Kekeringan Ekstrem Ancam Jateng

Liliek Dharmawan
03/8/2018 09:26
Kekeringan Ekstrem Ancam Jateng
(Antara/Aditya Pradana Putra)

KEKERINGAN ekstrem akibat tidak turunnya hujan selama lebih dari dua bulan berturut-turut kini berpotensi terjadi di sejumlah wilayah di Jawa Tengah bagian selatan.

Berdasarkan prakiraan yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pengamat cuaca Stasiun Meteorologi BMKG Cilacap, Rendi Krisnawan, mengatakan kekeringan esktrem berpotensi di dua kabupaten, yakni Banyumas dan Kebumen.

“Namun, tidak seluruh wilayah di kedua kabupaten mengalami kekeringan ekstrem. Di Banyumas, misalnya, keke­ringan berpotensi terjadi di Kecamatan Lumbir dan Rawalo, sedangkan di Kebumen terjadi di Gombong dan Karanggayam,” jelas Rendi, kemarin.

Sementara itu, daerah yang berpotensi mengalami tidak turun hujan berturut-turut selama 31-60 hari ialah Banjarnegara, Banyumas, Cilacap, Kebumen, dan Purbalingga.

“Di Banjarnegara ada 11 titik, di Banyumas 6 titik, di Kebumen ada 5 titik, Cilacap ada 13 titik dan Purbalingga ada di tujuh titik. BMKG berharap setiap pemerintah kabupaten untuk mempersiapkan antisipasinya,” ujarnya.

Kepala Kelompok Teknisi Stasiun Meteorologi BMKG Cilacap, Teguh Wardoyo, menambahkan, intensitas hujan memang makin berkurang berda­sar pengu­kuran curah hujan pa­da Juli.

“Bahkan, selama sebulan terakhir ada daerah yang sama sekali tidak turun hujan. Misalnya saja di Kecamatan Dayeuhluhur, Wanareja, Majenang, Cimanggu, Kedungreja, Sidareja, Cipari, Ka­wunganten, Patimuan, Maos, Adipala, dan Binangun,” kata Teguh.

Bijak kelola air
Terkait dengan kemarau, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Wonogiri, Bambang Haryanto, meminta warga untuk lebih bijak mengelola air.

“Masyarakat harus betul-betul menghemat air. Potensi air sekecil apa pun harus dirawat atau dikelola sebaik mungkin sebagai upaya menghindari bencana kekeringan,” kata Bam­bang.

Bambang mengatakan telah melapor kepada Bupati Wonogi­ri, Joko Sutopo, dan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait, terutama dengan camat dan kepala desa, untuk ber­sa­ma memantau kondisi di lapangan. Misalnya, menyangkut kebutuhan air bagi warga, mengingat krisis air bersih di wilayah selatan selalu terjadi saat musim kemarau datang.

Solusi permanen dari pemkab berupa pembuatan embung dan pembangunan instalasi air sejauh ini dinilai belum maksimal untuk mengatasi keke­ringan di sektor pertanian dan juga kebutuhan air bagi warga.

BPBD Wonogiri juga tidak henti-hentinya menyebarkan informasi tentang ancaman ke­bakaran di musim kemarau, khususnya bagi masyarakat pe­ngelola hutan rakyat.

“Angin begitu kencang di mu­sim kering ekstrem. Sudah banyak kasus kebakaran lahan hutan rakyat akibat kelalaian warga. Ketika muncul titik api, ti­dak segera dipadamkan. Ketika sudah besar, baru minta tolong ke BPBD,” ujarnya.

Kepala BPBD Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Wahyu Wibisono, meminta masyarakat untuk mengantisipasi kekering­an dan kebakaran akibat dampak kemarau.

Menurut dia, wilayah yang harus diwaspadai di Purwakarta di antaranya Bungursari, Jatiluhur, Campaka, Cibatu, dan Tegalwaru.

Sementara itu, Kecamatan Pondoksalam, yang dulu bukan daerah rawan, kini juga masuk ke kategori rawan bencana keke­ringan. (WJ/RZ/X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya