Kamis 09 April 2015, 00:00 WIB

Pesona Kopi Tambora dalam Gurat Sejarah

Anwar Surachman | Nusantara
Pesona Kopi Tambora dalam Gurat Sejarah

MI/BRYAN

 
Sejak akhir abad 19 lereng berhawa dingin di kaki Gunung Tambora dijadikan lahan perkebunan kopi. Hingga kini kopi Tambora terus memesona karena kenikmatan rasanya. Kehidupan di Dusun Pancasila, tempat Tim Adventure Media Indonesia bermalam, juga terpaut erat dengan perkebunan kopi. Selain menjadi guide dan porter, kebanyakan penduduknya bekerja di ladang-ladang kopi di sekeliling dusun.

Menurut Saiful Bahri, pengelola Tambora Trekking Centre sekaligus Koordinator Kelompok Pencinta Alam Tambora (K-PATA), tanaman kopi dipanen sekali setahun. Biasanya pada Juni. Di luar kopi, warga juga menanam padi musiman yang dipanen setahun sekali atau menggembala sapi.Namun, tidak selalu panen kopi menandakan kemakmuran. "Masalahnya, warga kerap meminjam uang dulu untuk membiayai keluarga. Jadi dari hasil satu ton panen kopi misalnya, setengahnya bisa habis dipakai membayar utang," kata Saiful.

Dari catatan sejarah, pada 1701 kerajaan-kerajaan di Pulau Sumbawa meneken kontrak persahabatan dengan Belanda. Area Gunung Tambora yang menjadi lokasi tiga kerajaan, yaitu Sanggar,Tambora dan Pekat, pada masa itu menjadi sentral perkebunan kopi Belanda.Dikatakan As'ad, Peneliti Lembaga Kearifan Lokal Indonesia, pascaletusan  Tambora di 1815, tidak ada kelanjutan kehidupan karena tidak ada yang kelihatan secara fisik di lapangan. Arsip-arsip pemerintahan sebagai kelanjutan pemerintahan kerajaan Tambora dan Pekat pun tidak mereka temukan.

"Baru lah 20 tahun kemudian, 14 Agustus 1835 Belanda kembali melakukan kontrak kebun kopi di Tambora," ujarnya. Penandatanganan kontrak kebun kopi Kerajaan Sanggar dan Dompu, kedua kali berlangsung di Makassar, 7 September 1893 seluas 10 ribu hekatare, dan ikut didukung kerajaan Sumbawa dan Bima. Kelak, pada 1930, Swede G Bjorklund dengan perusahaannya membuka areal perkebunan kopi baru di lereng barat laut Gunung Tambora. Perkebunan itu
kemudian menjadi cikal bakal titik awal pendakian Tambora era moderen.

Dou mbojo
Popularitas kopi Tambora juga dimanfaatkan warga Kota Bima yang bergabung dalam Komunitas Babuju. Berbeda dengan sebagian orang Indonesia yang menikmati kopi murni, kata Amir As, penggiat komunitas  tersebut, masyarakat Bima menyukai kopi campuran.Mereka secara swadaya mengolah kopi lalu mencampurnya dengan jahe, beras  ketan, dan kelapa sehingga memiliki cita rasa khas. Kini, komunitas tersebut mencoba mengangkat aktivitas rumah tangga itu menjadi usaha komersil.

"Orang Bima biasa mencampur kopi sendiri, baru kami saat ini yang mencoba komersil," ucapnya. Tidak kurang dari 100 kilogram biji kopi merah yang diolah setiap bulan dengan melibatkan tenaga mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Bima. Adapun biji kopi yang digunakan berasal dari perkebunan di Tambora. Perbandingan antara kopi dan campuran beras, kelapa, dan jahe, beragam mulai dari 1:1 sampai 1:3. Hasil produk yang dinamai Cita Rasa Dou Mbojo sebutan untuk Suku Bima-- itu lantas dijadikan oleh-oleh khas Kota Bima. Dibungkus dalam  kotak kertas berwarna coklat yang dibubuhi tulisan sejarah penanaman kopi di Tambora."Rasanya memang unik dan sesuai dengan kebiasaan warga Bima yang menjadikan kopi campur sebagai pengganti nasi untuk sarapan," tutur
Amir. (Sha/YR)




Baca Juga

MI/Akhmad Safuan

Penetapan Tersangka Kecelakaan Maut Bawen Tunggu Pemeriksaan Selesai

👤Akhmad Safuan 🕔Senin 25 September 2023, 10:18 WIB
POLISI segera menetapkan tersangka dalam kecelakaan beruntun di Simpang Exit Tol Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa tengah, setelah selesai...
Ist

Polbangtan Kementan Jadikan Smart Agriculture Pendukung Pertanian Masa Depan

👤Media Indonesia 🕔Senin 25 September 2023, 07:59 WIB
Tunjukkan bahwa petani milenial dapat menjadi pionir untuk peningkatan kapasitas pertanian dan petani dengan gunakan cara-cara baru...
MI

Petani Sawit di Aceh Temukan Mortir Aktif Peninggalan Belanda

👤Andhika Prasetyo 🕔Senin 25 September 2023, 07:00 WIB
Syukri, seorang petani asal Gampong Meuling, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, menemukan mortir peninggalan Belanda yang diduga masih...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

MI TV

  • Presiden PKS Buka-Bukaan Soal Pasangan Amin

    Berikut petikan wawancara khusus wartawan Media Indonesia Ahmad Punto, Henri Salomo, Akhmad Mustain, dan Rifaldi Putra Irianto di kantor DPP PKS, Jakarta, Kamis (21/9/2023).

Selengkapnya

Berita Terkini

Selengkapnya

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya