Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

LBH Protes Penutupan Ponpes Waria

(FU/N-3)
26/2/2016 06:50
LBH Protes Penutupan Ponpes Waria
(MI/Ardi)

CAMAT Banguntapan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Jati Bayubroto, memutuskan menutup pondok pesantren waria Al-Fatah yang berada di Kampung Celenan, Desa Jagalan, Rabu (25/2) malam. Pesantren ditutup lantaran tidak memiliki izin juga dirasa mengganggu warga. Ponpes itu dipimpin Shinta Ratri. "Penutupan merupakan hasil perundingan dengan warga. Seluruh yang hadir menginginkan pesantren itu ditutup," jelas Jati. Kuasa hukum Shinta Ratri, Aditia Arief Firmanto dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, menyatakan pertemuan Rabu malam yang menyepakati penutupan ponpes waria Al-Fatah merupakan bentuk penghakiman terhadap Shinta Ratri.

Saat itu, LBH Yogyakarta tidak diperbolehkan mendampingi Shinta. "Shinta Ratri tidak diberikan ruang untuk berbicara dan menjawab tuduhan warga, khusunys terkait adanya minuman keras dan suara musik sampai larut malam," jelasnya. Menurut Aditia, ada ketidakseimbangan saat Shinta Ratri dan beberapa kelompok, khususnya Front Jihad Islam (FJI), memberi penjelasan. "Ada kekerasan psikis yang merugikan Shinta. Pertemuan itu berjalan tidak seimbang." LBH Yogyakarta akan membicarakan langkah selanjutnya untuk menyikapi keputusan penutupan pesantren itu.

"Shinta Ratri masih lelah, jadi kami perlu waktu untuk membahas langkah selanjutnya," kata Aditia. Lokasi pondok pesantren yang sudah beroperasi selama 2 tahun, kemarin, nampak sepi. Shinta juga belum mau memberi komentar. Pada pertemuan Rabu (24/2) malam, Jati memfasilitasi pertemuan beberapa pihak yang tidak sepakat dengan keberadaan ponpes waria, termasuk Front Jihad Islam. Sebelumnya, pada Jumat (19/2), FJI telah mendatangai ponpes menuntut penutupan. Dalam pertemuan itu, lanjut Jati, FJI menyampaikan pendapatnya terkait keberadaan ponpes waria selama sekitar 30 menit.

Setelah itu, mereka dipersilakan meninggalkan tempat pertemuan. Plt Lurah Jagalan Eko Purwanto menyatakan pertemuan dihadiri FJI, pemimpin ponpes, pejabat dari kantor kecamatan, kapolsek, Danramil, KUA, tokoh masyarakat, RT, dan RW. "Sebagian besar yang ha-dir sepakat dan meminta agar ponpes ditutup karena tidak berizin dan dianggap meresahkan warga. Semua bulat menyatakan untuk ditutup," tegasnya. Warga resah, lanjut dia, karena pernah mendapati adanya botol minuman keras di sekitar pondok pesantren. Selain itu, mereka beberapa kali mendengar suara mu-sik yang disetel keras pada malam hari. Saat ditemui terpisah, Sholehudin, mantan Lurah Jagalan, menyatakan saat menjadi lurah, ia tidak pernah menerima laporan dari warga mengenai keberadaan ponpes itu. "Namun, saya juga tidak mengakui adanya ponpes itu, karena memang tidak berizin."



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya