Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Penambangan di Sungai Merajalela, Bendungan Besar Tiro Terancam

Amiruddin Abdullah Reubee
29/1/2019 13:40
Penambangan di Sungai Merajalela, Bendungan Besar Tiro Terancam
Penambang tradisional membawa pasir dengan perahunya di aliran sungai Desa Pasi Masjid, Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Rabu (23/1).(ANTARA/SYIFA YULINNAS)

PENAMBANGAN atau material galian C di lokasi bendungan irigasi Sungai Krueng Tiro, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, sangat parah.

Sekitar tiga unit traktor alat berat jenis excavator (beko) tiap hari mengeruk pasir dan bebatuan lainnya dari dasar sungai itu. Puluhan truk berbagai ukuran tiap hari mondar-mandir mengangkut bahan baku bangunan beton tersebut.

Pengerukan pasir membuat kedalaman sungai tergerus tanah di alas dasar. Bila tidak segera dilakukan penertiban dengan cara penghentian total, hal itu akan berakibat terhadap kerusakan bangunan irigasi bendungan.

Padahal itu merupakan satu dari dua bendungan besar di Kabupaten Pidie. Sekitar 11.977 hektare (ha) lahan sawah di bagian tengah dan timur kabupaten tersebut mengandalkan debit air bendungan Krueng Tiro. Bila terus berlanjut, dikhawatirkan akan memicu banjir besar saat musim penghujan dan mengundang kekeringan puluhan ribu hektare lahan sawah di Pidie.

Pengamatan Media Indonesia, Senin (28/1), berbagai macam galian C dari ukuran pasir hingga batu kelapa dialiran sungai setempat ditambang secara besar besaran. Bahkan di aliran sungai itu mereka memasang ayakan batu yang terbuat dari besi. Begitu dikeruk menggunakan beko, langsung diayak dan diangkut dengan truk-truk besar.

 

Baca juga: Penambangan Ilegal di Tasikmalaya Rusak Lingkungan, Polisi Siap Tindak Tegas

 

Ironisnya hasil pertambangan itu dipasok untuk bahan asphal mixing plant (AMP) milik segelintir pengusaha. Ditenggarai tidak ada izin tambang resmi dari pihak berwenang. Tidak ada penabang tradisional dari masyarakat kecil yang beroperoperasi di tempat itu.

Tidak diketahui apakah para penambang yang duduga ilegal itu membayar upeti secara liar kepada oknum tertentu atau sekelompok preman lain. 

Pemerhati masalah lingkungan hidup di Aceh, Syarifuddin, Senin (28/1), kepada Media Indonesia menyesalkan tindakan merusak lingkungan itu. Apalagi itu bisa berakibat bendungan iridasi rubuh, tergerus dari bagian bawah dan hancur saat air bah datang.

"Anehnya, lokasi penambangan galian C C itu dekat bendungan sumber air untuk 11.977 ha sawah. Lalu berada dekat permukiman warga dan termasuk dalam kawasan wisata alam yang banyak dikunjungi orang. Mengapa itu bisa berlangsung bebas tanpa pencegahan. Apakan pihak tertentu yang ikut menikmati hasilnya hingga membekengi aksi tersebut" kata Syarifuddin. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya