Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
DIREKTORAT Reserse dan Kriminal Umum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta telah menyidik kasus dugaan perkosaan terhadap mahasiswi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penyidik menggunakan Pasal 285, 289, dan 290 KUH Pidana untuk kasus tersebut. “Ancaman hukumannya pidana di atas lima tahun,” kata Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda DIY Kombes Hadi Utomo di Yogyakarta, Selasa (1/1)
Hingga kemarin, polisi telah memeriksa 19 saksi, termasuk korban berinisial AL dan terlapor HS. Tak ketinggalan karyawan, dosen UGM, dan teman-teman korban saat melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) di Pulau Seram, Maluku. Meski demikian, belum ada orang yang dijadikan tersangka.
Hadi Utomo menjelaskan penyidik Polda DIY bekerja berdasarkan alat bukti dan fakta. “Peristiwa itu ada. Bukti permulaan sudah punya. Untuk menetapkan tersangka, beberapa alat bukti diperlukan untuk melengkapi BAP terlapor,” lanjutnya.
Diakuinya, penyidik kesulitan mengungkap kasus tersebut lantaran peristiwa itu terjadi pada 2017. Namun, ia berjanji tidak menjadi halang-an bagi timnya untuk meng-usut kasus tersebut karena belum kedaluwarsa.
Karena itu, lanjutnya, terlalu dini jika polisi mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk kasus tersebut.
Munculnya kasus dugaan pemerkosaan terhadap AL berawal dari laporan Arif Nurcahyo yang sehari-hari sebagai Kepala Pusat Keamanan, Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Lingkungan UGM ke polisi. Sebaliknya, korban AL tidak bersedia membuat laporan ke polisi.
Menurut Arif, laporan ke polisi itu berawal dari surat Rektor UGM tentang dugaan pemerkosaan kepada Polda DIY. “Saya menanyakan ke polisi, sampai mana penyidikan kasus tersebut. Saya melaporkan ini dilandasi moral-profesional,” terang Arif.
Sebagai seorang psikolog, ia sadar kasus ini sangat penting untuk diungkap dan memiliki kepastian hukum. Jika tidak dilaporkan ke ranah hukum, dikhawatirkan akan muncul korban-korban baru.
“Negara kita negara hukum sehingga kami menyerahkan sepenuhnya kepada Polda DIY,” tukas Arif.
Hadi menambahkan kasus itu kasus biasa sehingga siapa saja bisa melaporkan, tidak harus korban. (AT/AU/N-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved