Sang Akvitis belum Bebas

Yose Hendra
09/1/2020 00:30
Sang Akvitis belum Bebas
Wendra Rona Putra(youtube)

WENDRA Rona Putra mengaku belum lega. Meski Sudarto, kliennya, diperbolehkan pulang, kemarin, tapi status yang disandangnya tidak berubah, tersangka.

“Siang ini, Sudarto diizinkan pulang. Dia tidak ditahan karena ada permintaan dari keluarga dan kuasa hukum. Dia juga sangat kooperatif,” ujar kuasa hukum Sudarto itu, kemarin.

Status tersangka, ujar Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, membuat Sudarto belum bisa tenang. Ia masih belum lepas dari tuntutan hukum.

Sudarto merupakan aktivis hak asasi manusia dari Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka). Selasa (7/1), ia ditangkap Polda Sumatra Barat di kantor Pusaka, di Jalan Veteran, Padang. “Ia dilaporkan oleh warga Desa Sikabau, Kabupaten Dharmasraya, karena mengunggah informasi adanya pelarangan kegiatan ibadah Natal ke dalam akun  facebook  miliknya. Unggahan itu dinilai menimbulkan rasa kebencian,” ungkap Kabid Humas Polda Sumatra Barat Komisaris Besar Satake Stefanus Budi Setianto.

Menurut dia, masa penahanan 1 x 24 jam untuk pemeriksaan Sudarto sudah berakhir. Ia diizinkan pulang dan tidak ditahan.

Meski belum lega, Wendra menilai tidak ditahannya Sudarto merupakan langkah maju. “Polda mau melihat konteks persoalan ini secara jernih. Polda mulai bertindak tidak terlalu represif.”

Di Jakarta, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga menegaskan Sudarto berstatus tersangka, tapi tidak ditahan. “Penetapan status tersangka dikuatkan dengan keterangan tujuh saksi, ahli bahasa, dan ahli informasi teknologi.”

Polri, lanjutnya, sedang mengupayakan ada mediasi antara pelapor dan tersangka. Jalur yang akan ditempuh nanti diharapkan ialah <>restorative justice<>, bukan formal semata. “Hukum itu untuk membangun harmoni, bukan kegaduhan. Itu yang sedang diusahan Polri.”


Kecaman aktivis

Di Padang dan di Jakarta, penangkapan Sudarto sangat disesalkan para aktivis. “Penangkapan itu penuh kejanggalan. Sebelumnya, Sudarto tidak pernah dipanggil baik oleh Polsek, Polres maupun Polda,” kata Wendra Rona.

Aktivis HAM Sumatra Barat, Rifai Lubis juga menilai penangkapan itu seharusnya tidak perlu terjadi. Sebab, yang Sudarto lakukan adalah dalam rangka menegakkan HAM dan keadilan.

“Harusnya yang dia peroleh adalah jaminan perlindungan hukum dan keamanan. Penangkapan ini membuat polisi gagal menyiapkan persemaian
kedamaian dan toleransi,” tandasnya.

Koalisi Pembela HAM Sumatra Barat dalam pernyataannya mengecam penangkapan itu. Kasus Sudarto menjadikan iklim demokrasi di ranah Minangkabau ini suram.

Di Jakarta, Benny Susetyo, anggota Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, meminta kasus ini diselesaikan dengan mengedepankan prinsip keadilan. “Aktivis lintas iman seharusnya mendapatkan perlindungan dari negara.”

Lebih keras, Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace Musdah Mulia menilai kepolisian yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat justru tunduk dengan ancaman sekelompok massa. “Perlindungan harus diberikan kepada aktivis keberagaman.”

Pun Ketua Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika Nia Sjarifudin mengingatkan tindakan kepolisian terhadap Sudarto telah menjadi sorotan nasional dan dunia. “Orang Minang itu perantau. Jiwa mereka seharusnya lebih terbuka menerima perbedaan.” (Gol/Hnr/N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya