Indonesia Mengajar ala Banjarnegara (1)

Liliek Dharmawan/N-3
27/8/2020 05:20
Indonesia Mengajar ala Banjarnegara (1)
Anak-anak korban tanah longsor mengkuti senam di Sekolah Inspirasi Pedalaman (SIP) di Desa Pesangkalan, Kecamatan Pagedongan, Banjarnegara.(MI/LILIEK DHARMAWAN)

DESEMBER 2014, peristiwa tragis menimpa sebagian warga Banjarnegara, Jawa Tengah. Bencana tanah longsor menerjang Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar.

Kejadian itu memakan korban meninggal dunia hingga lebih dari 100 orang. Peristiwa itu menyisakan trauma mendalam bagi keluarga, apalagi anak-anak.

“Banyak anak yang akhirnya tidak bisa sekolah. Kami juga menduga bencana alam membuat indeks pembangunan manusia Banjarnegara sulit meningkat,” kata Riza Azyumarrida Azra, 29, aktivis sosial.

Badan Pusat Statistik mencatat pada 2014 IPM daerah ini masih di angka 63,15 dan setahun kemudian naik 66,54, yang berarti berada di kategori rendah. Banjarnegara tertinggal dari rata-rata IPM Jawa Tengah yang mencapai 71,12, atau kategori tinggi.

Pendidikan warga sangat memengaruhi capaian IPM. Berangkat dari kesadaran itulah Riza bersama sejumlah relawan langsung turun ke Karangkobar untuk mendampingi anak-anak yang kehilangan keluarga dan rumah.

“Dari Jemblung itulah, saya dan empat teman mendirikan Sekolah Inspirasi Pedalaman (SIP). Ini adalah program Indonesia Mengajar di lingkup lokal,” tutur Riza.

Riza dan teman-temannya pun mendatangi desa-desa terpencil untuk mengajar anak-anak. Gerakan ini pun diikuti sejumlah mahasiswa asal Banjarnegara yang kuliah di berbagai kota. Mereka memanfaatkan waktu mudik untuk turun ke desa.

SIP mulai bergerak pada 2015 di Desa Kalitengah, Kecamatan Purwanegara. Konsep mereka ialah membuka pemikiran anak-anak desa secara merdeka.

“Ada anak yang ketika ditanya mengaku bercita-cita jadi sopir beko. Ia kagum karena mereka terlihat gagah dengan alat berat yang mereka kendalikan,” ujar relawan lain, Maitsa Putri Shafa.

Para pengajar tidak mempermasalahkannya. Namun, mereka juga membuka pengetahuan anak-anak tentang banyaknya profesi lain, seperti polisi, dokter, dan pejabat.

Saat bergerak, SIP mendampingi satu desa selama satu tahun. Namun, jika bencana terjadi, mereka beralih ke lokasi itu. Pada 2018 misalnya, SIP bergerak ke Kecamatan Kalibening yang luluh karena gempa. Mereka menggelar trauma healing untuk anak-anak.

“Kesan saya yang paling dalam saat mendampingi anak-anak di Desa Pesangkalan, Pagedongan. Desa itu terpencil di tengah hutan, dan saya tinggal bersama mereka selama satu tahun,” ujar Maitsa. (Liliek Dharmawan/N-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya