Headline

Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.

Guru Honorer di Bandung Mengadu

Tosiani
28/12/2017 10:32
Guru Honorer di Bandung Mengadu
(Puluhan guru honorer melakukan istigasah dan menggelar doa bersama di Alun-Alun Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (27/12)---ANTARA/M AGUNG RAJASA)

PANAS yang menyengat tidak menyurutkan niat Usman Jamaludin untuk memanjatkan doa di tengah Alun-Alun Kota Bandung, Jawa Barat, kemarin pagi. Bersama ribuan guru honorer, mereka menyatukan hati, menggelar istigasah dan bersalat Duha.

“Kami berdoa meminta rida Allah demi perbaikan nasib kami sebagai guru honorer. Yang terkini, kami berharap Pemerintah Kota Bandung segera mencairkan dana hibah,” tutur Usman.

Tahun ini Pemkot Bandung sudah menganggarkan dana hibah Rp2,9 juta per orang untuk guru honorer. Jumlah itu jauh lebih kecil daripada dana tunjangan profesi guru dan tunjangan kinerja daerah yang diterima guru pegawai negeri sipil yang mencapai Rp12 juta dan sudah dicairkan.

Jumlah guru honorer yang mengajar SD dan SMP di Kota Bandung mencapai 40% dari total guru. Namun, honor bulanan yang mereka terima rata-rata masih di bawah upah minimum kota.

“Kami pasrahkan nasib kami ke depan kepada Allah saja. Selama ini kami hanya mengandalkan penghasilan bulanan dari dana masyarakat atau bantuan operasional sekolah saja,” tambah Usman.

Keresahan di Bandung juga terjadi di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Guru tidak tetap dan pegawai tidak tetap di daerah itu masih menunggu cairnya tunjangan transportasi yang besarnya Rp250 ribu per bulan.

“Total tunjangan selama satu tahun mencapai Rp1,2 miliar. Kami menilai pemerintah kabupaten tidak serius dengan janji karena sampai akhir tahun tunjangan transportasi belum juga dicairkan,” keluh koordinator GTT dan PTT Tulungagung, Mohammad Yenri Sufianto.

Bupati Tulungagung Sahri Mulyo memastikan sebelum akhir 2017 tunjangan transportasi akan cair. “Tanggal 31 Desember masih lama. Tidak ada kendala pencairan, arena payung hukumnya sudah ada.”

Guru SMA
Di Jawa Tengah, ketidakjelasan nasib juga dialami 7.000 guru tidak tetap dan pegawai tidak tetap, yang bertugas di tingkat sekolah menengah atas. Saat kewenangan pengelolaan SMA dan SMK dialihkan ke pemerintah provinsi, nasib para GTT dan PTT ini pun mengambang.

“Butuh waktu satu tahun untuk menyelesaikan persoalan ini. Namun, kami terus meminta dinas terkait segera mencari solusi dan memecahkan masalah ini sesegera mungkin,” kata anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah Sri Maryuni.

Ia memaklumi permasalahan terkait dengan GTT dan PTT terjadi lantaran proses peralihan kewenang­an masih berlangsung dan masih dalam masa transisi. Karena itu, masih banyak masalah yang belum terselesaikan.

GTT dan PTT yang linier, paparnya, memang sudah tertangani dan sudah dibiayai pemerintah provinsi. Hanya, mereka yang belum linier masih menjadi tanggung jawab dari sekolah dan peran serta masyarakat.

“Di Jawa Tengah, masalah pendidikan dasar juga terjadi karena banyak guru PNS yang memasuki masa pensiun. Di sisi lain, pemerintah masih memberlakukan moratorium penerimaan PNS,” lanjut Maryuni.

Dampaknya sudah terasa satu dua tahun terakhir. Sejumlah SMK mengalami kekurangan guru.

Tidak jelasnya status guru di SMA/SMK juga mengancam sekolah yang kekurangan guru. “Saya khawatir, banyak guru memilih beralih profesi menjadi karyawan swasta, bahkan buruh pabrik,” tandasnya. (BY/ES/Ant/N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya