Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Nikmatnya Kopi Murni

Tosiani
27/1/2018 11:01
Nikmatnya Kopi Murni
(MI/TOSIANI)

SETYO Wuwuh, 38, menawarkan segelas kecil kopi dingin untuk menyambut konsumen yang datang ke kedainya Lawoek Kopi di bilangan Pasar Kliwon Temanggung, Jawa Tengah, Minggu (21/1) Siang.

Kopi tersebut diberikan secara free, gratis sebagai welcome drink, sekaligus untuk promosi kopi murni produksinya.

Pelanggan yang suka pada rasa minuman kopi dingin tersebut, biasanya akan langsung memesannya dalam bentuk kopi panas.

Mereka yang tidak menyukainya akan langsung mengganti pesanan kopi lain, atau memesan minuman lainnya.

Maklum, welcome drink yang disuguhkan ialah kopi murni dan tanpa gula.

Tidak semua orang menyukai minuman semacam itu.

Upaya promosi tersebut dilakukan Setyo untuk mengenalkan kopi murni konsumen yang rata-rata pedagang dan pengunjung pasar.

Sebelum ini, para konsumen diakui Setyo lebih menyukai kopi instan dengan brand yang sudah dikenal melalui iklan di media televisi.

Hal ini ironis, mengingat Temanggung merupakan salah satu daerah penghasil kopi.

Ia gencar melakukan promosi dengan memberikan secangkir kopi murni gratis pada pelanggan yang datang.

Upaya promosi itu pun tidaklah mudah. Tak jarang Setyo menerima cibiran dari konsumen yang datang karena harga kopinya masih tergolong mahal bagi kalangan konsumen di pasar.

"Kok larang kopine? (kok mahal kopinya," begitu kalimat yang tidak asing didengar Setyo setiap kali dirinya menawarkan kopi.

Namun demikian, bapak satu anak ini tak patah arang.

Ia terus saja menawarkan kopi murni pada mereka yang sekadar lewat di depan kedai, atau menyempatkan diri untuk mampir.

"Awalnya yang saya tawarkan untuk promosi adalah kopi robusta dengan rasa lebih pahit yang biasa dikenal masyarakat. Setelah mereka suka, lama-lama saya kenalkan kopi arabika. Saat ini mulai ada perkembangan, lebih dari 50% pedagang dan pengunjung pasar sudah berlangganan minum kopi murni di kedai Lawoek," tutur Setyo.

Saat ini penjualannya meningkat hingga 50 kg per satu jenis kopi per bulan.

Ia menjual lebih dari lima jenis kopi arabika dan tiga jenis kopi robusta.

Di antaranya, Arabika Peaberry, Arabika Honey, Arabika Wine, Arabika Natural Sindoro, Arabika Fullwash, dan kopi luwak.

"Selain dijual di kedai, saya juga memasok kopi ke sejumlah kafe di daerah lain, seperti di Jakarta, NTB, Yogyakarta, dan Solo," kata Setyo.

Bisnis kopi dilakoni Setyo sudah lebih dari 5 tahun.

Hanya selama ini ia menjual kopinya secara online dalam bentuk roasting, dan bubuk ke berbagai daerah.

Kopi-kopi yang dijualnya diambil dari kebunnya sendiri. Ia memiliki tanam kopi arabika di daerahnya, Lereng Gunung Sindoro sisi Desa Tahap, Kecamatan Kledung, Temanggung sebanyak 1.500 batang tanaman kopi.

Tiap kali musim panen bisa menghasilkan kisaran 8 ton-10 ton kopi basah rata-rata 10 kali petikan.

Kopi tersebut ditumpang sari dengan tanaman tembakau jika musim kemarau, dan dengan tanaman palawija jika musim hujan.

"Tanaman kopi ini dirawat oleh keluarga, saya dibantu adik dan orang tua, sehingga hasil dari kopi juga sangat bermanfaat untuk keluarga," ujar Setyo.

Wujudkan mimpi

Lama-kelamaan, Setyo berupaya mewujudkan mimpinya mewujudkan kedai kopi untuk menjual kopi seduh.

Ia memilih nama Lawoek sebagai merek kopi dan nama kedai karena itu merupakan nama panggilannya di desa sewaktu masih kecil.

Dengan alasan ingin mengenalkan budaya kopi murni pada masyarakat golongan menengah ke bawah, ia mendirikan kedainya di Pasar Kliwon.

"Mulanya saya sempat ragu jual kopi murni di pasar. Kalau dijual murah, tentu tidak bisa menutup biaya produksi, serta harus bersaing dengan kopi instan yang harganya lebih murah dan peminatnya lebih banyak," kata Setyo.

Saat ini, setelah lebih dari setahun, bisnis kedai kopi lawoek maju pesat. Selain sebagian besar pedagang dan pengunjung pasar, pelanggan kedai kopi lawoek juga datang dari daerah lain sekitar Temanggung.

Di antaranya dari Magelang, Wonosobo, Purwokerto, Semarang, dan Yogyakarta.

Seperti Yuli, 30, pengunjung kopi lawoek asal Magelang.

Ia mengaku menggemari kopi murni dari kedai lawoek sejak hampir setahun terakhir.

Biasanya ia sengaja datang bersama temannya.

Terkadang ia menyempatkan diri untuk mampir ke kedai itu tiap kali ada keperluan ke Temanggung.

"Saya paling suka minum kopi arabika natural Sindoro di kedai kopi tersebut, ada rasa asam berpadu manis, rasanya kalau di lidah saya lebih kuat dibanding jenis kopi lainnya sehingga saya lebih suka minum arabika natural sindoro kalau kesini," tutur Yuli.

Kopi temanggung memiliki cita rasa yang lebih lembut dengan aroma tembakau dan rempah yang samar.

Kopi asal daerah ini mulai populer sejak sekitar 3-4 tahun terakhir. Pemerintah daerah (pemda) setempat melakukan berbagai upaya untuk mengenalkan kopi temanggung dan membantu pemasaran.

Di antaranya dengan mengikutkan produk kopi daerah ini ke berbagai ajang internasional seperti kontes kopi Selandia Baru, pameran kopi di Atlanta dan Tiongkok, serta mendirikan gerai kopi di Korea dan Belanda.

Pemerintah daerah mengupayakan sertifikat indikasi geografis untuk jenis kopi arabika dan kopi robusta temanggung sejak 2016, serta melakukan kerja sama dengan Perum Perhutani untuk perluasan lahan kopi arabika di tanah milik perhutani di Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, dan Gunung Prau dengan total luasan sekitar 7.000 hektare secara bertahap.

Penanaman kopi tersebut bekerja sama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).

"Perluasan lahan kopi arabika ini agar Temanggung bisa memenuhi permintaan ekspor kopi arabika dari daerah lain. Selama ini permintaannya tinggi, namun produksi kopi arabika kita sangat kurang," kata Bupati Temanggung Mulyadi Bambang Sukarno.

Bupati malah dengan tegas menolak investor kopi dari luar.

Hal itu dilakukannya agar usaha kopi masyarakat Temanggung tumbuh bagus.

Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Temanggung, Masyrik Amin, menyebut, saat ini luasan kopi arabika se-Temanggung di kisaran 1.800 hektare, sedangkan luasan kopi robusta mencapai 11 ribu hektare.

Ketua Asosiasi Produsen dan Roaster Kopi Temanggung, Ardhi Wiji Utomo, menyebutkan pertumbuhan produsen kopi baru di daerah ini mencapai angka 5% per tahun selama kurun waktu enam tahun terakhir.

Rata-rata produsen kopi yang ada sudah mampu mengelola usaha kopinya dengan bagus.

"Hanya saja memang masih perlu menyamakan standar operasional prosedur (SOP) untuk melakukan ekspor berdasarkan indikasi geografis yang sudah ada," kata Ardhi.

Mulanya hanya terdapat sekitar 30 produsen dan merek kopi di Temanggung pada 2010.

Hingga akhir 2017 sudah bermunculan sekitar 60 produsen dan merek kopi.

Dari jumlah itu, 80% sudah terdaftar pada produk industri rumah tangga (PIRT), dan 20% lainnya masih mengurus PIRT.

(M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya