Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Dari Tas Bere Bisa Membiayai Sekolah dan Beli Buku

(John Lewar/N-3)
24/4/2018 00:15
Dari Tas Bere Bisa Membiayai Sekolah dan Beli Buku
(MI/JOHN LEWAR)

SEJUMLAH pria di Bajawa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, mengenakan tas anyaman yang terbuat dari pucuk daun lontar muda. Tas gantung berwarna krem dan di bagian pinggiran dililit kain berwarna mewah itu dikenal dengan nama tas bere.

Pria-pria tersebut berkumpul untuk menyelenggarakan upacara adat. Tidak lama kemudian sekelompok pria itu menari tarian Ja'i, simbol keperkasaan dan kekompakan. Tarian itu juga memberikan simbol nilai spirit adat tradisi warga Kabupaten Ngada atau Nagekeo di setiap upacara.

Tas bere menjadi daya tarik para wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Belakangan ini tas Bere cukup diminati wisatawan. Ribuan tas khas Ngada ini sudah dijual sampai Australia dan Jerman. Maria Frida Ndou, 57, perajin tas bere, menjelaskan sudah dua tahun terakhir ribuan tas bere buatan kelompok perajin Suka Maju dikirim ke Australia dan Jerman.

"Awalnya dua tahun lalu, saya gantung tas bere ini di pinggir jalan. Kemudian datang rombongan turis 35 orang. Mereka memborong 70 tas. Satu tas dijual Rp150 ribu. Setelah itu mereka pesan 700 tas lewat biro travel Borneo Tours pada Juli 2017," kata Maria pekan lalu.

Kesibukan kelompok usaha kerajinan Suka Maju makin meningkat karena pesanan tas terus bertambah. Pada tahun ini sudah ada 1.300 tas dikirim ke Australia dan Jerman.

"Awalnya harga tas tersebut Rp70 ribu per lembar. Namun, belakangan harga terus naik. Saat ini tas dijual Rp250 ribu per lembar untuk diekspor. Kami merasakan dengan dijualnya tas bere sampai luar negeri sangat membantu usaha ibu-ibu di sini," kata Veronika Radja, anggota kelompok usaha kerajinan Suka Maju yang mendampingi Maria Frida.

Tas bere terbuat dari pucuk daun lontar yang banyak tumbuh di pantai. Daun-daun itu dijemur hingga mengering dan berwarna putih. Para perajin membelah daun-daun itu menjadi ukuran kecil dan menganyamnya. Ada sebagian daun yang diberi warna sehingga pada saat dianyam ada corak berbeda.

Meski sudah banyak pesanan di luar negeri, kebutuhan warga lokal tetap diprioritaskan karena menyangkut upacara adat. "Hasil penjualan tas bere ini sangat membantu meringankan perekonomian keluarga perajin tas," tambah Veronika.

Sejak diborong para turis, tas bere kini menjadi salah satu mata pencaharian alternatif bagi para ibu di Desa Raja, Kecamatan Mataloko Boawae, Kabupaten Nagekeo. Desa tersebut dikenal sebagai desa penajin tas bere.

Para ibu anggota kelompok perajin Suka Maju bisa menabung untuk biaya sekolah, membeli buku tulis, dan seragam sekolah. "Kami bersyukur kami bisa menabung dan membiayai sekolah anak, membeli buku dan seragam sekolah," ungkap seorang perajin.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya