIP harus berkoalisi untuk bisa mengusung capres dan cawapres.
"Poros pertama PDIP yang memegang supremasi elektoral dua kali pemilu berturut-turut (Pemilu 2014 dan 2019). Sebagai the rulling party yang mengendalikan jalannya kekuasaan, PDIP tentu berkepentingan untuk memenangkan kembali Pilpres 2024. Dengan modal 128 kursi parlemen (DPR RI), PDIP sudah cukup mengusung Capres tanpa koalisi. Tetapi mereka pasti akan tetap mencari teman koalisi," ujarnya
Sedangkan di poros kedua ada Koalisi Indonesia Bersatu yang terdiri dari Partai Golkar, PPP dan PAN. KIB diperkirakan akan terus bertambah dengan partai-partai papan tengah. Di poros ketiga, akan ada bayang-bayang Gerindra untuk tetap mengusung Ketua Umumnya, Prabowo Subianto sebagai capres. Dalam konteks ini, Gerindra tetap membutuhkan teman koalisi untuk memenuhi syarat formal pencalonan. Mereka mungkin bisa berkoalisi dengan Nasdem, PKS, dan Demokrat jika tidak jadi berkoalisi dengan PDIP.
"Lahirnya tiga poros tersebut tentu didasarkan pada pengalaman buruk Pilpres 2019 yang hanya menghadirkan dua poros utama sehingga menyebabkan terjadinya gejala divided society," tambah Iswadi
Saat itu, segmentasi masyarakat menjadi makin terpolarisasi ke dalam dua kutub yang berseberangan secara diametral, yakni pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin dan pendukung Prabowo-Sandi. Kondisi ini cukup menguras energi dan menghadirkan ketegangan politik tinggi.
"Meskipun sudah bergabungnya Gerindra ke dalam pemerintah. Pembelahan antarkubu cebong dan kampret, juga belum berhenti meski Prabowo dan Sandi kini telah menjadi menteri Presiden Jokowi," ungkap Iswadi.
Alumni Institut Perguruan Darul Aman Malaysia ini memprediksi para calon yang berasal dari partai politik baik dalam kapasitasnya sebagai ketua umum maupun elite partai lebih berpeluang mendapatkan tiket pencalonan. "Bisa saja, nama-nama yang beredar dengan elektabilitas tinggi, tidak bisa melenggang mulus dalam medan pertarungan karena tidak mendapatkan dukungan partai-partai politik," ujarnya.
Secara khusus dia mengapresiasi kesepakatan tiga partai politik anggota koalisi Indonesia bersatu (KIB). Menurut dia, kesepakatan itu akan menjadi atmosfer segar dalam Pemilu 2024. "Dengan bersatunya partai ini dengan istilah beringin, matahari, dan ka'bah dipastikan akan menjadikan atmosfer pertarungan Capres 2024 semakin dinamis," ujar Iswadi.
Mantan Ketua Relawan Jokowi-JK Provinsi Aceh itu menjelaskan, dengan adanya KIB ini bisa memainkan peran strategis dalam bandul pertarungan Capres ke depan. Ia juga mengatakan kehadira poros KIB dalam pertarungan di Pilpres 2024 nanti diharapkan meminimalkan polarisasi di masyarakat.
"Ini bukan dasar pada poros kandidat (figur), tetapi lebih merefleksikan poros atau fragmentasi kekuatan partai-partai politik sebagai satu-satunya pemegang otoritas politik dalam mengusung pasangan capres-cawapres di pilpres 2024 mendatang," kata Pembina Yayasan Al-Mubarrak Fil-Ilmi tersebut.
Dia menambahkan poros ini juga bersifat fleksibel, cair dan bergerak dinamis, karena selain pada variabel-variabel penting lain seperti sumber daya logistik dan infrastruktur partai dalam menghadapi pemilu. "KIB juga terbuka untuk partai mana pun yang ingin bergabung. (RO/A-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved