Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
MARKAS Komando Distrik Militer (Makodim) 0713 Brebes, Jawa Tengah, menyimpan sejumlah catatan sejarah. Tidak hanya di era revolusi 1945-1949, saat konflik antara Indonesia dengan penjajah Belanda pecah.
Tembok-tembok di markas itu juga menjadi saksi peristiwa bersejarah pada 1965 saat terjadi penumpasan G30S PKI oleh pasukan Resimen Para Komando AngkatanDarat atau sekarang dikenal sebagai Kopassus.
Sejarawan Pantura Wijanarto menyatakan di masa revolusi, markas Kodim Brebes dijadikan kantor Intel Belanda atau Nevis. "Mereka bertugas memata-matai pergerakan para pejuang RI," kata Kabid Kebudayaan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Brebes, itu, Selasa (5/10).
Ia menambahkan walaupun gerakan revolusi telah dimulai sejak 1908, yang kemudian diperingati sebagai tahun kebangkitan nasional, namun
rangkaian revolusi mencapai puncaknya mulai dari Proklamasi Kemerdekaan RI hingga pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Kerajaan Hindia Belanda pada 29 Desember 1949.
"Tentara Nica berusaha merebut kemerdekaan RI pada kurun 1945-1949. Di Brebes, sekarang Kodim 0713 Brebes, dulu dijadikan markas Nevis karena letaknya sangat strategis di Jalan Daendels atau jalan pantura, dan sekarang bernama Jalan Jenderal Sudirman," ucap Wijanarto.
PKI
Dia menambahkan berselang 16 tahun kemudian pascaperistiwa revolusi itu atau tepatnya 7 Oktober 1965, Markas Kodim Brebes dijadikan markas
Resimen Para Komando Angkatan Darat atau Kopassus. Tujuannya ialah menumpas pelarian kader dan simpatisan PKI dari Jakarta yang masuk ke Jawa Tengah.
"Di Brebes sendiri, basis PKI berada di wilayah Brebes Tengah, yakni wilayah Kecamatan Kersana, Banjarharjo, dan Ketanggungan, serta pantura," lanjutnya.
Wijanarto mengungkapkan, kala itu, RPKAD melakukan strategi Operasi Pagar Betis dengan mendirikan markas di dua tempat, yakni di Tanjung (sekarang Koramil 04 Tanjung) untuk menumpas PKI di wilayah Brebes tengah dan Markas Kodim Brebes guna menajngkau jalur Pantura atau Brebes kota.
"Kehadiran pasukan RPKAD di wilayah Brebes tersebut mengobarkan semangat ormas-ormas dan masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap PKI. Puncaknya adalah penumpasan kader PKI dan simpatisannya, saat menggelar rapat akbar di Alun-alun Brebes pada 18 Oktober
1965. Mayat-mayat mereka dihanyutkan di Sungai Pemali," tandasnya.
Markas Kodim Brebes adalah zonasi inti dari bangunan sejarah yang ada di Brebes. Untuk bangunan pendukung lainnya adalah markas vice police Brimob yang didirikan 1920 dan sekarang menjadi Polres Brebes.
"Sebelum menjadi Polres Brebes, markas vice police Brimob dijadikan
rumah dinas guru," katanya.
Lokasi bersejarah
Lokasi bersejarah lainnya di Brebes, lanjut Wijanarto, ialah Prasasti/Tugu Sindangheula di Kecamatan Banjarharjo, tugu di Stasiun Kereta Api Ketanggungan, Museum Juang 45 di Brebes Kota, Tugu Kopassus di Dusun Ciwindu Desa Wanoja Kecamatan Salem, Jembatan Berdarah Penumpasan G30S PKI yang berada di Desa Wanacala Kecamatan Songgom, TMP Kusumatama di Brebes, TMP Kusumatama II di Kecamatan Bumiayu, dan TMP Pagerayu di Desa Jatirokeh Kecamatan Songgom.
"Khusus di TMP Pagerayu Songgom, ada 37 jasad pejuang kemerdekaan yang meregang nyawa di tiga rumah milik Almarhum Jazuli, Medah, dan Soyu. Rumah itu diberondong peluru pasukan Belanda sejak subuh hingga pagi hari, pada 1948 setelah pergerakan mereka tercium oleh Nevis yang
bermarkas di Makodim. Tentara Belanda juga membakar rumah milik Medah dan Soyu karena dianggap sebagai tempat persembunyian laskar merah putih," urainya.
Ke-37 pejuang yang tewas langsung dikuburkan di depan rumah milik almarhumah Kalimah tanpa dimandikan dan dikafani karena warga menganggap mereka gugur sebagai syuhada.
"Saat ini kondisi makam tersebut masih terpelihara oleh pihak desa. Warga setempat menamai daerah itu sebagai blok pahlawan," papar Wijan, sapaa Wijanarto.
Di TMP Pagerayu Jatirokeh Songgom, pemimpin pasukan yang dibantai itu
bernama Kapten Ismail yang sudah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Identitasnya terungkap oleh keluarganya setelah beberapa tahun kemudian dari cincin kawin yang melingkar di kerangka jarinya. Sementara ke-36 prajuritnya tanpa nama di nisannya.
"Kerangka Kapten Ismail kemudian dipindahkan ke TMP di Kota Tegal.
Sebagai bentuk penghormatan kepada pahlawan asal Tegal itu maka namanya
dijadikan nama salah satu jalan protokol di Kota Tegal, tepatnya di daerah Pekauman, Tegal Barat," imbuhnya.
Menurut Wijan ada juga Operasi Gerakan Banteng Nasional yaitu operasi penumpasan DI/TII (1949-1950) di Jawa Tengah yang dipimpin
Letkol M Sarbini dengan markas staf komandonya berada di Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal. Wilayah operasinya meliputi wilayah Kabupaten
Brebes, Banyumas dan Cilacap.
"GBN sendiri merupakan Satgas gabungan dari satuan-satuan tempur
Divisi Siliwangi, Divisi Diponegoro dan Divisi Brawijaya. Tujuan utama
dibentuknya Komando Operasi GBN adalah untuk memisahkan antara Darul Islam Amir Fatah di wilayah Jawa Tengah dengan Darul Islam Kartosuwiryo di Jawa Barat, dan kemudian menghancurkan sampai ke akar-akarnya," tambah Wijan.
DI/TII di daerah Tegal-Brebes pimpinan Amir Fatah adalah pemberontakan bermotif syariat islam. Mereka ingin mendirikan Negara Islam
Indonesia, seperti Kartosuwiryo di Jawa Barat.
"Setelah DI/TII Amir Fatah padam, selanjutnya pada 1962 terjadi
peristiwa penumpasan DI/TII Kartosuwiryo oleh pasukan Kodam III Siliwangi untuk memulihkan keamanan di Jawa Barat dengan nama Operasi Pagar Betis Brata Yuda. Operasi dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1958, yang isinya tentang penumpasan DI/TII," ulasnya.
Wijan menambahkan penumpasan ini juga melebar ke wilayah Jawa Tengah
yaitu di wilayah Kabupaten Brebes selatan yang meliputi Kecamatan Bumiayu, Bantarkawung, dan Salem. Pasukan Siliwangi bergabung dengan pasukan GBN (Kodam IV Diponegoro saat ini) untuk mempercepat penumpasan.
"Pergerakan Siliwangi itu melebar hingga ke wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo, dengan melewati jalur Brebes di
wilayah Kecamatan Salem, Banjarharjo, Songgom," tambahnya.
Pasukan gabungan juga melibatkan masyarakat secara luas dengan tujuan mempercepat penemuan persembunyian Kartosuwiryo, sang proklamator NII.
Kota Perjuangan
Saksi bisu adanya penumpasan DI/TII di wilayah Brebes ialah rumah tahanan DI/TII yang kini berubah menjadi Kantor Pegadaian Bumiayu.
Wijan juga menyatakan banyak jenderal TNI yang asal maupun kariernya bermula di Brebes.
Dengan banyaknya tempat dan tokoh sejarah di Brebes maka sudah
sepantasnya Brebes juga diusulkan menjadi kota perjuangan.
Ia juga meminta agar pemkab secepatnya mengusulkan pencatatan peristiwa-peristiwa sejarah perjuangan bangsa itu agar tidak menguap begitu saja mumpung beberapa sumber sejarah masih hidup untuk menguatkan.
"Pasalnya, Brebes jelas punya peran penting dalam perjuangan
mempertahankan kemerdekaan RI maupun konflik internal tersebut,"
pungkasnya. (N-2)
PENELITI senior BRIN Lili Romli menyayangkan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon tentang tidak adanya bukti yang kuat terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998.
Menurutnya, pengingkaran terhadap peristiwa tersebut adalah bentuk penghapusan jejak sejarah Indonesia.
Proyek penyusunan ulang sejarah Indonesia ini sangat problematik dan potensial digunakan oleh rezim penguasa untuk merekayasa dan membelokkan sejarah sesuai dengan kepentingan rezim.
Pegiat HAM Perempuan Yuniyanti Chizaifah menegaskan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada pemerkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa dalam tragedi Mei 1998
Djarot mengatakan penulisan sejarah seharusnya berdasarkan fakta, bukan berdasarkan kepentingan politik. Maka dari itu, ia mengingatkan agar sejarah tidak dimanipulasi.
KETUA DPR RI Puan Maharani menanggapi rencana Kementerian Kebudayaan untuk menjalankan proyek penulisan ulang sejarah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved