Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
UNTUK memperkuat ekspor produk dalam negeri, pemerintah diminta tidak membuka keran ekspor bahan baku industri yang berasal dari Indonesia. Salah satunya ialah rotan.
Hal tersebut diungkapkan ketua umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki), Soenoto, Jumat (7/9).
"Agar stamina kuat, kita harus memperkuat neraca perdagangan, antara ekspor dan impor," kata Soenoto.
Soenoto meminta impor dihemat khususnya yang tidak ada kaitannya untuk ekspor kembali. Selain itu Soenoto juga meminta agar pemerintah tidak melakukan ekspor bahan baku yang sebagian besar bahannya ada di Indonesia.
"Salah satunya ya rotan itu," kata Soenoto.
Dijelaskan Soenoto, saat ini industri mebel rotan dalam negeri sudah mulai kesulitan untuk mendapatkan bahan baku. Padahal, 80% rotan dunia menurut Soenoto adanya di Indonesia.
Bahkan Soenoto mengungkapkan seorang temannya harus mengimpor rotan kecil untuk pengikat ke Jepang karena bahan yang dimaksud sudah susah ditemukan di dalam negeri.
"Harganya, sampai 400 ribu/kg. Padahal kalau di dalam negeri harganya hanya 35 ribu/kg," ungkapnya.
Industri mebel rotan yang berorientasi ekspor, diakui Soenoto, mendapatkan keuntungan dari menguatnya nilai tukar dollar terhadap rupiah. Terlebih yang sebagian besar bahan bakunya menggunakan produk lokal.
"Tapi ya itu, hambatannya juga banyak," ungkapnya.
Di antaranya regulasi dan aturan yang belum memihak kepada pengusaha mebel dalam negeri.
Karena itu, Soenoto meminta agar kepada pemerintah yang berniat untuk memperkuat ekspor di saat krisis seperti ini untuk mempermudah aturan bagi pengusaha dalam negeri termasuk melindungi bahan baku yang ada di dalam negeri.
"Jangan sampai rotan diekspor dalam bentuk bahan mentah lagi," kata Soenoto.
Ekspor dalam bentuk mebel rotan akan lebih banyak mendapatkan nilai tambah dibandingkan ekspor bahan mentah.
Hal yang sama diungkapkan seorang pengusaha mebel rotan di Cirebon yang juga anggota Himki, Sumarca.
"Kalau mendapatkan keuntungan dari menguatnya dolar saat ini, itu memang betul," kata Sumarca.
Keuntungan yang didapat antara 5% hingga 10%. Keuntungan ini tidak tinggi dikarenakan kondisi sekarang menurut Sumarca berbeda pada 1997 dan 1998. Saat itu rupiah mengalami pelemahan dari Rp2.500 menjadi Rp15 ribu.
Namun di sisi lain, Sumarca yang sebagian besar mengekspor mebel rotan ke sejumlah negara di Eropa hingga mencapai 10 kontainer setiap bulannya juga mengakui jika belanja juga naik. Karena sejumlah bahan penunjang seperti tinner dan lainnya yang masih impor juga mengalami kenaikan harga.
Hal yang terpenting, lanjut Sumarca, pemerintah bisa menjamin keberadaan bahan baku rotan. Dengan demikian, industri mebel rotan yang berorientasi ekspor bisa menjadi penguat perekonomian Indonesia. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved