Headline

Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.

Anak-Anak Belajar Tercerai-berai

(Jhon Lewar/N-3)
17/1/2018 03:01
Anak-Anak Belajar Tercerai-berai
(MI/JOHN LEWAR)

PULUHAN murid SMP Negeri 7 di Wae Rambung, Desa Golo Munga Barat, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, tiba-tiba harus pindah belajar. Mereka tidak lagi mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan belajar mengajar kini dilakukan di sebuah rumah ibadah milik umat Katolik Stasi Wae Mese. Fransiskus Lud, salah satu guru di SMPN 7 Lamba Leda, menjelaskan gereja milik umat Stasi Wae Rambung ini kerap digunakan untuk kegiatan belajar mengajar.
Fransiskus menjelaskan asal usul SMPN 7 dari SMP Katolik St Ludovikus Manggas milik Yayasan Katolik St Ludovikus Manggas.

“Namun, pada 2011 SMP Katolik milik Sebinus B Suhardi ini diserahkan kepada Pemkab Manggarai Timur. Seluruh aset sekolah menjadi milik pemerintah berdasarkan SK pada 21 Februari 2011 yang dikeluarkan Bupati Manggarai Timur waktu itu, Yoseph Tote,” kata Frans, akhir pekan lalu. Meskipun sudah menjadi sekolah negeri, ruang kelas yang ada masih minim, hanya lima ruang. Akhirnya murid-murid yang belajar di sekolah tersebut harus dibagi dua sif, pagi dan sore. “Kami sudah mengajukan kepada pemerintah daerah, provinsi, hingga pusat agar ditambah ruang kelasnya. Kami masih butuh tiga ruang kelas lagi,” tambah Frans.

Namun, usulan tersebut hingga kini belum direspons. Para guru pun menganalisis pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dari pagi hingga sore. “Setelah dianalisis, siswa yang bersekolah pagi memiliki hasil lebih baik daripada yang sekolah sore sehingga kami meminta kepada Ketua Stasi supaya bisa mengizinkan ruangan kapela, perpustakaan, dan kantor gereja dijadikan ruang belajar mengajar.” Para siswa mengeluh dengan adanya kebijakan sekolah pagi dan sore. Apalagi tempatnya dipisah-pisah. “Kalau belajar terpisah-pisah, kami seperti dianaktirikan,” keluh seorang siswa.

Problem yang dihadapi gereja juga cukup kompleks. Kapela yang dimiliki gereja terlalu luas. Para siswa yang belajar di kapela pun kurang konsentrasi karena ruangan terlalu luas. Kepala SMPN 7, Fidel, yang ikut menemani Media Indonesia melihat kondisi anak-anak sedang belajar di kapela, berharap pemerintah memperhatikan nasib murid-murid yang terpaksa belajar terpisah-pisah. “Kami berharap dalam anggaran perubahan, dinas pendidikan dan kebudayaan bisa mengalokasikan dana untuk pembangunan tiga ruangan kelas,” kata Fidel. (Jhon Lewar/N-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya