Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

UMP Jabar 2018 Rp1,54 Juta, Buruh Keberatan

Bayu Anggoro
01/11/2017 19:09
UMP Jabar 2018 Rp1,54 Juta, Buruh Keberatan
(ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko)

PEMERINTAH Provinsi Jawa Barat menetapkan besaran upah minimum provinsi (UMP) 2018 sebesar Rp1,54 juta. UMP yang akan mulai berlaku 1 Januari 2018 mendatang itu menjadi acuan dalam penentuan besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) di Jabar.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jabar, Ferry Sofwan Arif, mengatakan, penetapan UMP mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan. Formula penghitungannya mengacu kepada Pasal 44 Ayat 2 PP No 78/2015.

Besaran UMP Provinsi Jabar 2018 juga telah disepakati Dewan Pengupahan Provinsi Jabar pada 23 Oktober 2017 lalu. Formula penghitungan UMP 2018 berdasarkan perhitungan UMP tahun berjalan atau 2017 ditambah dengan hasil perkalian antara UMP 2017 dengan penjumlahan tingkat inflasi nasional tahun berjalan serta tingkat pertumbuhan produk domestik bruto tahun berjalan.

Dari penghitungan tersebut diperoleh besaran Rp1.544.360,67 atau naik 8,71% dari UMP Jabar tahun sebelumnya (2017) yang besarnya Rp1.420.624,29.

"Angka (kenaikan UMP) 8,71% ini merupakan angka (hasil survei) BPS (Badan Pusat Statistik). Sehingga, besaran UMP Jabar 2018 Rp1.544.360,67," kata Ferry, di Bandung, Rabu (1/11).

Ia menjelaskan, UMP Jabar 2018 akan menjadi jaring pengaman dalam penentuan UMK di kabupaten/kota di seluruh wilayahnya. Sehingga, esaran UMK tidak boleh lebih rendah dari UMP atau harus lebih tinggi dari UMP.

Pihaknya pun mengimbau pemerintah kabupaten/kota segera membahas besaran UMK dan segera mengajukannya ke Pemprov. Penetapan UMK akan dilakukan Gubernur pada 21 November mendatang.

"Menaker (Menteri Ketenagakerjaan) sudah mengirim surat juga ke pemerintah kabupaten/kota. Kita juga sudah mengirimi surat ke dinas tenaga kerja masing-masing kabupaten/kota, mereka memang sudah mulai membahas," katanya.

Ferry mengingatkan pembahasan UMK melibatkan Dewan Pengupahan kabupaten/kota untuk menghindari keterlambatan pengesahannya. Menurut dia, dalam penentuan UMK tahun lalu, terdapat sejumlah kabupaten/kota yang mengajukan besaran UMK-nya di menit-menit terakhir.

"Ada yang injury time kemarin beberapa. Kalau nanti ada yang terlambat, kita tinggal saja, jangan menggangu yang lainnya," ujarnya.

Pasalnya, kata Ferry, mengacu kepada Permenaker, gubernur wajib mengeluarkan surat keputusan (SK) saat mengumumkan UMK, 21 November mendatang. Dalam aturan juga disebutkan, gubernur tidak wajib menetapkan UMK.

"Jadi, jika ada yang telat mengajukan akan ditinggal," tegasnya.

Sementara itu, Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Jabar, Roy Jinto, menilai, penetapan UMP/UMK yang mengacu kepada PP No 78/2015 bertentangan dengan Undang-Undang No 13/2003 yang mengamanatkan bahwa upah minimum ditetapkan berdasarkan koofisien hidup layak (KHL), pertumbuhan ekonomi, dan lainnya.

Penetapan UMP Jabar 2018 tidak mengacu pada KHL dan sejumlah indikator lainnya, tetapi hanya berdasarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara nasional. Oleh karena itu, tambah Roy, semua perwakilan serikat pekerja buruh menolak besaran UMP Jabar 2018.

"Sikap kita menolak UMP/UMK berdasarkan PP No 78/2015. Di samping tidak sesuai dengan UU No 13/2003, nilainya (kenaikan) sangat kecil, hanya 8,71%. Itu akan membuat daya beli buruh semakin rendah," katanya.

Menurut Roy, rendahnya kenaikan besaran UMK akan merembet pada formulasi penghitungan besaran UMK. Oleh karena itu, pihaknya pun tengah melakukan persiapan untuk menggelar aksi penolakan UMP Jabar 2018. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya