Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
HARGA cabai rawit di sejumlah pasar tradisional telah menembus harga Rp80.000 per kilogram. Melonjaknya harga disebabkan berkurangnya pasokan dari daerah penghasil karena berbagai faktor.
Ading, 56, petani asal Kampung Cisalasih, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat mengatakan, faktor cuaca menjadi penyebab utama naiknya harga cabai rawit. Cuaca yang sering turun hujan menyebabkan tanaman lebih mudah terserang hama. "Pada musim penghujan tanaman cabai menjadi kurang bagus, banyak hama yang menyerang daun dan buah cabai," kata Ading, Senin (18/1).
Dia mencontohkan, dari 100 tumbak lahan yang ditanami cabai, pohon hanya maksimal menghasilkan antara 10-15 kilogram cabai. Sementara sisanya tidak laku terjual karena rusak atau gagal panen. "Kalau yang busuk langsung dibuang saja, percuma soalnya enggak bisa dijual," ucapnya.
Ia menuturkan, saat ini harga jual cabai dari petani ke tingkat bandar Rp65.000/kilogram. Walaupun harga jual tinggi, biaya yang dikeluarkan belum sebanding dengan ongkos dari mulai perawatan hingga masa panen.
"Pemupukan serta biaya penyemprotan obat hama lebih sering di musim hujan. Untuk semprot hama petani harus keluar uang Rp500 ribu per minggu, belum ditambah yang lain. Otomatis, biaya produksi lebih tinggi," ujarnya.
Faktor cuaca bukanlah satu-satunya penyebab naiknya harga cabai. Ading mengungkapkan, terjadinya bencana di daerah penghasil sayuran juga sangat memengaruhi harga. Lanjut dia, seperti diketahui beberapa daerah di Jawa saat ini mengalami kejadian gunung meletus.
"Petani di daerah pegunungan, seperti Merapi dan Semeru, kalau di Sumatera Gunung Sinabung, jangankan mereka berani ke kebun, keluar rumah juga mungkin takut. Makanya pasokan ke pasar mungkin jadi berkurang karena adanya kejadian itu," bebernya.
Ading menyampaikan, sebagian besar bahan kebutuhan pokok khususnya sayuran yang beredar di wilayah Jabodetabek didatangkan dari daerah di Jabar seperti Lembang dan Garut. Ia pun tidak bisa memprediksi kapan harga cabai bakal turun.
"Enggak tahu, tergantung cuaca di kebun. Kalau stok di kebun kosong, mungkin ya harga terus naik. Tapi jika panen raya, stok melimpah, harga bisa turun," jelasnya.
Dia berharap, pemerintah bisa melihat langsung kondisi pertanian agar bisa dicari solusi mengatasi masalah yang terjadi saat ini. Sebab, naik turunnya harga sayuran hampir terulang setiap musim dan petani sering menanggung kerugian yang sangat besar.
"Repot kalau begini terus, bagaimana petani mau maju kalau harga enggak stabil. Tolonglah cari solusi dari pemerintah," tambahnya. (DG/OL-10)
HARGA cabai merah di kawasan Provinsi Aceh, sejak sepekan terakhir turun.
Harga cabai merah saat ini hanya berkisar Rp16 ribu per kilogram di sejumlah sentra pasar di Sumut.
“Masyarakat jadi mengurangai jumlah pembelian dan itu mengakibatkan stok cabai di pedagang lambat habisnya,”
DUA pekan pascahari raya Idul Fitri atau Lebaran 2025 yakni pada Senin (14/4) harga cabai di Purwokerto, Jawa Tengah masih bertahan di angka yang tinggi.
Sejak beberapa hari terakhir sebelum hari Nyepi hingga tiba hari Idul Fitri, harga cabai rawit masih bertahan tinggi yakni Rp130 ribu/kilogram (kg).
Harga cabai rawit merah di sejumlah pasar di Bali tembus hingga Rp120 ribu hingga Rp130 ribu per kilogram menjelang Hari Raya Nyepi dan Idul Fitri 2025.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved