Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Isu parkir berkaitan dengan lalu lintas dan ketertiban kota.
HINGGA 2 Maret mendatang, Museum Tino Sidin di Jalan Tino Sidin, Ngestiharjo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta memamerkan puluhan karya sketsa dan lukis, Batara Lubis.
Nama Batara Lubis dikenal sebagai pelukis yang sederhana, meski karyanya kondang di seantero jagat. Putra mantan Gubernur Sumatera Utara ini dilahirkan pada 2 Februari 1927 di Huta Godang, Ulu Pungkut, Mandailing Natal. Ayahnya adalah Raja Djundjungan Lubis, Gubernur Sumut periode 1 April 1960-5 April 1963.
Guru Besar Seni Lukis Institut Seni Indonesia Prof Dwi Marianto dalam pembukaan pameran yang diselenggarakan Jumat (16/2) mengatakan, selama ini karya-karya Batara Lubis banyak yang tersimpan rapi.
Akibatnya, lanjut Dwi, nama pelukis besar ini nyaris tenggelam di lapisan bawah memori masyarakat. "Padahal, Batara Lubis adalah seniman yang aktif. Bahkan sempat terlibat aktif dalam pembangunan Monumen Tugu Muda Sematang," ungkapnya.
Padahal pula, jelasnya karya-karya sketsanya sangat artistik, memiliki karakter, dan menjadi catatan sejarah budaya Indonesia. Sebagai contoh, Batara Lubis menggambarkan figur-figur perempuan di Yogyakarta di pasar tradisional, di daerah kampung halamannya pada 1950-an sampai 1970-an.
Hampir semua figur wanita tidak ada yang mengenakan kerudung. Beda dari sekarang, yang terjadi justru sebaliknya. Ternyata Batara Lubis pun pernah menggambarkan sejumlah landscape kota-kota di Hongkong dan Kanton.
"Artinya, dunia seni di Indonesia telah berpartisipasi aktif dalam jaringan seni internasional. Batara Lubis sudah menginternasional. Memang perlu dipahami, apapun bila tidak terpublikasi dan terakses publik, akan menghilang keketiadaan," ujarnya.
Dalam perjalanannya sebagai seorang seniman, katanya lagi, Batara Lubis pernah berguru dari Hendra Gunawan, Sudarso, Trubus (dengan catatan: walau tidak sejalan), dan Affandi ini termasuk dalam salah satu dari beberapa kelompok khusus seniman yang terkena imbas politik ideologi 'Perang Dingin' yang terjadi dekade 1950-an dan 1960-an secara internasional.
Perang ini sejatinya adalah perseteruan ideologis antara dua 'gajah' yaitu dua kelompok negara-negara super power, yaitu kelompok Barat yang dipimpin Amerika dan Inggris, versus kelompok Timur yang dipimpin Uni Soviet dan RRT (Republik Rakyat Tiongkok).
Perang ideologi global itu memengaruhi konstelasi politik dunia, yang karenanya masyarakat-masyarakat (yang terubah menjadi pelanduk atau pion ideologis) di banyak negara terbelah secara dikotomis 'Kiri versus Kanan'.
Demikian pula Indonesia, salah satu negara yang terimbas 'demam' Perang Dingin itu; masyarakatnya terbelah dua, yang satu seakan jadi orang-orang Amarta, yang lainnya Astina. Walau hanya 'pelanduk' namun daya destruktif ke dalamnya sangatlah dahsyat.
Di awal 1960-an berbagai kontroversi, hoaks, dan perang di tingkat pikiran ideologis berlangsung sengit; jadi mendung politik, menggelantung di 'langit sosial' di Indonesia. Banyak orang mudah tersengat, dan jadi paranoid.
Kontroversi itu memuncak di akhir September 1965, diikuti dengan berbagai kekerasan fisik, sosial, psikis dan simbolis terhadap banyak orang dan lembaga. Terjadi di banyak tempat penghakiman massal secara sepihak tanpa proses judisial yang jelas dan sahih.
Hampir semuanya berdasarkan sebaran desas-desus tendensius menyesatkan, spekulasi, tuduhan, atau pertimbangan politik yang timpang.
Sementara, putri Batara Lubis, Gina Lubis mengatakan, keluarga sudah sepakat untuk memamerkan karya-karya Batara Lubis yang selama ini hanya tersimpan dan diketahui oleh keluarga.
Menurut dia, langkah itu dimaksudkan agar tidak hanya keluarga yang menikmati karya-karya Batara Lubis, tetapi juga masyarakat secara luas.
"Kami mengapresiasi sambutan baik yang diberikan Museum Taman Tino Sidin, yang telah menjadi perantara terselenggaranya pameran ini. Terlebih, baik Tino maupun Batara, sama-sama memiliki andil begitu besar bagi dunia lukis Indonesia," ujarnya.
Pameran Sketsa Batara Lubis dibuka GP Sidhunata dan Djoko Pekik, dan berlangsung mulai 16 Februari-2 Maret 2018. Pameran di Museum Taman Tino Sidin akan dibuka setiap hari mulai pukul 09.00 sampai 15.00.
Romo Sindhunata menjadi satu di antara tiga orang yang secara simbolis meresmikan dibukanya pameran seni Batara Lubis di Musium Tino Sidin, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Jumat (16/2) sore.
"Ia putra gubernur. Orang yang sangat berada. Namun berani meninggalkan kenyamanan hidup dari pilihannya menjadi seniman," jelasnya Sindhunata.
Sedangkan Djoko Pekik banyak menceritakan masa-masa pertemanannya bersama Batara Lubis baik pada masa susah maupun senang. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved