Warga Bali Perlu Ubah Paradigma untuk Selamatkan Subak
Arnoldus Dhae
22/9/2015 00:00
(ANTARA/Nyoman Budhiana)
Tokoh masyarakat Bali Njoman Gede Suweta menyoroti paradigma (cara pandang) yang salah tentang Subak (sistem irigasi tradisional) di Bali. Kesalahan paradigma itu turut mengancam eksistensi Subak.
Menurut Suweta, Subak di Bali identik dengan pertanian terancam punah karena selama ini Subak hanya dipandang dari dimensi budaya.
"Sehingga Subak dijadikan alat atau sarana promosi pariwisata," kata Suweta di Denpasar, Selasa (22/9).
Ia mengatakan semestinya Subak harus dipandang sebagai organisasi pertanian yang menjadi sumber kehidupan rakyat Bali. Artinya, tanpa Subak, rakyat Bali tidak makan alias mati. Oleh karenanya, Subak harus diletakkan sebagai subordinasi Dinas Pertanian dalam pembinaannya, bukan di bawah pembinaan Dinas Kebudayaan.
Menurutnya, pihak-pihak terkait kurang memahami Subak sebagai sistem, terdiri dari setidaknya tujuh subsistem, yakni subsistem irigasi, area/lahan, keanggotaan, kepengurusan, organisasi, awig- awig (regulasi) dan spiritual.
"Semuanya harus menjadi satu-kesatuan yang utuh. Pemahaman itu mulai pudar karena kuatnya pengaruh budaya 'jalan pintas' pada pola pikir rakyat Bali saat ini," ujarnya.
Suweta melanjutkan persoalan lain karena otonomi Subak diintervensi oleh sistem pemerintahan, sehingga Subak dipecah-pecah sesuai dengan wilayah administrasi pemerintahan.
"Akibatnya sangat sering muncul kebijakan yang berbeda antara wilayah hulu dan hilir Subak. Karena masing masing berada pada wilayah administrasi pemerintahan yang berbeda. Ini sangat merugikan pembinaan dan produktivitas Subak. Seharusnya pembinaan Subak terpusat di provinsi karena banyak Subak berada pada dua atau tiga wilayah kabupaten," ujar mantan Wakapolda Bali ini.
Menurut dia, keberpihakan kepada Subak hanya bersifat politis, lebih banyak untuk kepentingan promosi atau kampanye oknum tertentu. Lebih lanjut Ketua Gerakan Pemantapan Pancasila (GPP) Bali ini menyoroti adanya Subak yang mengikuti lomba padahal sudah bertahun-tahun Subak itu kering dan hendak dikapling oleh petani. "Aneh tapi nyata, Subak yang sudah tiga tahun kering dan lahannya mau dikapling oleh petani, tetap dicalonkan untuk jadi peserta lomba Subak. Jadi apa kriteria Subak dan lomba itu" sesal Suweta.(Q-1)