Headline

Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.

Wilayah Rawan tanpa Detektor Bencana

05/3/2016 01:40
Wilayah Rawan tanpa Detektor Bencana
(ANTARA)

MESKIPUN termasuk daerah berisiko tinggi bencana, Kabupaten Tasikmalaya dan Pangandaran, Jawa Barat, tidak pernah dipasangi alat pendeteksi tsunami dan tanah longsor.

Pemerintah hanya memasang CCTV.

"Sejak tsunami pada 17 Juli 2006, hingga sekarang belum pernah pendeteksi tsunami dipasang di pesisir pantai mengingat gempa bumi dulu tidak bisa diprediksi. Pemerintah hanya bisa memasang CCTV pada daerah rawan bencana tanah longsor dan banjir," ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tasikmalaya Kundang Sodikin saat ditemui di Tasikmalaya, Jumat (04/03).

Tsunami setinggi 2 meter pada 17 Juli 2006 terjadi sebagai akibat dari gempa bumi di pesisir pantai selatan Jawa Barat.

Tsunami melanda sejumlah daerah pesisir selatan seperti Tasikmalaya dan Ciamis.

Menurut Kundang, BPBD dan pemerintah daerah telah mempersiapkan langkah evakuasi dengan memasang berbagai tanda dan titik untuk menyelamatkan diri dari bencana.

"Untuk pemasangan belum memiliki anggaran dan pemerintah masih fokus pada lima alat pendeteksi tanah longsor dan banjir," paparnya.

Kepala BPBD Kabupaten Garut Dadi Djakarya menambahkan, untuk wilayah Garut, tidak pernah ada alat pendeteksi tanah longsor, banjir ataupun pergerakan tanah, serta tsunami.

Selama ini, yang diandalkan hanya komunikasi antara RT, RW, kepala desa, camat, Koramil, Polsek, serta instansi lainnya dalam upaya menyelamatkan warga.

"Kalau pemasangan alat pendeteksi di Kabupaten Garut tidak ada karena anggarannya sulit terutama medannya cukup berat dan terjal," katanya.

Kondisi itu menambah catatan buruk untuk early warning system (EWS) bencana, setelah temuan 20% alat peringatan tsunami di pesisir Sumatra Barat yang tidak berfungsi.

Alat yang tidak berfungsi itu semisal sirene yang rusak ataupun hilang yang diketahui setelah gempa Samudra Hindia berkekuatan 7,8 SR yang berpusat di 636 km barat daya Kepulauan Mentawai pada Rabu (2/3) malam.

Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumbar Ade Edward menilai peralatan yang ada saat ini sudah perlu dimutakhirkan.

"Sistem yang digunakan saat ini dibangun pada 2007. Padahal, setelah itu banyak temuan riset baru yang belum dimasukkan menjadi parameter dalam software sistem," katanya.

Ade yang ikut membangun early warning system (EWS) di Sumbar mengatakan, untuk mendukung sistem peringatan dini tsunami, Sumbar memiliki sekitar 103 sirene peringatan tsunami dan dua alat pendeteksi tsunami atau buoy.

"Buoy di Sumbar sudah tidak ada lagi karena itu hasil kerja sama dengan Jerman pada 2005 sampai 2010," jelasnya. (AD/HR/YH/N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya