Headline

Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.

Penyaluran Pupuk masih Bermasalah

Liliek Dharmawan
14/2/2015 00:00
Penyaluran Pupuk masih Bermasalah
(ANTARA/Fikri Adin)
Komisi II DPRD Purbalingga, Jawa Tengah, menemukan sejumlah persoalan dalam distribusi pupuk bersubsidi. Masalah itu ialah masih ada petani yang tidak masuk kelompok tani, serta antara penyaluran dan kebutuhan yang tidak sinkron.

Ketua Komisi II DPRD Purbalingga Aris Widiarso, kemarin, mengungkapkan petani yang tidak masuk kelompok tani berujung pada kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. "Sebab penyaluran pupuk bersubsidi berdasarkan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) yang dibuat oleh kelompok tani. Padahal, tidak seluruh petani masuk kelompok tani," kata Aris, kemarin.

Aris mengungkapkan pada saat kunjungan ke distributor, mereka justru mengeluhkan penyerapan pupuk masih minim karena masih ada petani yang akan membeli, tapi tidak memiliki RDKK. Dengan begitu, banyak petani yang kemudian mencari ke daerah lain.

Selain itu, lanjut Aris, tidak ada sinkronisasi antara penyaluran pupuk dan kebutuhan petani. Masa tanam biasanya terjadi pada Oktober-Maret, tetapi masa distribusi dimulai pada Januari. "Ketidakselarasan antara penyaluran dan masa tanam membuat petani yang memang membutuhkan pupuk harus mencari ke mana-mana, seperti terjadi kelangkaan. Padahal, stok pupuk itu melimpah," jelas Aris.

Tahun ini, total alokasi pupuk bersubsidi untuk petani di Purbalingga mencapai 33,3 ribu ton. Perinciannya, urea sebanyak 16,2 ribu ton, ZA 2.650 ton, SP 36 2.400 ton, dan NPK 6.800 ton. "Dengan kuota tersebut, sebetulnya masih cukup untuk memenuhi kebutuhan petani di Purbalingga," tambah Aris.

Belum teratasi
Masalah kelangkaan pupuk juga belum teratasi, seperti yang dialami ribuan petani di daerah lumbung padi Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Hingga kemarin, persediaan pupuk di empat gudang pengecer di wilayah itu kosong. Kalaupun ditemukan pupuk, ada di rumah petani. Pupuk tersebut bukan dimanfaatkan untuk memupuk tanaman padi, melainkan dijual lagi ke petani lain melampaui harga yang ditetapkan pemerintah. Kepala Desa Siru, Kecamatan Komodo, Ali Mustaram mengatakan harga pupuk bersubsidi di tingkat petani Rp103.000 per sak dari harga subsidi sebesar Rp90.000 per sak. Begitu pula pupuk NPK yang dijual Rp130.000 per sak atau naik dari harga subsidi Rp115.000 per sak.

"Kelangkaan dan penaikan harga pupuk bersubsidi ini masalah serius sehingga pemerintah perlu turun tangan," kata Ali Mustaram. Ia menambahkan, jika persoalan pupuk tidak diselesaikan, produksi padi di daerah itu turun.

Rata-rata produksi padi per hektare mencapai 12 ton. Dengan jumlah tersebut, daerah itu menyuplai beras bagi daerah lain di NTT termasuk untuk kebutuhan Bulog. Wilayah Lembor merupakan persawahan terluas di Flores dengan luas 3.528 hektare (ha), yang terdiri atas irigasi teknis 2.896 ha, setengah teknis 278 ha, irigasi sederhana 309 ha, dan sawah tadah hujan 45 ha. Ribuan petani dari 13 desa mengantungkan hidup dari persawahan tersebut.

Pada bagian lain, Bali tahun ini mendapatkan kuota pupuk urea bersubsidi dari pemerintah pusat sebesar 45.000 ton. Angka itu naik 8.000 ton jika dibandingkan dengan tahun lalu yang berjumlah 37.000 ton.

"Bali tahun ini mendapatkan kuota pupuk urea 45.000 ton," ujar Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian Provinsi Bali Wayan Sunarta, kemarin.

Selain jenis urea, Bali juga menerima beberapa jenis pupuk bersubsidi lain, yakni SP sebanyak 2.500 ton, ZA 8.500 ton, NPK 23.300 ton, serta pupuk organik sebanyak 25.000 ton. (PO/RS/N-2)

[email protected]



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya