(Sumber: BKPM/Kementerian Pertanian /Pemprov Sulawesi Selatan/Grt/Grafis: EBET)
PERLAHAN tapi pasti nasib tembakau yang ditanam petani di pedalaman Kabupaten Soppeng, Sinjai, Gowa, dan Bone terus tergerus oleh zaman. Alasannya, selama ini mereka hanya mengandalkan pasar lokal.
Para petani tembakau yang hanya mengandalkan industri rumahan tersebut, dengan racikan tradisionalnya, tergerus oleh industri rokok keretek. Pelanggan mereka yang masih mau membeli tembakau gulungan dengan kertas tipisnya hanya kalangan terbatas. Rata-rata usia konsumennya relatif tua. Tembakau atau rokok tersebut pun sering disebut 'gulser' alias gulung sendiri.
Salah satu penyebab produksi tembakau menurun ialah pemerintah juga tidak memberi solusi agar industri tersebut bisa bertahan di tengah serangan pasar modern. Tidak ada pembinaan, apalagi suntikan dana dan bantuan sejenis yang dibutuhkan.
Berbeda dengan di daerah lain di Indonesia, kondisi menurunnya produktivitas tembakau di Sulsel tidak jadi prioritas dan perhatian pemerintah.
Komisi B DPRD Sulsel yang membidangi pertanian, misalnya, melalui salah satu anggotanya, M Rajab, mengaku tidak mendapat laporan soal progres yang lebih baik untuk industri tanam tembakau. "Baik dari petani maupun dinas terkait sendiri tidak pernah ada laporan tentang tembakau," ujarnya.
Rajab berdalih saat ini pemerintah lebih menekankan sektor pembenahan irigasi dan target pencapaian swasembada pangan. Industri pertanian lainnya tidak menjadi prioritas.
Politikus NasDem itu menambahkan produksi rokok sebenarnya mampu menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) cukup besar di Sulsel, terkhusus dari cukainya. "Cukai rokok itu menjadi sektor pendapatan kelima terbesar di Sulsel. Namun, saya tidak bisa memastikan apakah sumbangan PAD sejalan dengan kondisi petani tembakau yang tersisa," ungkapnya. (LN/N-4)