Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
INDONESIA memiliki kekayaan sumber daya alam nan melimpah. Mulai hasil pertanian seperti padi, jagung, dan umbi-umbian hingga potensi sumber daya energi, misalnya minyak bumi atau batu bara, yang banyak tersebar di sejumlah wilayah Tanah Air.
Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) 2018 diselenggarakan tepat hari ini di Pekanbaru, Riau, mengangkat tema Inovasi untuk Kemandirian Pangan dan Energi. Sejalan dengan itu, potensi sumber daya yang ada harus benar-benar dimanfaatkan secara optimal.
Direktur Pusat Teknologi Agroindustri Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT), Hardaning Pranamuda, mengatakan, untuk menuju kemandirian bangsa, khususnya bidang pangan, hal pertama yang mesti ditekankan ialah kesadaran memanfaatkan potensi sumber pangan lokal.
"Negara kita kaya, tapi (potensi pangan) jarang dilirik. Yang ada kecenderungan masyarakat hanya memanfaatkan satu sumber pangan saja, misalnya, padi untuk karbohidrat," ucapnya saat dihubungi Media Indonesia, pada Rabu (8/8).
Padahal, menurut Hardaning, masih banyak potensi pangan lain yang dapat menggantikan padi atau nasi untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat. Bahkan lebih dari itu, sagu misalnya, juga bermanfaat bagi kesehatan karena terbukti mampu menjaga kadar gula darah tetap stabil.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata konsumsi padi di Indonesia sebanyak 115 kg perkapita pertahun. Sementara itu, lahan pertanian semakin sempit, akibatnya produksi padi menurun dan dikhawatirkan ketergantungan itu akan membuat Indonesia menjadi pengimpor beras.
"Ironis memang, tapi kami sudah tawarkan solusinya, yaitu dengan memberdayakan potensi pangan lokal sehingga ada diversifikasi pangan," ujarnya.
Ia mengutarakan, BPPT melalui Balai Besar Teknologi Pati yang ada di Lampung, telah melakukan terobosan dengan menciptakan inovasi beras dari jagung. Kapasitas produksi yang dihasilkan mampu mencapai 1 ton perhari dan sudah dipasarkan di sejumlah toko waralaba Indomaret lewat kerja sama dengan Indometro.
Lebih lanjut, papar Hardaning, ada juga beras dari sagu yang telah dikerjasamakan dengan perusahaan pemula berbasis teknologi. Selain itu, biskuit untuk pangan korban bencana yang diformulasikan hingga delapan keping biskuit, memiliki kandungan kalori setara sebungkus nasi.
"Yang sekarang sedang kita kembangkan, produk mengandung kedelai untuk membantu meningkatkan serapan zat besi dalam tubuh. Untuk pemasarannya, kita upayakan ke Kementerian Kesehatan sehingga dapat ikut membantu mengatasi persoalan stunting," paparnya.
Alat berteknologi
Kendati demikian, Hardaning menegaskan, hasil inovasi itu tidak serta dapat langsung diterapkan, melainkan harus menggunakan alat yang disebut ekstruder untuk dapat membuat sumber daya pangan lokal menjadi panganan berupa bulir nasi ataupun mi.
Melalui kerja sama dengan PT Barata Indonesia, BPPT telah memasarkan 15 sampai 20 alat, yang kemudian dimanfaatkan sejumlah daerah, antara lain Nusa Tenggara Barat, Riau, Papua, dan Banten. Dua tipe ekstruder masing-masing dengan kapasitas 5 kg/jam seharga Rp25juta-Rp30 juta dan kapasitas 10 kg/jam sekitar Rp40 juta.
"Di puncak perayaan Hakteknas, sayangnya kita enggak boleh bawa alat. Jadi, hanya bisa kita tampilkan lewat video. Namun, untuk hasil inovasi termasuk beras, selain dari padi, tadi semua kita pamerkan," sebutnya.
Lebih lanjut, BPPT sesuai dengan tugas dan fungsinya ke depan, masih akan terus mengembangkan inovasi demi mencapai kemandirian bangsa di segala bidang. Termasuk meyakinkan stakeholder mengenai kebermanfaatan alat berteknologi yang telah diciptakan.
"Satu hal yang pasti dan perlu ditekankan, potensi pangan lokal jika terus dikembangkan bersama penggunaan alat berteknologi akan membuat Indonesia, khususnya daerah menjadi lebih mandiri," pungkas Hardaning.
Terkait dengan hal itu, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti), Nasir, menekankan seluruh komponen agar dapat saling bekerja sama. Utamanya, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan inovasi untuk peningkatan kesejahteraan, daya saing, dan kemandirian bangsa.
"Hakteknas ke-23 kali ini, kita harapkan menjadi momentum untuk mendorong sinergi peran dan fungsi stakeholder inovasi di daerah, yakni pemerintah daerah, akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media massa," tandas Menristek.
(S-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved