Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
UPAYA rekonsiliasi kultural antara Jawa dan Sunda yang diinisiasi Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan ditanggap sinis oleh budayawan Radhar Panca Dahana. Menurut dia, rekonsiliasi kultural Jawa-Sunda berangkat dari kekeliruan pemahaman seolah-olah ada masalah atau ketegangan budaya antara Jawa dan Sunda.
“Emang ada masalah kultural apa antara Jawa dan Sunda? Saya kok malah tidak melihat itu sebagian sesuatu yang kemudian perlu menjadi suatu langkah rekonsiliasi kultural, karena itu hanya ulah sekelompok orang yang melihat bahwa ada masalah kultural dan sangat tidak relevan jika ditarik-tarik ke kehidupan modern sekarang,” katanya saat dihubungi Media Indonesia, di Jakarta, Selasa (3/10).
Menurut dia, masyarakat Indonesia termasuk Jawa dan Sunda ialah masyarakat peramah yang memiliki tradisi atau budaya silaturahim tinggi, sehingga tidak mungkin ada halangan dalam hubungan antarbudaya, termasuk Jawa dan Sunda. “Kalau masyarakat kita ini orang baik-baik kok. Yang bikin rusak ini adalah politikus yang busuk dan koruptor-koruptor itu. Mitos soal nama jalan pun tidak bisa menjadi ukuran. Apakah di Jawa Barat tidak ada nama Jalan Diponegoro? Jadi jangan buat hal yang justru membuat kita tidak maju karena terbawa beban masa lampau itu,” katanya.
Meski demikian, menurut dia, inisiatif rekonsiliasi kultural antara kedua pemimpin pemerintahan DIY dan Jawa Barat tersebut ialah sesuatu yang positif. “Artinya kita jangan ikut-ikutan membawa mitos masa lalu itu ke masa sekarang. Jawa dan Sunda sekarang sangat cair, hubungan pernikahan, kerja sama di level pemerintahan, dan masih banyak lagi lainnya yang menurut saya tidak memperlihatkan ada suatu ketegangan kultural antara keduanya. Kalaupun ada itu hanya kelompok kecil orang saja,” pungkasnya.
Sementara itu, Budayawan Sunda Hawe Setiawan mengapresiasi peresmian nama Jalan Siliwangi dan Pajajaran di Yogyakarta. Menurutnya, hal ini merupakan sikap baru dalam melihat sejarah di masa lalu.
Hawe menjelaskan, ini merupakan perspektif baru dari kedua belah pihak, dalam hal ini masyarakat Jawa dan Sunda dalam merawat kebinekaan. Pengalaman kolektif di masa lalu memang bukan untuk dilupakan, tapi tidak juga untuk selalu diingat-ingat. “Jangan sampai beban masa lalu dibawa hingga sekarang,” kata Hawe di Bandung, Jawa Barat, Selasa (3/10).
Terlebih, kata dia, saat ini bangsa kita dituntut untuk menyadari pentingnya merawat persatuan dan kesatuan. “Kita diingatkan akan pentingnya merawat kerukunan Nusantara. Jadi perlu langkah kultural untuk merawat kebinekaan,” ujarnya seraya menyebut beban perseteruan Jawa-Sunda di masa lalu itu lebih terlihat dari sisi tekstual, sedangkan dari sisi sosial saat ini tidak berdampak apa pun.
Hal ini, kata dia, terlihat dari banyaknya orang Jawa-Sunda yang menjalin kerja sama dalam berbagai bidang. “Yang banyak terlihat juga perkawinan antara orang Jawa dengan orang Sunda. Artinya, memang beban masa lalu ini sudah enggak ada,” ujarnya seraya menyebut perlu juga adanya penamaan jalan di Jawa Barat yang menggunakan nama-nama kerajaan Jawa. (Ths/BY/BU/N-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved