Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Dikeruk tapi tidak Dinikmati

SY/N-3
30/4/2015 00:00
Dikeruk tapi tidak Dinikmati
(MI/SYAHRUL KARIM)
KETERSEDIAAN sumber daya alam di Kalimantan Timur sudah dieksploitasi sejak puluhan tahun silam.

Total E&P Indonesie, misalnya, sudah menggerus minyak dan gas di Blok Mahakam, sejak 1971.

Ladang gas Badak juga mulai digarap pada 1972.

Blok lain, yakni di Kutai Basin, Kota Balikpapan, memiliki kandungan minyak mentah yang dimanfaatkan Chevron Indonesia dan ladang gas yang tengah dieksplorasi Vico Indonesia.

Minyak, gas, dan yang terkini batu bara asal Kalimantan Timur terus jadi incaran. Tragisnya, dari 3,6 juta jiwa warga, hanya secuil yang bisa menikmatinya.

Harapan mencapai tingkat kesejahteraan yang baik masih jauh dari harapan.

Tengok saja pembangunan infrastruktur jalan yang menjadi urat nadi pergerakan ekonomi, jalur utama angkutan barang dan orang, serta konektivitas atau penghubung antardaerah, ternyata juga tidak seluruhnya mulus.

Di jalan nasional saja, misalnya, dari total panjang 2.118 kilometer, ada 202 kilometer yang rusak ringan dan 189 dalam kondisi rusak berat.

Parahnya, kerusakan itu terus berlanjut kendati telah dilakukan perbaikan.

Ini terjadi akibat bobot jalan yang tidak sebanding dengan beban kendaraan yang melewatinya.

Jalan Trans-Kalimantan, misalnya, dibangun dengan kategori jalan kelas 3 atau hanya mampu menanggung beban kendaraan seberat 8 ton.

Padahal, kendaraan berat pengangkut hasil tambang dan perkebunan di daerah ini biasa mengoperasikan truk dengan kapasitas 30 ton.

Alhasil, guyuran APBD dan APBN tidak mampu memuluskan jalan.

"Selama kelas jalannya tidak ditingkatkan menjadi kelas 2 atau kelas 1 seperti di Jawa, kondisi jalan di Kaltim sulit mulus. Peningkatan kategori jalan Trans-Kalimantan menjadi prioritas," kata Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, pekan lalu.

Dia berjanji akan meminta Presiden Joko Widodo untuk menaikkan kelas jalan di Kaltim minimal kelas 2.

"Selama masih kelas 3, kondisinya akan selalu rusak," tegasnya.

Lingkungan rusak

Bernaulus Saragih, peneliti sumber daya alam Kalimantan Timur asal Universitas Mulawarman, Samarinda, menyatakan eksploitasi sumber daya alam di Kalimantan Timur telah berdampak pada lingkungan.

Kerugian ekologi jika dinilai dengan uang diperkirakan bisa mencapai Rp6,3 triliun per tahun.

Dampak buruknya juga telah dirasakan oleh 1/3 dari sekitar 3,6 juta jiwa penduduk Kaltim, di antaranya, ketika hujan, maka banjir selalu terjadi di sejumlah kawasan akibat daya serap tanah yang minimal.

"Hampir semua sungai di Kaltim tidak ada yang layak langsung konsumsi akibat sudah tercemar. Bahkan, Sungai Mahakam yang merupakan sungai terbesar di Kalimantan juga tak lepas dari pencemaran," tambahnya.

Kerugian paling mendasar berupa lompatan perubahan budaya dalam masyarakat, akibat dari masifnya eksploitasi SDA dalam waktu relatif cepat.

Daerah yang terkena dampak terparah salah satunya ialah Kota Samarinda, Ibu Kota Kaltim.

Banjir sudah menjadi langganan saat hujan turun.

Di tengah kota, jalan raya juga semakin cepat rusak karena kendaraan pengangkut tambang yang melintas di permukiman dan tengah kota.

"Air sungai menjadi sangat keruh. Pendangkalan dan sedimentasi juga tidak tertahankan. Padahal, 80% dari total warga yang berjumlah ribuan orang di 1.417 desa di sepanjang Sungai Mahakam sangat mengandalkan air dari sungai," jelas Bernaulus.

Ketiadaan air bersih berbuah ongkos ekonomi yang makin tinggi.

Tidak lagi air gratis. Untuk mendapat air bersih, warga bertumpu pada pasokan perusahaan daerah air minum.

Bahkan, tidak sedikit yang harus membeli air galon untuk kebutuhan sehari-hari.

Terkait dengan tingginya kerusakan ekologi tersebut, Gubernur Awang Faroek Ishak telah mengeluarkan moratorium izin untuk usaha pertambangan, perkebunan, dan izin kehutanan.

Moratorium sebenarnya telah dikeluarkan sejak Januari 2013, tetapi gencar disosialisasikan, setahun terakhir, agar semua pihak terkait memahami maksud pemerintah dalam upaya menjaga keseimbangan lingkungan.

Khusus untuk batu bara, Gubernur telah melarang ekspor tanpa dilakukan pengolahan terlebih.

Sebagai tindak lanjut dari gerakan itu, Kaltim menerbitkan Pergub Nomor 17 tahun 2014 tentang Larangan Ekspor bahan.

"Sumber daya alam kita berupa gas, minyak, dan batu bara lebih banyak keluar, tidak digunakan dalam negeri. Saya sangat setuju sekali gerakan penyelamatan sumber daya alam yang dipelopori oleh Presiden Jokowi. Bahan tambang harus diolah di dalam negeri, baru diekspor," jelasnya.

Oleh karena itu, dia berharap ke depan, masyarakat Kaltim bisa menikmati hasil sumber daya yang dituangkan dalam berbagai pembangunan infrastruktur.

Saat ini, kata Awang, masyarakat Kaltim baru sebatas menikmati pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis, belum lebih dari itu.

"Saya hanya berharap infrastruktur dasar harus dinikmati masyarakat Kaltim, setelah pendidikan dan kesehatan yang sudah lumayan. Sudah lama hasil bumi Kaltim dikeruk, tapi rakyat tidak pernah dapat apa-apa. Saya akan terus berjuang untuk kesejahteraan rakyat Kaltim," tekad Awang.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya