Headline

Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.

Butuh Traktor, Petani Diberi Mesin Panen

Kristiadi
09/2/2018 09:47
Butuh Traktor, Petani Diberi Mesin Panen
(Dok MI)

YUYUN Suyud tak kuasa menahan kekecewaan. Ketua Paguyuban Gabungan Kelompok Tani Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, itu menyatakan para petani di daerahnya lebih membutuhkan traktor dan kultivator atau alat penyiang mekanis daripada mesin panen.
Namun, tanpa bertanya lebih dulu kepada para petani, Kementerian Pertanian sudah mengirimkan mesin panen ke daerah ini. Tidak sekali, bantuan datang setiap tahun, dengan jumlah 3-4 unit per tahun. “Kami itu sangat membutuhkan traktor dan kultivator. Alat mesin panen belum kami butuhkan karena tidak efisien dan bisa jadi barang mubazir,” tuturnya, Kamis (8/2).

Ia menyatakan kebutuhan traktor dan kultivator juga dirasakan petani di Ciamis, Garut, Banjar, dan Pangandaran. Di semua daerah itu, Kementerian Pertanian mengirim alat mesin panen. “Mesin panen harganya berkisar Rp350 juta per unit. Jika dibelikan mesin traktor atau kultivator, bisa dapat 4-5 unit,” lanjut Yuyun. Mustofa, 54, warga Desa Pasirtamiang, Cihaurbeuti, Kabupaten Ciamis, mengakui selama ini melakukan proses tanam hingga panen dengan cara tradisional. “Saya menggunakan cangkul untuk menanam dan arit untuk memanen. Kebutuhan terpenting ialah traktor untuk mengolah tanah karena selama ini saya harus menyewa dengan membayar Rp350 ribu.”

Mangkrak
Sejumlah pemimpin daerah juga menyoal bantuan alat dan mesin pertanian dari Kementerian Pertanian itu. Di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Wakil Bupati Ahmad Zamakhsyari meminta Kementerian Pertanian melakukan evaluasi program bantuan alsintan itu.
“Bantuan alsintan tidak dapat dirasakan seluruh petani di Karawang. Di lapangan, bantuan teknologi pertanian ini hanya dinikmati sejumlah pengurus kelompok tani saja,” tuturnya. Ia menemukan banyak alsintan yang justru mangkrak tidak digunakan. Sebabnya, para petani lebih memilih cara konvensional karena lebih efisien dan tidak merugikan.

Dengan alsintan, petani harus mengeluarkan biaya perawatan dan biaya operasional untuk produksi. Di sisi lain, alat yang digunakan tidak efektif di lapangan. “Harus ada survei yang baik. Bantuan harus disesuaikan dengan kebutuhan petani di lapangan,” tegasnya.
Jika pemerintah memberikan bantuan alat, lanjut Ahmad, harus ada kejelasan dan sosialisasi sekaligus peningkatan SDM. Selain itu, alat bantuan harus bisa digunakan seluruh petani. Ahmad menilai daripada bantuan alsintan, petani lebih menyukai bantuan permodalan dan penetapan harga gabah yang tinggi. “Selain itu, ada air dan perbaikan irigasi.”

Sementara itu, Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo menyatakan jika dibandingkan dengan jumlah lahan dan petani, jumlah bantuan alsintan sangat tidak sebanding. “Tentu saja alsintan belum cukup. Kalau ada yang mau membagikan secara gratis, tentu petani mau sekali.” Ketua Kelompok Tani di Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Ashabul Yamin, mengaku tidak pernah mendapat informasi ada pembagian alsintan. “Kami tidak tahu kalau ada pembagian traktor, tapi kami dengar ada yang sudah dapat dua kali meski banyak juga yang belum mendapat sama sekali.” (CS/LN/DW/N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya