BANYAKNYA kejahatan perburuan orang utan di Aceh terjadi karena harga satwa langka itu di pasar gelap internasional sangat mahal. Satu individu orang utan biasa dihargai hingga Rp500 juta per individu.
Muhammad Haiqal, pemerhati lingkungan di Aceh mengakui harga itu berlaku bertingkat di sejumlah jenjang. Di tingkat pemburu, satu orang utan dihargai Rp500 ribu-Rp1 juta per individu.
Sedangkan di tingkat pedagang lokal dijual berkisar Rp7 juta hingga 10 juta. Saat dibawa ke pasar gelap nasional, yang umumnya dengan pembeli dari Pulau Jawa, harganya mencapai Rp50 juta-Rp100 juta.
"Paling tinggi harga hewan dilindungi di pasar gelap internasional yang mencapai Rp400 juta, bahkan bisa lebih. "Ini pekerjaan sindikat. Mereka memiliki jaringan dari hulu hingga hilir" sambung Haiqal, di Banda Aceh, Selasa (4/8).
Dikatakan Haiqal, pemerintah, pihak berwenang dan aparat keamanan harus membongkar jaringan itu. Jangan sampai aksi kejahatan itu lebih kuat dari lembaga resmi negara dan penegak hukum. Masyarakat sekitar hutan juga harus dilibatkan membongkarnya.
"Ada masyarakat yang tahu aksi perburuan hewan liar di sekitar mereka, tapi sayang mereka takut karena para penjahat lingkungan itu memiliki jaringan kuat. Warga tidak mau melapor karena takut akan berurusan panjang," jelasnya.
Perburuan orang utan terbesar di Aceh terjadi di Kabupaten Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Selatan, Nagan Raya, dan Aceh Tenggara. Populasi terbesar orang utan berada di kawasan Gunung Leuser. (N-3)