Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Isu parkir berkaitan dengan lalu lintas dan ketertiban kota.
TAK terdengar lagi dentuman suara alat berat yang memasang tiang pancang memecah langit dan menggetarkan jalanan Kota Palembang. Kini mega proyek yang membentang panjang dari muka Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II hingga mendekati mal Ogan Permata Indah (OPI), kawasan Jakabaring Sport City (JSC), telah 98% rampung.
Diharapkan pembangunan light rail transit (LRT) atau sistem transportasi kereta api modern, cepat dan ringan sepanjang 23 kilometer (km) tersebut dapat dinikmati masyarakat Sumatra Selatan (Sumsel) pertengahan Juli 2018. Seiring dengan perhelatan akbar Asian Games XVIII pada 18 Agustus 2018 di JSC.
Menurut Gubernur Sumsel Alex Noerdin, kereta cepat pertama kali yang ada di Indonesia itu dapat menjadi salah satu moda transportasi para atlet serta official Asian Games. ‘’Ribuan atlet, official, peninjau akan datang ke Palembang. Setiba di Bandara SMB II mereka akan langsung ke Jakabaring Sport City, tanpa hambatan,’’ ujar Gubernur Sumsel Alex Noerdin, inisiator LRT untuk Palembang.
Seusai Asian Games, LRT yang dicetuskan pertama kali oleh Alex dalam acara Gelar Potensi Investasi Daerah, di Hotel Arya Duta, Palembang, 29 November 2011 tersebut, dapat menjadi moda transportasi utama masyarakat Sumsel, khususnya masyarakat Palembang.
Apalagi Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo), Sumsel merilis, lalu lintas di Kota Palembang akan terjadi grandlock pada 2019. Terutama di 11 jalan utama yakni, Jalan Kapten Arivai, Sri Jaya Negara, Demang Lebar Daun, Basuki Rahmat, R Sukamto, Mayor Zen, RE Martadinata, Yos Sudarso, Veteran dan Jalan Sudirman. ‘’Pada 2019 volume kendaraan yang lewat di 11 ruas jalan tersebut mencapai 83.027 kendaraan per jam, sedangkan kapasitas jalan 17.679 satuan mobil penumpang (SMP) per jam. Maka itu butuh solusi yang tepat yakni membangun LRT,’’ papar orang nomor satu di Bumi Sriwijaya itu.
Maka, tambahnya, dalam rapat di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 18 Mei 2015 diputuskan perlunya moda transportasi berbasis rel yakni kereta api ringan (LRT). ‘’Nah, lewat Peraturan Presiden (Perpres) No 116 Tahun 2015 secara sah LRT boleh dikerjakan, dengan harapan memiliki multiplier effect yang positif bagi kehidupan masyarakat Sumsel dan Palembang khususnya,’’ tutur Alex.
Dari situ tentu tak diragukan lagi kesungguhan untuk membangun LRT. Lihat saja, Pemerintah Pusat tanpa sungkan merogoh kocek APBN senilai Rp12,4 triliun untuk prasarana jalur, termasuk konstruksi jalan layang, stasiun hingga fasilitas operasi.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, masyarakat Sumsel dapat berbangga memiliki LRT sebab jika di kota-kota lain macet dulu baru cari solusi, sebaliknya di Sumsel belum macet sudah disiapkan antisipasinya. ‘’LRT di Sumsel ini diharapkan menjadi lifestyle dan perubahan kultur bagi masyarakat Palembang dan menjadi contoh bagi kota-kota lain dalam penggunaan moda transportasi masal,’’ ujar Menhub saat melakuna uji coba statis rel dan kereta LRT, di Palembang, Ahad (27/5).
Menhub juga menargetkan LRT itu dapat terintegrasi dengan angkutan lain di Palembang baik angkutan moda darat dan air.
Transit Oriented Development
Menhub betul, kini masyarakat Sumsel bukan sedang bermimpi, melainkan tengah melakukan ‘quantum leap’ kehidupan masa depan. Bayangkan, reformasi transportasi yang terjadi di Bumi Sriwijaya itu akan menjadi pintu masuk terbentuknya sebuah kota modern.
Kota modern yang dimaksud merupakan salah satu pendekatan pengembangan kota yang berbasis transit oriented development (TOD) yakni mengadopsi tata ruang kota (mixed-use/campuran) dan maksimalisasi penggunaan angkutan massal seperti busway (BRT), Kereta api kota (MRT), kereta api ringan (LRT), serta dilengkapi jaringan pejalan kaki dan sepeda.
Konsep TOD dikenal pada awal abad 20 di Amerika Serikat, merupakan restrukturisasi pembangunan kota yang fokus pada fasilitas transit. Diterjemahkan oleh arsitek dan ahli tata kota Negeri Paman Sam, Petrus Calthorpe pada 1980-an yang menyebutkan TOD sebagai konsep yang menggunakan pola ruang mixed-use (campuran) yang mendorong orang untuk tinggal berdekatan dengan layanan transit serta untuk mengurangi ketergantungan orang menggunakan kendaraan pribadi.
Pengembangan TOD sangat maju dan telah menjadi tren di kota-kota besar dunia khususnya di kawasan kota baru yang besar seperti Tokyo di Jepang, Seoul di Korea, Hong Kong, Singapura, serta beberapa kota di Amerika Serikat dan Eropa.
Alex Noerdin menegaskan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel telah merancang sistem TOD sebelum LRT dibangun. Ia mengungkapkan, LRT akan terintegrasi dengan bus Transmusi dan angkutan kota lainnya, begitu pula dengan fasilitas umum dan pemukiman warga yang berada di kawasan 13 stasiun transit LRT.
Misalnya, stasiun SMB II dirancang dengan standar minimun sebagai pusat oleh-oleh khas palembang. Berbeda dengan stasiun bandara, pada stasiun Asrama haji didesain dengan konsep hotel serta ketersediaan lahan parkir.‘’Sedangkan stasiun RSUD Provinsi didesain berbasis TOD dengan pembangunan kawasan terintegrasi adanya rumah sakit, gedung parkir, office rental, mall, convertion center dan hotel,’’ tutur Gubernur dua periode itu. Karena lokasinya yang strategis, tambahnya, stasiun RSUD Provinsi akan dijadikan salah satu pusat CBD (central business district) di Palembang dan di kawasan itu terdapat lahan 50 ribu meter persegi milik Pemprov Sumsel.
Selanjutnya pada stasiun sebelum fly over Polda, akan dibuat food court taman dengan kelebihan estetika, sedangkan stasiun Palembang Icon terintegrasi dengan mal, hotel, kawasan permukiman penduduk, rumah sakit, pendidikan, serta dibangun fasilitas parkir menggunakan sistem hidrolik berkapasitas 1.500 kendaraan ditambah parkir outdoor yang muat 400 sepeda motor. ‘’TOD dengan pola ruang campuran akan diterapkan pula pada fasilitas transit di stasiun Dishubkominfo yang terintegrasi dengan perbankan, hotel, perkantoran, gedung parkir serta permukiman. Begitu pula halnya dengan stasiun pasar Cinde didesain dengan melengkapi fungsi bangunan yang tidak hanya sebagai pasar tradisional, namun berfungsi pula sebagai pasar modern, wisata kuliner dilengkapi juga dengan sky lounge di puncak bangunan,’’ pungkasnya.
Ia juga mengungkapkan, untuk stasiun Ampera akan terpadu antar moda transportasi darat maupun moda transportasi Sungai Musi. Kemudian stasiun simpang Jalan Gubernur H.Bastari (Polresta) dan stasiun simpang Pasar Induk desain dengan konsep stasiun standar minimum merupakan integrasi moda transportasi bagi warga kawasan plaju dan kertapati. ‘’Yang paling spektakuler nantinya stasiun Jakabaring Sport City dirancang dengan konsep kawasan taman hiburan, gedung parkir, office rental, hotel bintang empat, convention hall, mal, water park, Rumah Sakit Bari, dan perguruan tinggi,’’ tegasnya, sembari menyebutkan, perkembangan kedepannya akan ada pemukiman skala besar, perkantoran pemerintah, pasar induk, dan pusat rekreasi serta olahraga terpadu.
Stasiun depan OPI di desain dengan konsep kawasan apartement dan rental office yang sangat memungkinkan sebab terdapat lahan cukup luas bahkan diproyeksikan menjadi kawasan Jakabaring City.
LRT yang menggunakan tenaga listrik dipastikan zero polusi, desain kereta dengan akselerasi yang baik, tidak bising dengan kapasitas penumpang yang lebih banyak. Diharapkan pula kereta api cepat dan ringan itu dapat mampu menjadi gerbang masuk masyarakat dari kabupaten dan kota lain, sebab ada simpul yang terhubung dari stasiun LRT Polresta menuju stasiun Kertapati. ‘’Kita tahu stasiun Kertapati menghubungkan Kota Palembang dengan Kota Prabumulih, Kota Lubuk Linggau, Kabupaten Musi Rawas, OKU, OKU Timur, Lahat, dan Kabupaten Empat Lawang bahkan hingga Lampung,’’ kata Alex lagi.
Begitu pula dengan adanya kereta api mahasiswa dari Palembang ke Indralaya semakin menambah keunggulan moda transportasi masyarakat. Apalagi akan dilakukan pengembangan koridor dalam kota yang dihubungkan dengan eksisting dari simpul stasiun Kertapati sampai stasiun Indralaya sehingga memperlancar akses mahasiswa maupun dosen menuju Universitas Sriwijaya di Indralaya.‘’Kita tidak ingin ada lagi mahasiswa yang celaka karena terburu-buru menuju kampus. Soalnya selama ini jalur menuju Indralaya didominasi bus dan angkutan barang yang cukup rawan bagi mahasiswa jika menggunakan kendaraan roda dua,’’ paparnya.
Ia menyarankan, perlu ada penambahan lintasan dari Kertapati ke Indralaya serta modernisasi sarana dan prasarana. ‘’Diusahakan pula tidak kereta api listrik karena ramah lingkungan,’’ tegasnya.
Pengamat transportasi Universitas Tri Sakti, Jakarta, Yayat Supriatna memprediksi, konsep TOD yang dibangun akan melahirkan sebuah citra positif bagi Sumsel serta Palembang pun akan mampu meningkatkan city branding, baik secara ekonomi maupun politik.
Menurutnya, dengan semakin tertib dan majunya transportasi berarti menunjukkan tingkat keamanan, kenyamanan, kelancaran, menarik atau ikoniknya sebuah kota itu maka investasi dan wisatawan tidak ragu masuk ke Sumsel “Sementara di sisi politik maka dengan sendirinya akan meningkatkan citra daerah, pamor kepala daerahnya bahkan bisa menjadi promosi politik di level yang lebih tinggi lagi,” paparnya. (Bhm/S4-25)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved